MODUL
Ir. Rudy Yulianto, MT
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
DAFTAR ISI
BAB 1. Pendahuluan. 1
BAB 2. Sifat-sifat Gas Sempurna. 14
BAB 3. Proses Termodinamika
Gas Sempurna. 26
BAB 4. Entropi Gas Sempurna. 43
BAB 5. Sifat-sifat Zat Murni. 59
BAB 6. Siklus Udara Termodinamika. 66
F ∝ ma - kma dimana a =percepatan= (v-u)/t
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Hukum Gerak
Newton telah merumuskan tiga hukum tentang gerak, dimana merupakan dasar asumsi untuk sebuah sistem dinamis. Ketiga hukum tentang gerak ini dikenal sebagai:
1. Hukum pertama
Newton tentang gerak.
2. Hukum kedua Newton tentang gerak.
3. Hukum ketiga Newton tentang gerak.
1.1.1. Hukum Pertama Newton
Menyatakan : Setiap benda akan tetap diam atau bergerak secara teratur
dalam sebuah garis lurus, kecuali ada gaya yang bekerja padanya.
1.1.2. Hukum Kedua Newton
menyatakan:
Laju perubahan
momentum secara langsung berbanding lurus dengan gaya yang bekerja dan terjadi pada arah yang sama dengan arah gaya yang bekerja.
Misalkan sebuah gaya bekerja pada
sebuah benda yang membuat benda itu bergerak. Katakan:
m = massa benda
F = gaya yang bekerja
u = kecepatan awal benda
v =
kecepatan akhir benda
t = waktu benda tersebut merubah kecepatannya dari u ke v dalam detik.
Menurut hukum kedua Newton tentang gerak:
F ∝ mv − mu ∝ m(v − u )
t t
F ∝ ma - kma dimana a =percepatan= (v-u)/t
k adalah konstanta.
1.1.2.1. Massa dan Berat
a. Massa
Adalah jumlah materi yang terkandung pada suatu benda, dan tidak berubah karena
perubahan posisinya di permukaan bumi. Massa benda diukur dengan perbandingan langsung dengan massa standar
dengan menggunakan timbangan.
b. Berat
Adalah jumlah tarikan,
dari bumi terhadap suatu benda. Karena besar
tarikan berubah karena perbedaan
jarak benda terhadap pusat bumi, maka berat benda juga akan berubah karena perubahan posisinya
di permukaan bumi. Jadi jelas bahwa berat adalah sebuah gaya.
Besar tarikan bumi dalam satuan Metriks,
pada level permukaan laut dan lintang
450, telah diambil sebagai satu satuan gaya dan disebut satu kilogram
gaya. Sayangnya satuannya sama dengan satuan massa.
Berat benda diukur dengan menggunakan timbangan pegas, yang akan
menunjukkan variasi tarikan pegas jika benda dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
Pada satuan CGS, satuan gaya adalah dyne. Satu dyne didefinisikan sebagai gaya, ketika bekerja pada massa satu gram, akan menghasilkan percepatan sebesar
1 cm/sec2 pada arah
gaya yang bekerja tersebut.
Demikian pula
dalam
satuan
MKS atau SI, satuan gaya disebut
Newton
(disingkat N). Satu Newton
didefinisikan sebagai gaya, ketika bekerja pada massa
satu kilogram, akan menghasilkan
percepatan 1 m/sec2 pada arah gaya yang bekerja tersebut.
1.1.2.2. Satuan Absolut dan Gravitasi dari Gaya
Dari penjelasan diatas, jika sebuah benda bergerak dengan
percepatan 9,81 m/sec2, gaya yang bekerja
pada benda tersebut
adalah 9,81 N. Tetapi kita tahu bahwa massa 1 kg yang mengalami
tarikan bumi dengan percepatan 9,81 m/sec2 adalah 1 kg-berat. Sehingga:
1 kg-berat = 9,81 N
dengan cara yang sama:
1 gm-berat = 981 dyne
Satuan gaya diatas yaitu kg-berat dan gm-berat (untuk kemudahan biasanya
ditulis hanya kg dan gm) disebut gravitasi atau satuan ahli teknik tentang gaya, sedangkan
Newton dan dyne disebut satuan absolut atau satuan saintific gaya.
Untuk membedakan satuan massa dengan berat, diperkenalkan massa benda dalam satuan yang baru yaitu Khurmi,
dimana 1 Khurmi adalah massa benda dalam kg dibagi
dengan percepatan gravitasi (g=9,81).
1.1.3. Hukum Newton Ketiga
Tentang
Gerak
Menyatakan
bahwa
“setiap aksi, selalu ada
reaksi yang sama besarnya
dan berlawanan arah”.
1.1.3.1. Kerja
Jika sebuah gaya bekerja pada sebuah benda dan benda mengalami
perpindahan, dikatakan bahwa telah dilakukan kerja. Contohnya,
jika sebuah gaya F bekerja pada sebuah benda sehingga menghasilkan perpindahan x pada arah gaya, kemudian kerja
yang dilakukan oleh gaya:
W = F . x
Satuan kerja bergantung pada satuan gaya dan perpindahan. Pada sistem MKS, satuan kerja adalah kilogram-meter (kg-m).
Dalam sistem SI, satuan kerja adalah
Newton- meter (N-m).
1.1.3.2. Daya
Adalah laju kerja atau kerja per satuan
waktu. Daya adalah pengukuran kinerja
suatu mesin, misalnya: sebuah mesin melakukan sejumlah kerja dalam satu detik akan dua kali lebih bertenaga
dari pada mesin yang mengerjakan kerja yang sama dalam dua
detik. Secara matematik Daya:
Daya = Kerja yang dilakukan
Waktu yang digunakan
Dalam sistem Metrik, satuan daya adalah daya kuda yang sama dengan 4500 kg-m per menit
atau 75 kg-m per detik. Dalam sistem SI, satuan daya adalah Watt, yaitu sama
dengan 1 N-m/s atau 1 J/s. Umumnya satuan daya yang lebih besar digunakan kilowatt
(kW) yaitu sama dengan 1000 W.
1.1.3.3. Energi
Energi didefinisikan
sebagai kapasitas untuk melakukan kerja.
Energi dijumpai dalam
berbagai bentuk, yaitu: mekanik, listrik, kimia,
panas, cahaya dsb. Energi mekanik terdiri dari:
1. Energi potensial.
2. Energi kinetik.
Energi potensial
dipunyai oleh benda untuk melakukan
kerja karena letaknya,
sedangkan energi kinetik ada karena massa dan
kecepatan.
1.1.3.4. Hukum Kekekalan Energi
Menyatakan bahwa
“energi tidak bisa dibuat atau dimusnahkan, namun bisa dirubah dari satu
bentuk
ke bentuk lainnya”.
1.2. Tekanan
Tekanan didefinisikan
sebagai gaya per satuan luas. Satuan tekanan bergantung
pada satuan gaya dan luas. Pada sistem
MKS, satuan tekanan yang digunakan adalah
kg/cm2 dan kg/m2. Kadang-kadang tekanan digunakan dengan satuan atmosfir dan
ditulis dengan ata. Dimana 1 ata = 1
kg/cm2.
Pada sistem
SI, satuan tekanan yang digunakan adalah N/mm2, N/m2, kN/m2, MN/m2 dsb.
Tetapi kadang-kadang satuan tekanan yang lebih besar (bar) digunakan
dimana:
1 bar = 1 X
105 N/m2
Kadang-kadang tekanan dinyatakan dengan satuan lain yang disebut
Pa (Pascal) dan kPa, dimana
1 Pa = 1 N/m2 dan 1 kPa = 1 kN/m2
1.2.1. Tekanan Gauge dan Tekanan Mutlak
Semua pengukur
tekanan (pressure
gauge)
akan
membaca
perbedaan
antara
tekanan aktual pada suatu sistem dengan tekanan atmosfir.
Bacaan yang diperoleh dari
pengukur tekanan dikenal sebagai tekanan
gauge, sedangkan tekanan aktual disebut tekanan absolut. Secara matematik:
Tekanan absolut = Tekanan gauge
+ Tekanan atmosfir.
Harga
tekanan atmosfir
diambil
1,033
kg/cm2 atau 1,01 bar absolut pada permukaan laut.
1.2.2. Temperatur
Temperatur adalah istilah yang penting dan didefinisikan sebagai derjat panas atau
tingkat intensitas panas suatu benda. Benda yang panas disebut mempunyai temperatur yang
lebih tinggi, sedangkan benda dingin
mempunyai temperatur yang lebih
rendah.
1.2.3. Pengukuran Temperatur
Temperatur suatu benda diukur dengan termometer. Berikut ini adalah dua skala
yang umum digunakan dalam mengukur temperatur suatu benda yaitu:
1. Skala Centigrade atau Celsius;
dan
2. Skala Fahrenheit.
Masing-masing skala ini didasarkan atas dua titik tetap yang dikenal dengan titik beku air atau titik es,
dan titik didih air atau titik uap.
1. Skala Centigrade
Skala ini umumnya digunakan oleh ahli teknik dan ilmuwan.
Titik beku air pada
skala ini ditandai dengan nol, dan titik didih air ditandai
dengan 100. Jarak antara
titik ini dibagi dengan 100 sehingga tiap satu jarak/garis
skala adalah satu derjat centigrade (ditulis dengan 0C).
2. Skala Fahrenheit
Pada skala ini, titik beku air ditandai dengan 32 dan titik didih ditandai dengan
212. Jarak antaranya dibagi 180 dan setiap jarak/garis skala mewakili satu derjat
Fahrenheit (ditulis
dengan 0F).
Hubungan antara skala Centigrade dengan Fahrenheit diberikan oleh rumus :
C/100 = (F - 32)/180
1.2.4. Temperatur Absolut
Jika harga temperatur digunakan dalam persamaan yang berhubungan dengan hukum-hukum fundamental,
maka harga temperatur yang digunakan
sebagai rujukan adalah nol sebenarnya atau nol mutlak.
Temperatur nol mutlak/absolut diambil pada harga -273 0C
atau
-460
0F. Temperatur yang diukur dari nol absolut ini disebut dengan temperatur
mutlak. Skala celsius mutlak disebut dengan derjat Kelvin (disingkat dengan 0K); sehingga
0K = 0C +
273. Skala absolut Fahrenheit disebut derjat Rankine (disingkat dengan 0R); dan 0R = 0F + 460.
1.3. Satuan Kalor
Jumlah panas/kalor diukur berdasarkan
kuantitas untuk menaikkan temperatur
dari massa air yang diketahui
sebesar
temperatur tertentu.
Satuan-satuan berikut
ini
biasanya digunakan untuk mengukur jumlah kalor:
1. Calori
Adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu gram air sebesar 1 0C. Satuan yang lebih besar dari calori adalah kilokalori (kcal), yaitu jumlah
kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu kilogram
air sebesar 1 0C.
Catatan : 1 kilocalori (kcal) = 1000 calori
2. Satuan kalor centigrade
Secara singkat ditulis
C.H U. (Centigrade Heat Unit), adalah jumlah kalor yang
diperlukan untuk menaikkan temperatur satu pound air sebesar 1 0C. Kita tahu bahwa:
1 pound = 453,6 gm
sehingga : 1 C.H.U = 3,6 calori
3. British Thermal
Unit
Atau
disingkat dengan B.Th.U. atau B.T.U., adalah jumlah kalor yang diperlukan
untuk menaikkan temperatur satu pound air sebesar
1 0F.
Catatan : 1. Satuan calori
kadang-kadang disebut gram calori (gm-cal) dan satuan
kalor centigrade disebut pound calori.
2. Pada sistem MKS, satuan kalor digunakan calori atau kilocalori (ditulis cal atau
kcal).
Secara matematik,
kalor yang diperlukan untuk menaikkan m kg
air sebesar T derjat kelvin
jika
kalor spesifik adalah c (dalam kcal/kg 0K):
Q
= mcT kcal
3.
Pada sistem SI, satuan kalor digunakan joule atau kilojoule (ditulis J atau kJ). Secara matematik, kalor yang diperlukan untuk menaikkan m kg
air sebesar T derjat kelvin jika
kalor spesifik
adalah
c (dalam kJ/kg 0K):
Q
= mcT kJ
1.3.1. Ekivalen Mekanik dari Kalor
Telah dibuktikan oleh Joule bahwa kalor dan energi mekanik bisa saling berpindah. Ia
mendapatkan dari eksperimen bahwa terdapat persamaan numerik
antara satuan kalor dan satuan kerja. Hubungan
ini
dituliskan dengan J (diambil dari nama Joule) dan
dikenal sebagai ekivalen Joule atau ekivalen
mekanik kalor.
Sesuai dengan persamaan ini:
1 kcal = 427 kg-m
(dalam satuan MKS)
Pada sistem SI, satuan kerja adalah Joule atau kiloJoule, dan satuan kalor juga
Joule atau kiloJoule, sehingga kita bisa secara
langsung mengkonversikan satuan kalor ke
satuan mekanikal dan sebaliknya.
1.3.2. Kalor Spesifik
Kalor
spesifik suatu zat secara luas didefinisikan sebagai
jumlah
kalor
yang diperlukan
untuk
menaikkan
temperatur
satu satuan massa suatu
zat
sebesar
10. Biasanya dinotasikan dengan c. Jika m kg suatu zat dengan
kalor spesifikc diperlukan
untuk menaikkan
temperatur sebesar
t0 C, maka:
Kalor yang diperlukan =
m.c.t kcal
Nilai rata-rata kalor
spesifik beberapa zat diberikan oleh tabel 1. Tabel
1. Harga kalor spesifik
beberapa zat.
Padatan
|
Kalor
Spesifik
|
Cairan
|
Kalors
Spesifik
|
Gas pada tekanan
atmosfir
|
Kalor
spesisifik
|
Baja Tembaga
Seng Mercury Batubara
Arang
|
0,117
0,097
0,093
0,033
0,241
0,200
|
Air Es Uap
Minyak Bensin
Alkohol
Minyak parafin
|
1,000
0,594
0,500
0,434
0,600
0,511
|
Udara
Karbon Dioksida
Nitrogen
Oksigen
|
0,237
0,198
0,241
0,221
|
1.3.3. Kapasitas Kalor
Kapasitas
kalor sebuah zat bisa didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikkan seluruh massa zat sebesar 10. Secara matematik:
Kapasitas kalor = m.c kalori
dimana, m = massa zat dalam gram
c = kalor spesifik zat
1.3.4. Ekivalen Air
Ekivalensi air suatu zat bisa didefinisikan sebagai jumlah air, yang memerlukan jumlah kalor yang sama ketika suatu zat dinaikkan temperaturnya
sebesar 10. Secara
matematik:
Ekivalensi air suatu zat = m.s gram
dimana, m = massa zat
s = kalor spesifik zat
1.4. Sistem Thermodinamika
Sistem
termodinamika secara luas bisa didefinisikan
sebagai
luas
atau
ruang tertentu dimana proses termodinamika
terjadi. Atau adalah suatu daerah dimana perhatian kita difokuskan dalam mempelajari proses termodinamika. Sedikit observasi akan memperlihatkan bahwa sistem termodinamika mempunyai batas sistem, dan segala sesuatu yang ada di luar batas sistem disebut lingkungan. Batas sistem ini bisa saja berupa batas tetap seperti pada tangki yang berisi gas yang terkompresi, atau batas bergerak seperti
yang dijumpai pada sejumlah
volume cairan di dalam saluran pipa.
1.4.1. Klasifikasi Sistem Thermodinamika
Sistem termodinamika
bisa diklasifikasikan ke dalam
tiga kelompok:
1. Sistem tertutup; 2. Sistem terbuka; dan 3. Sistem terisolasi.
1.4.1.1. Sistem tertutup.
Merupakan sistem massa
tetap dan identitas
batas sistem ditentukan oleh ruang zat yang
menempatinya. Sistem tertutup
ditunjukkan oleh gambar 1. Gas di dalam silinder
dianggap sebagai
suatu sistem. Jika
panas diberikan ke silinder dari sumber
luar, temperatur gas akan naik dan piston bergerak ke atas.
Gambar 1.1. Sistem termodinamika tertutup.
Ketika piston
naik, batas sistem
bergerak. Dengan kata lain, panas
dan
kerja
melewati batas sistem selama proses, tetapi tidak ada terjadi penambahan atau pengurangan massa zat.
1.4.1.2. Sistem terbuka
Pada
sistem ini, zat melewati
batas sistem. Panas dan kerja bisa juga melewati batas
sistem. Gambar 2 menunjukkan
diagram sebuah kompresor udara yang menggambarkan sistem terbuka ini.
Gambar 1.2. Sistem termodinamika terbuka.
Zat yang melewati batas sistem adalah udara bertekanan rendah (L.P) yang memasuki
kompresor dan udara bertekanan tinggi (H.P) yang meninggalkan kompresor. Kerja melewati
batas sistem melalui
poros penggerak dan panas ditransfer melewati batas sistem melalui dinding silinder.
1.4.1.3. Sistem terisolasi
Adalah sebuah sistem yang sama sekali tidak
dipengaruhi oleh lingkungannya.
Sistem ini massanya tetap dan tidak ada panas atau kerja
yang melewati batas sistem.
1.5. Sifat-Sifat Sistem
Keadaan sistem
bisa diidentifikasi
atau diterangkan dengan
besaran yang bisa diobservasi seperti volume, temperatur,
tekanan, kerapatan dan sebagainya. Semua
besaran yang mengidentifikasi keadaan sistem
disebut sifat-sifat sistem.
1.5.1. Klasifikasi Sifat-Sifat Sistem
Sifat-sifat termodinamika bisa dibagi atas dua kelompok
umum:
1. Sifat ekstensif, dan
2. Sifat intensif.
1.5.1.1. Sifat ekstensif
Besaran sifat dari sistem dibagi ke dalam beberapa bagian. Sifat sistem, yang harga untuk keseluruhan sistem merupakan jumlah dari harga
komponen-komponen individu sistem tersebut, disebut
sifat ekstensif. Contohnya, volume total,
massa total, dan energi
total sistem adalah sifat-sifat ekstensif.
1.5.1.2. Sifat intensif
Perhatikan bahwa temperatur sistem bukanlah jumlah
dari temperatur-temperatur
bagian sistem. Begitu juga dengan tekanan dan kerapatan sistem. Sifat-sifat seperti temperatur, tekanan dan kerapatan ini disebut sifat intensif.
1.6. Keseimbangan Thermal
Misalkan dua benda yang berasal dari material yang sama atau berbeda, yang satu panas, dan lainnya dingin. Ketika benda ini ditemukan,
benda yang panas menjadi lebih
dingin dan benda yang dingin menjadi
lebih panas. Jika kedua benda ini dibiarkan bersinggungan untuk
beberapa
lama,
akan
tercapai
keadaan
dimana tidak
ada
perubahan yang bisa diamati
terhadap sifat-sifat kedua benda tersebut. Keadaan ini
disebut keadaan kesetimbangan
termal, dan kedua benda akan mempunyai temperatur
yang sama.
1.7. Hukum Thermodinamika
Berikut ini ada tiga hukum termodinamika yang penting untuk diketahui:
1. Hukum thermodinamika ke Nol;
2. Hukum thermodinamika ke Satu
dan
3. Hukum thermodinamika ke Dua.
1.7.1. Hukum Thermodinamika ke nol
Hukum ini berbunyi: “Jika dua benda berada dalam kondisi kesetimbangan termal dengan benda ketiga, maka benda-benda tersebut
berada dalam kesetimbangan termal satu sama lainnya”.
1.7.2. Hukum Thermodinamika Ke Satu
Hukum ini berbunyi: “Kalor dan kerja mekanik
adalah bisa saling tukar”. Sesuai
dengan hukum ini, maka sejumlah kerja mekanik dibutuhkan
untuk menghasilkan
sejumlah kalor, dan sebaliknya.
Hukum ini bisa juga dinyatakan sebagai:
“Energi
tidak bisa dibuat atau dimusnahkan, namun bisa dirubah
dari satu bentuk ke bentuk lainnya”.
Sesuai dengan hukum ini, energi yang diberikan oleh kalor mesti sama dengan kerja eksternal
yang
dilakukan ditambah dengan perolehan energi dalam karena
kenaikan
temperatur.
Secara matematik:
Q =
ΔU +W
dimana, Q = kalor yang dipindahkan
ΔU = perubahan
energi dalam
W = kerja yang dilakukan dalam satuan kalor
Persamaan di
atas bisa juga ditulis dalam bentuk diferensial:
dQ = dU + dW
1.7.3. Hukum Thermodinamika ke Dua
Hukum ini berbunyi: “Ada batas tertentu dari jumlah energi mekanik, yang diperoleh dari sejumlah energi panas”.
Hukum
termodinamika ini telah dinyatakan oleh Claussius dalam bentuk yang sedikit berbeda: “adalah tidak
mungkin bagi mesin yang bekerja sendiri
bekerja dalam proses
siklik, untuk mentransfer panas dari benda
dengan temperatur lebih rendah ke benda dengan temperatur yang lebih tinggi, tanpa
adanya bantuan pihak luar”. Atau dengan kata lain, panas tidak bisa mengalir
dengan sendirinya dari benda dingin ke benda panas
tanpa bantuan pihak
eksternal.
Hukum
ini
juga
dinyatakan
oleh
Kelvin-Planck
sebagai: “adalah tidak mungkin membuat mesin yang bekerja dalam proses siklik
yang tujuan tunggalnya untuk mengkonversi energi panas ke energi kerja”.
Dengan kata lain, tidak ada mesin panas
sebenarnya, bekerja dalam proses siklik, bisa merubah energi panas yang diberikan
menjadi kerja mekanik. Artinya
terjadi penurunan energi dalam proses menghasilkan
kerja mekanik dari panas. Berdasarkan pernyataan
ini,
hukum kedua termodinamika
kadang-kadang disebut sebagai hukum degradasi energi.
BAB II
SIFAT-SIFAT GAS SEMPURNA
Gas sempurna (atau gas ideal) bisa didefinisikan
sebagai suatu keadaan zat, yang penguapannya dari kondisi cair berlangsung
sempurna. Oksigen, nitrogen, hidrogen dan udara, pada batas temperatur tertentu,
bisa juga disebut sebagai gas sempurna.
2.1. Hukum Gas Sempurna
Sifat fisik gas dikontrol oleh tiga variabel berikut:
1. Tekanan yang digunakan oleh gas.
2. Volume yang ditempati oleh gas.
3. Temperatur gas.
Sifat-sifat gas sempurna sempurna,
yang
mengalami perubahan pada variabel-
variabel yang disebutkan di atas, akan mengikuti hukum-hukum
berikut (diperoleh dari eksperimen):
1. Hukum Boyle.
2. Hukum Charles,
dan
3. Hukum Gay-Lussac.
2.1.1. Hukum Boyle
Hukum ini diformulasikan oleh Robert Boyle pada tahun 1662. Hukum ini berbunyi,
”Tekanan mutlak suatu massa dari gas sempurna berubah secara berbanding terbalik
terhadap volumenya, jika temperaturnya tetap”. Secara matematik
bisa ditulis:
p ∝ 1/v
atau
pv = konstan
Bentuk yang lebih berguna dari persamaan di atas adalah:
p1v1 =
p2v2 =
p3v3 =
.... = konstan
dimana notasi 1,
2 dan 3 mengacu kepada kondisi yang berbeda.
2.1.2. Hukum Charles
Hukum ini dirumuskan oleh warga negara Perancis bernama Jacques A.C. Charles pada
tahun 1787. Hukum ini dinyatakan dalam dua bentuk:
1.
“Volume suatu massa gas sempurna berubah dengan
berbanding langsung dengan temperatur mutlak, jika tekanan mutlaknya konstan” . Secara matematik:
v ∝ T atau v/T = konstan
atau
v1/T1 = v2/T2 = v3/T3 = Konstan
dimana notasi 1,
2 dan 3 mengacu kepada kondisi yang berbeda.
2. ”Semua gas sempurna akan menagalami
perubahan volume sebesar 1/273 dari
volume awalnya pada 00C untuk setiap perubahan temperatur sebesar 10 C, jika tekanan konstan”.
Misalkan, v0 =
volume massa gas pada 00 C,
dan
vt = volume massa gas yang sama pada t0 C
maka, sesuai dengan pernyataan di atas,
vt = vo + (1/273) vo . t = vo [(273 + t)/273] = vo . (T/To)
atau
Vt/T = Vo/To
dimana, T = temperatur mutlak dari t0 C
T0 = temperatur mutlak
dari 00 C
Terlihat bahwa volume gas akan mengalami penurunan sebesar 1/273 dari volume
awalnya pada setiap penurunan temperatur 10 C. Maka pada temperatur -2730 C, volume gas akan nol.1 Temperatur pada volume gas nol disebut temperatur nol mutlak.
2.1.3. Hukum Gay-Lussac
Hukum ini berbunyi: ”Tekanan mutlak dari suatu massa gas sempurna berubah berbanding langsung dengan temperatur,
jika volumenya konstan”. Secara matematik:
p ∝ T atau p/T = konstan
atau
p1/T1 = p2/T2 = p3/T3 = Konstan
dimana notasi 1, 2 dan 3 mengacu kepada kondisi yang berbeda.
2.2. Persamaan Gas Umum
Pada bagian sebelumnya,
telah dibicarakan tentang hukum
gas dimana memberikan kita hubungan antara dua variabel, ketika variabel ketiga konstan. Dalam kondisi sebenarnya,
ketiga variabel yaitu: tekanan, volume dan temperatur, berubah
secara bersamaan. Untuk menyatakan
kondisi ini, kedua hukum Boyle dan Charles digabung, dan memberikan persamaan gas umum.
Berdasarkan hukum Boyle :
p ∝ 1
v
atau
v ∝ 1
p
dan berdasarkan hukum Charles :
v ∝ T
Terlihat bahwa
v ∝ T
p
∴ pv ∝ T atau pv = CT
dimana C adalah konstanta, yang harganya tergantung pada massa dan sifat dari gas yang bersangkutan.
Bentuk yang lebih berguna dari persamaan di atas adalah :
(p1.v1)/T1 = (p2.v2)/T2 = (p3.v3)/T3 = Konstan
dimana notasi 1,
2 dan 3 mengacu kepada kondisi yang berbeda.
2.3. Hukum Joule
Berbunyi ”Perubahan energi dalam dari gas sempurna berbanding langsung dengan temperatur.” Secara matematik:
dU ∝ dT = m. C dT
dimana, m = massa gas
C = konstanta proporsionalitas, dikenal
dengan kalor/panas spesifik.
2.4. Persamaan Karakteristik Gas
Adalah modifikasi dari persamaan
gas umum. Jika volume (v) pada persamaan gas umum dinyatakan dalam
per
1
kg
gas
(disebut dengan volume spesifik, dan dilambangkan dengan vs) maka konstanta
C (pada
persamaan gas umum) bisa diwakili dengan konstanta lain R ( pada persamaan karakteristik gas). Sehingga persamaan gas
umum bisa ditulis ulang sebagai:
p.vs = RT
disini R disebut konstanta gas karakteristik atau
secara sederhana disebut konstanta gas.
Untuk sembarang massa m kg,
persamaan gas karakteristik
menjadi:
m.p.vs = mRT
p.v = mRT (Q m.vs = v)
Catatan:
1. Satuan konstanta gas (R) bisa diperoleh sebagai
berikut:
2 3
R = pv = kg/m Xm = kg m per kg 0 K
mT kgX
0 K
2. Pada
satuan S.I., tekanan
dalam N/m2, sehingga:
R = Nm per
kg 0K = J/kg 0K (Q Nm =
J)
3. Harga konstanta
gas (R) berbeda untuk gas yang berbeda. Harganya pada udara atmosfir diambil
29,27
kgm/kg 0K
(atau 287 J/kg 0K atau 0,287 kJ/kg 0K).
4. Persamaan pv =
mRT bisa juga dinyatakan
dalam bentuk lain,
yaitu:
p = m RT = ρRT
v
(Q m/v = ρ)
dimana ρ adalah
kerapatan gas yang
bersangkutan.
2.4. Hukum Avogadro
2.4. Hukum Avogadro
Hukum ini berbunyi: ”volume yang sama dari gas-gas, pada temperatur dan tekanan yang sama, mengandung jumlah molekul
yang sama”.
Maka, sesuai dengan
hukum Avogadro, 1 m3 oksigen
(O2) akan mempunyai jumlah
molekul yang sama dengan 1 m3 hidrogen (H2) jika temperatur dan tekanannya sama. Pembuktian menunjukkan bahwa karena berat molekul hidrogen adalah 2 dan oksigen adalah 16, sehingga molekul oksigen mempunyai berat 32/2 = 16 kali berat molekul
hidrogen. Karena 1 m3 kedua gas ini mempunyai jumlah molekul yang sama, dan berat molekul oksigen 16 kali dari berat molekul hidrogen, kerapatan
(atau berat spesifik)
oksigen adalah 16 kali dari kerapatan
hidrogen. Maka, hukum Avogadro menunjukkan bahwa kerapatan dua gas berbanding lurus dengan berat molekulnya,
jika gas berada pada temperatur
dan tekanan yang sama.
Berat spesifik oksigen pada Normal Temperature and Pressure (disingkat N.T.P)
yaitu pada 00 C
dan 1,0332 kg/cm2 absolut adalah 1,429 kg/m3.
∴ Volume spesifik oksigen (pada 1 kg) pada NTP,
vs = (1/4,29) m 3 /kg
dan volume 32
kg (atau 1 kg molekul,1 kg mol) :
= 1 x 32 = 22,4 m 3
1,429
Dengan cara yang sama bisa dibuktikan bahwa volume
1 kg mol sembarang gas pada
NTP adalah 22,4 m3.
Catatan: 1
gm
mol (berat molekul dinyatakan dalam gm) dari semua gas akan menempati
volume
22,4 liter pada NTP.
Harga berat molekul dari beberapa gas diberikan berikut ini:
No.
|
Gas
|
Berat molekul
|
No.
|
Gas
|
Berat
Molekul
|
1.
2.
3.
4.
|
Hidrogen (H2)
Oksigen (O2) Nitrogen (N2)
Karbon monoksida (CO)
|
2
32
28
28
|
5.
6.
7.
8.
|
Karbon dioksida (CO2)
Metana (CH4) Asetilen (C2H3)
Sulfur dioksida (SO2)
|
44
16
26
64
|
2.5. Konstanta Gas Universal atau Konstanta Molar
Konstanta
gas universal atau konstanta molar dari gas (biasanya dilambangkan dengan Ru) adalah produk konstanta gas dan berat molekul gas. Secara matematik:
Ru = M R
Dimana, M = berat molekul
gas yang dinyatakan dengan gm (yaitu gm-mol)
atau kg (yaitu kg-mol)*
R = konstanta gas
Secara umum,
jika M1, M2, M3 dst, adalah berat molekul
dari gas yang berbeda dan R1, R2,
R3 dst, masing-masing adalah konstanta gas tersebut,
maka:
M1R1 = M2R2 = M3R3 ... = Ru
Catatan: 1. Harga
Ru sama
untuk semua gas.
2. Harganya
adalah 848 kg-m/kg
mol/K dalam MKS
atau 8314 J/kg mol/K dalam SI.
3. Persamaan karakteristik gas (yaitu: pv = RT) bisa ditulis dalam bentuk
berat molekul yaitu:
pv = MRT
2.6. Kalor Spesifik Gas
Kalor spesaifik suatu zat secara umum didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur per satuan massanya sebesar
10 C.
Semua cairan dan padatan hanya mempunyai satu harga kalor spesifik.
Tetapi gas bisa mempunyai banyak kalor spesifik. (antara nol sampai tak berhingga) tergantung pada
kondisi, dimana ia dipanaskan.
Dua kalor spesifik
berikut adalah yang penting di dalam termodinamika:
1. Kalor spesifik pada volume konstan.
2. Kalor spesifik pada tekanan konstan.
2.7. Kalor Spesifik Pada Volume Konstan
Adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu satuan massa
gas sebesar 10 C,
jika dipanaskan pada volume konstan. Umumnya dilambangkan
dengan Cv atau
Kv.
Gambar 2.1. Kalor Diberikan Pada Volume Tetap.
Misalkan sebuah gas diisikan
pada sebuah kotak
dengan tutup yang tetap seperti ditunjukkan gambar.
Jika sekarang kotak dipanaskan, maka temperatur
dan tekanan gas dalam kotak akan naik. Karena tutup kotak
tetap, maka volume gas tidak berubah.
Kalor total yang diberikan ke gas pada
volume tetap adalah:
Q = massa X kalor spesifik
pada vol. Konstan X
kenaikan teperatur
= m Cv (T2 – T1)
dimana, m = massa gas
T1 = temperatur awal gas
T2 = temperatur akhir gas
Jika gas dipanaskan pada volume konstan, tidak ada kerja yang dilakukan. Semua
energi kalor digunakan untuk
menaikkan temperatur dan tekanan
gas. Dengan kata lain,
semua kalor yang diberikan ada pada gas, dan menaikkan energi dalam gas.
2.8. Kalor Spesifik Pada Tekanan Konstan
Adalah
jumlah
kalor yang diperlukan untuk
menaikkan temperatursatu satuan
massa gas sebesar 10 C, jika dipanaskan pada tekanan konstan. Biasanya dilambangkan dengan Cp atau Kp.
Gambar 2.2. Kalor diberikan pada tekanan tetap.
Misalkan
sebuah gas diisikan pada sebuah kotak
dengan tutup yang bergerak seperti ditunjukkan gambar.
Jika sekarang kotak dipanaskan, maka temperatur
dan tekanan gas dalam kotak akan naik. Karena tutup kotak
bisa bergerak, maka ia akan naik ke atas, untuk mengatasi kenaikan tekanan.
Kalor total
yang
diberikan ke gas pada tekanan tetap adalah:
Q = massa X kalor spesifik
pada tekanan konstan X kenaikan temperatur
= m Cp (T2 – T1)
dimana, m = massa gas
T1 = temperatur awal gas
T2 = temperatur akhir gas
Jika gas dipanaskan pada tekanan konstan, kalor yang
diberikan ke gas dimanfaatkan untuk
dua hal berikut:
1.
Untuk menaikkan temperatur gas. Kalor ini berada pada gas, dan mengakibatkan kenaikan energi dalam. Secara matematis, bagian kalor ini dirumuskan:
Q1 = m.Cv.(T2 – T1)
2.
Untuk melakukan kerja luar/eksternal selama
ekspansi. Secara matematis, ditulis:
Q2 =
p(v2 – v1) (dalam kalor mekanik)
Q2 = p(v2 – v1) / J (dalam satuan kalor)
Terlihat bahwa kalor spesifik pada
tekanan konstan lebih tinggi dari pada kalor spesifik pada volume konstan.
Catatan: 1. kerja luar yang dilakukan bisa
juga dinyatakan
dengan :
W = p(v2 – v1) / J = (pv2 – pv1) / J
= mR(T2 − T1 )/J
2. Dalam satuan S.I., persamaan di atas menjadi:
W = p(v2 − v1 ) = mR(T2 − T1 )
2.9. Hubungan Antar Kalor Spesifik
Misalkan sebuah kotak dipanaskan pada tekanan konstan. Dan notasi sebagai berikut:
m = massa gas
T1 = temperatur mutlak awal gas T2 = temperatur absolut akhir gas v1= volume awal
gas
v2 = volume akhir gas
Cp = kalor spesifik pada tekanan konstan
Cv = kalor spesifik pada volume konstan
p = tekanan konstan
Kita tahu bahwa kalor yang diberikan ke gas pada
tekanan konstan:
Q = m Cp (T2 – T1)
• Kalor yang digunakan untuk kerja
luar:
W = p(v2 – v1) / J ....( i )
dan kenaikan energi dalam:
ΔU = m Cv (T2 – T1) ... (ii)
Kita
tahu bahwa :
Q =W+ ΔU .... (iii)
Sehingga:
m Cp (T2 – T1) = p(v2 – v1) / J + m Cv (T2 – T1) …(iv)
Dengan menggunakan persamaan gas (pv = mRT), maka :
pv1 = mRT1
pv2 = mRT2
∴ p(v1-v2) = mR (T2 – T1)
Substitusikan harga p(v2 – v1) pada persamaan (iv):
m Cp (T2 – T1) = mR (T2 – T1) /J + m Cv (T2 – T1)
Cp = R/J + Cv ... (v)
atau
Cp - Cv = R/J ... (vi)
Persamaan di atas bisa ditulis
dengan :
Cp - Cv = R/J
Cv (γ − 1) = R/J dimana : γ = Cp /Cv
Cv = R/J (γ − 1) ... (vii)
Catatan :
1. Adalah hasil penting, membuktikan bahwa karakteristik
konstanta gas adalah
sama
dengan perbedaan kedua kalor spesifik.
2. Dalam S.I. persamaan di atas
menjadi :
Cv = R/(γ − 1)
dimana R adalah konstanta gas, dan
nilainya diambil 0,287
kJ/kg 0K.
2.10. Rasio Kalor Spesifik
Rasio dua kalor spesifik
(yaitu Cp/Cv) dari gas adalah
konstanta penting di dalam termodinamika dan dilambangkan dengan
γ. Rasio
ini
dikenal juga
dengan indeks
adiabatis. Karena Cp selalu lebih besar dari Cv , harga γ selalu lebih besar dari satu.
Seperti telah ditulis
sebelumnya bahwa :
Cv = R/J + Cv
Cp/Cv = 1 + R/J.Cv
γ = 1 + R/J.Cv
Dalam satuan SI ditulis :
γ = 1 + R/Cv
Harga Cv dan Cp untuk beberapa gas pada temperatur antara
150 sampai 200 diberikan oleh tabel berikut:
Cp
Satuan
Satuan
SI MKS kJ/kg 0K Kcal/kg 0K
|
Cv
Satuan MKS Kcal/kg 0K
|
Satuan
SI
γ =
Cp/Cv
kJ/kg 0K
|
||||
No.
|
Nama gas
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Udara
Karbon dioksida (CO2) Oksigen (O2)
Nitrogen (N2) Amonia (NH3)
Karbon monoksida (CO) Hidrogen (H2)
Argon (A)
Helium (He)
Metana (CH4)
|
0,240
0,202
0,218
0,249
0,520
0,250
3,405
0,125
1,250
0,518
|
1,005
0,846
0,913
1,043
2,177
1,047
14,257
0,523
5,234
2,169
|
0,172
0,157
0,156
0,178
0,404
0,179
2,420
0,075
0,753
0,394
|
0,720
0,657
0,653
0,745
1,692
0,749
10,133
0,314
3,153
1,650
|
1,40
1,29
1,39
1,40
1,29
1,40
1,40
1,67
1,66
1,31
|
2.11. Enthalpi
Fungsi termodnamika khusus
diperkenalkan untuk kemudahan. Fungsi tersebut
yang paling sederhana adalah
enthalpi, H, dan didefinisikan dengan:
H = U + PV
Jika terjadi
perubahan pada sistem, perubahan enthalpi:
dH = dU + d (PV)
Fungsi termodnamika khusus
diperkenalkan untuk kemudahan. Fungsi tersebut
yang paling sederhana adalah
enthalpi, H, dan didefinisikan dengan:
H = U + PV
Jika terjadi
perubahan pada sistem, perubahan enthalpi:
dH = dU + d(PV)
BAB III
PROSES TERMODINAMIKA
GAS SEMPURNA
Proses pemanasan dan ekspansi gas secara umum
bisa didefinisikan sebagai proses termodinamika. Dari pengamatan, sebagai
hasil dari aliran
energi, perubahan terjadi pada berbagai sifat gas seperti tekanan, volume, temperatur,
energi spesifik, enthalpi spesifik,
dsb. Proses termodinamika bisa terjadi dalam berbagai keadaan,
tetapi proses-proses berikut adalah beberapa dari proses termodinamika yang penting.
1. Proses volume konstan.
2. Proses
tekanan konstan.
3. Proses
hiperbolik.
4. Proses
isothermal (proses temperatur konstan).
5. Proses
adiabatik atau proses isentropik.
6. Proses
politropik.
7. Proses
ekspansi bebas.
8. Proses
Throttling.
Catatan : 1. Proses yang disebutkan di atas juga bisa diaplikasikan pada proses pendinginan dan kompresi gas. Pendinginan merupakan pemanasan negatif, dan kompresi
adalah ekspansi negatif.
2. Dalam proses termodinamika, salah satu hal yang ingin diketahui adalah mencari jumlah kerja yang
dilakukan selama proses.
3.1. Proses Volume Konstan
Seperti telah disebutkan
sebelumnya bahwa gas yang dipanaskan pada volume
konstan, temperatur dan tekanannya akan
naik. Karena tidak ada perubahan volume,
maka tidak ada kerja yang dilakukan oleh gas.
Semua panas yang diberikan
disimpan di dalam molekul gas dalam bentuk energi
dalam. Perlu di catat bahwa proses ini diatur
oleh hukum Gay Lussac.
Gambar 3.1. Proses volume konstan.
Seandainya
ada m kg gas yang dipanaskan
pada volume konstan dari temperatur
awal T1 ke temperatur akhir T2. Proses ini ditunjukkan oleh diagram
p-v pada gambar 1.
Kita tahu bahwa:
Q = ΔU + W
Atau :
Q = ΔU (karena W = 0)
Persamaan energi dalam adalah:
Q = ΔU (karena W = 0)
Persamaan energi dalam adalah:
ΔU = m.Cv (T2 – T1)
Jadi kalor yang diberikan:
Q =ΔU = m.Cv (T2 – T1)
3.2. Proses Tekanan Konstan
Ketika gas dipanaskan pada tekanan konstan, temperatur
dan volumenya akan meningkat.
Karena ada perubahan volume, kalor yang diberikan dimanfaatkan
untuk menaikkan energi dalam gas, dan juga untuk melakukan kerja
luar. Perlu dicatat bahwa
proses ini mengikuti hukum
Charles.
Gambar 2.
Proses tekanan konstan.
Seandainya
ada m kg gas yang dipanaskan pada tekanan konstan dari temperatur
awal T1 ke temperatur akhir T2. Proses ini ditunjukkan oleh diagram
p-v pada gambar 2.
Kita tahu bahwa kalor yang diberikan ke gas pada
tekanan konstan:
Q = m.Cp (T2 – T1)
Kenaikan energi dalam
adalah:
ΔU = m.Cv (T2 – T1)
Dan kerja yang dilakukan selama proses:
W = luas daerah di bawah garis 1-2
W = p(v2–v1) (dalam
satuan kerja)
W = [p(v2–v1)]/J (dalam satuan kalor)
W =[pv2 – pv1)]/J = [ mRT2 − mRT1 ]/J
= [mR(T2 −T1 )]/J
(dalam satuan kalor)
Catatan: Jika gas didinginkan
pada tekanan konstan, maka akan berupa kompresi. Jelas bahwa selama pendinginan, temperatur dan volume berkurang dan kerja dikatakan ’dilakukan pada gas’. Dalam hal ini, kalor yang dilepaskan oleh gas:
Q =
m.Cp (T1 – T2)
Penurunan energi dalam adalah:
0Awesome Comments!