LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT
PROGRAM INTERNAL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS JAYABAYA
SEMESTER GANJIL 2012/2013
Oleh :
Ir. Rudy Yulianto, MT
Drs. Achmad Dahlan, M. Si
Ir. Iwan Setiono, MT
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS JAYABAYA JAKARTA
2012
Judul Kegiatan : PENYULUHAN/PELATIHAN PEMBUATAN ALAT PENGUBAH BAHAN LIMBAH SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR ALTERNATIF
Ketua Pelaksana Kegiatan :
- Nama : Ir. Rudy Yulianto, M.T
- Tempat/tanggal lahir : Boyolali, 20 Juli 1968
- Jenis Kelamin : Laki-Laki
- Jabatan/Pangkat Akademik : Asisten Ahli
- Jurusan/Program studi : Teknik Mesin
- Fakultas : Teknologi Industri
Nama Anggota Pelaksana :
- Staf Pengajar : 1. Drs. Achmad Dahlan, M.Si
2. Ir. Iwan Setiono, M.T
- Tenaga Pembantu : Septian
Peserta (khalayak Sasaran) : Masyarakat Desa Sukamanah Cisaat Sukabumi, Jawa Barat
Jumlah Peserta : 50 orang
Lama Kegiatan : 2 hari
Jakarta, 14 Desember 2012
Menyetujui :
Ketua Program T. Mesin D-3 Ketua Pelaksana
Ir. Iwan Setiono, M.T Ir. Rudy Yulianto, M.T
Mengetahui :
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Ir. H. Sulaeman Manggung, M.Si
KATA PENGANTAR
Dengan mahalnya bahan bakar baik Premium, Solar, Pertamax dan Pertamax Plus, maka kami bersama Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya mengadakan Pengabdian Masyarakat ke Desa Sukamanah Cisaat Sukabumi, Jawa Barat dengan Tema “Penyuluhan dan Pelatihan PembuatanAlat Pengubah Bahan Limbah Sebagai PenghasilBahan Bakar Alternatif”.
Perlu disadari bahwa setiap individu mempunyai andil dalam hal ini, karena masyarakat merupakan produsen sampah terutama sampah organik. Solusinya adalah secara bersama-sampah mengolah sampah organik berupa gelas plastik bekas aqua dan sejenisnya, plastik kresek bekas belanja, karet bekas ban dalam motor atau mobil, dan sebagainya.
Desa Sukamanah merupakaan wilayah perkebunan yang masih minus pemberdayaan sumber daya alam dan pembinaan dari lembaga terkait. Tanggal 14 November 2012, kami dan Tim dari FTI-UJ telah melakukan kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat melalui Penyuluhan dan Pelatihan seperti telah disebutkan dalam Tema.
Demikian laporan Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakt ini, sebagai manifestasi pemberdayaan masyarakat dan Tri Darma Perguruan Tinggi untuk kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil minyak bumi di dunia, namun saat ini masih mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari negara lain untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi. Kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberi dampak yang besar pada perekonomian nasional, terutama dengan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM secara langsung berakibat pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan pembangkit tenaga listrik. Dalam jangka panjang, impor BBM ini akan mendominasi penyediaan energi nasional, apabila tidak ada kebijakan pemerintah untuk melaksanakan penganekaragaman energi terbarukan maupun energi bahan bakar alternatif.
Oleh karena itu kami dengan Tim Pengabdian Pada Masyarakat dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya mengajak maupun berbagi pengalaman kepada masyarakat Desa Sukamanah Cisaat Sukabumi, Jawa Barat ini dalam mengurangi ketergantungan pada BBM dengan cara membuat Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif. Adapun bahan limbah yang dapat diubah menjadi bahan bakar dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari berupa gelas plastik Aqua dan sejenisnya, plastik kresek bekas belanja, karet bekas ban dalam motor atau mobil, dan sebagainya.
BAB II
TUJUAN, TARGET LUARAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
2.1. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dengan program ini adalah :
- Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pemanfaat limbah (daur ulang) yang ada di lingkungan sekitar kita.
- Melatih masyarakat tentang pembuatan alat pengubah bahan limbah sebagai bahan bakar alternatif, berupa gelas plastik bekas Aqua dan sejenisnya, plastik kresek bekas belanja, karet bekas ban dalam motor atau mobil, dan sebagainya.
- Membentuk unit usaha (kecil dan rumah tangga) sebagai penghasil bahan bakar alternatif.
2.2. Target Luaran
Target luaran adalah alat pengubahan bahan limbah sebagai bahan bakar alternatif yang efektif dan efisien.
2.3. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah :
- Masyarakat secara mandiri mampu membuat bahan bakar alternatif.
- Masyarakat dapat membentuk unit usaha (kecil atau rumah tangga) sebagai bahan penghasil bahan bakar alternatif.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Tempat Pelaksanaan
Desa Sukamanah Cisaat Sukabumi, Jawa Barat.
3.2. Waktu Pelaksanaan
Tanggal 14 November 2012 dengan jangka waktu penyuluhan dan pelatihan 2 (dua) sesi.
Metodologi yang dilakukan adalah :
- Pemberian Materi (Penyuluhan)
- Dialog dan Diskusi
- Pelatihan Pembuatan Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif.
Bahan limbah yang harus dikelola tersebut merupakan limbah yang berasal dari rumah tangga dan lingkungan. Pengelolaan Bahan limbah rumah tangga meliputi kegiatan penguraian, pemilahan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan menjadi bahan bakar alternatif.
3.3. Pelaksanaan Kegiatan
Tanggal 14 November 2012
Pukul Kegiatan Nara Sumber
10.00 – 10.30 Pembukaan dan Sambutan Panitia
10.30 – 12.00 Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi Achmad Dahlan
12.00 – 13.00 ISHOMA
13.00 – 14.00 Bahan Limbah Plastik dan Pengolahannya Rudy Yulianto
14.00 – 15.00 Bahan Limbah Karet dan
Pengolahannya Iwan Setiono
15.00 – 16.00 Pengujian dan Percobaaan Alat
Pengubah Bahan Limbah Sebagai
Bahan Bakar alternatif Tim
16.00 – 16.30 Break Sore
16.30 – 17.00 Penutupan
3.4. Pelaksana Kegiatan
- Drs. Achmad Dahlan, M. Si (Praktisi)
- Ir. Rudy Yulianto, MT (Akademisi)
- Ir. Iwan Setiono, MT (Akademisi)
3.5. Analisa Kegiatan
Pada Pelaksanaan Penyuluhan dan Pelatihan ini, peserta yang hadir sebanyak 50 orang yang terdiri daari tokoh masyarakat, pemuda dan komponen masyarakat lainnya.
Selama Penyuluhan dan Pelatihan berlangsung, terlihat bahwa antusias peserta cukup tinggi, karena materi yang disajikan dirasa sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Bahkan beberapa sesepuh (kaum tua) setempat teringat masa-masa lalu (jaman penjajahan), dimana pada masa itu pemanfaat bahan bakar bekas berupa karet ban dalam motor dan mobil digunakan untuk membuat bahan bakar minyak sentir dan minyak semprong.
Antusias warga yang mengikuti Pennyuluhan dan Pelatihan ini terlihat juga dari tingkat keaktifan peserta dalam menanggapi dan penyampaikan harapan, serta keinginan mereka tentang tindak lanjut kegitan serupa dikemudian hari pada saat sesi diskusi berlangsung.
Terkait dengan potensi wilayah, di desa Sukamanah terdapat area perkebunan teh seluas ± 1000 hektar dan dekat bumi perkemahan Cinumpang Sukabumi Jawa Barat, maka bahan limbah akan mudah di dapat dengan volume yang lebih besar.
BAB IV
PENUTUP
Dengan Penyuluhan dan Pelatihan tentang Pembuatan Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif kepada masyarakat ini diharapkan pemahaman, pemanfaatan, dan kemampuan membuat bahan bakar alternatif semakin meningkat. Mengingat pemanfaatan bahan limbah sebagai bahan bakar alternatif cukup baik dan ramah lingkungan, selain dari itu proses pembuatan bahan bakar alternatif ini sangat sederhana sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat dengan mudah.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, dapat dilaksanakan kegiatan lain yaitu Pelatihan Pembuatan Mesin Perajang Daun, agar masyakat mampu menyediakan sendiri sarana produksi kompos secara mandiri, sehingga tingkat keswa-sembadaan masyarakat semakin meningkat pula.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Yamasika, “Fisika Dasar 2”, Penerbit ITS, 2009, Surabaya.
[2]. Holman JP, “Perpindahan Kalor”, Penerbit Erlangga Edisi 6, 1997, Jakarta.
[3]. “Encarta Online Encyclopedia”, Microsoft, April, 2012.
LAMPIRAN 1
MODUL 1
PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM
Oleh
Drs. Achmad
Dahlan, M. Si
Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi
Kegiatan eksplorasi dan pengembangan lapangan panas
bumi yang dilakukan dalam usaha mencari sumberdaya panas bumi, membuktikan
adanya sumberdaya serta memproduksikan dan memanfaatkan fluidanya dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Eksplorasi pendahuluan atau Reconnaisance survei
2. Eksplorasi lanjut atau rinci (Pre-feasibility study)
3. Pemboran Eksplorasi
4. Studi kelayakan (Feasibility study)
5. Perencanaan
6. Pengembangan dan pembangunan
7. Produksi
8. Perluasan
I.
EKSPLORASI
PENDAHULUAN (RECONNAISANCE
SURVEY)
Eksplorasi
pendahuluan atau Reconnaisance
survey dilakukan untuk mencari daerah prospek panas bumi, yaitu
daerah yang menunjukkan tanda-tanda adanya sumberdaya panas bumi dilihat dari
kenampakan dipermukaan, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai geologi
regional di daerah tersebut.
Secara garis
besar pekerjaan yang dihasilkan pada tahap ini terdiri dari :
1. Studi Literatur
2. Survei Lapangan
3. Analisa Data
4. Menentukan Daerah Prospek
5. Spekulasi Besar Potensi Listrik
6. Menentukan Jenis Survei yang Akan
Dilakukan Selanjutnya
1. Studi Literatur
Langkah pertama yang dilakukan dalam
usaha mencari daerah prospek panas bumi adalah mengumpulkan peta dan data dari
laporan-lapaoran hasil survei yang pernah dilakukan sebelumnya di daerah yang
akan diselidiki, guna mendapat gambaran mengenai geologi regional, lokasi
daerah dimana terdapat manifestasi permukaan, fenomena vulkanik, geologi dan
hidrologi di daerah yang sedang diselidiki dan kemudian menetapkan
tempat-tempat yang akan disurvei. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data
sangat tergantung dari kemudahan memperoleh peta dan laporan-laporan hasil
survei yang telah dilakukan sebelumnya, tetapi diperkirakan akan memerlukan
waktu sekitar 1 bulan.
2. Survei Lapangan
Survei lapangan terdiri dari survei
geologi, hidrologi dan geokomia. Luas daerah yang disurvei pada tahap ini umumnya
cukup luas, yaitu sekitar 5000-20000 km2, tetapi bisa juga hanya
seluas 5-20 km2 (Baldi, 1990). Survei biasanya dimulai dari
tempat-tempat dimana terdapat manifestasi permukaan dan di daerah sekitarnya
serta di tempat-tempat lain yang telah ditetapkan berdasarkan hasil kajian
interpretasi peta topografi, citra landsat dan penginderaan jauh serta dari
laporan-laporan hasil survei yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada
tahap ini survei dilakukan dengan menggunakan peralatan-peralatan sederhana dan
mudah dibawa.
Survei lapangan
dilakukan untuk mengetahui secara global formasi dan jenis batua, penyebaran
batuan, struktur geologi, jenis-jenis manifestasi yang terdapat di daerah
tersebut besertas karakteristiknya, mengambil sampel fluida melakukan pengukuran
temperatur, pH, dan kecepatan air.
Waktu yang
diperlukan untuk survei lapangan sangat tergantung dari kondisi geologi dan
luas daerah yang akan diselidiki, kuantitas dan kualitas data yang telah ada
serta junlah orang ayng terlibat dalam penyelidikan. Survei lapangan
reconnaisab\nce yang dilakukan pada satu daerah biasanya ± 2 minggu sampai 1
bulaln, dilanjutkan dengan survei detail selama 3-6 bulan.
Di beberapa
negara waktu yang diperlukan untuk survei lapangan ada yang lebih lama. Menurut
Baldi (1990), bila kuantitas dam kualitas data yang telah ada cukup baik serta
daerah yang akan diselidiki tidak terlaullu luas, maka survei lapangan mungkin
hanya memerlukan waktu sekitar 1-2 bulan. Akan tetapi, bila data yang ada
sangat terbatas dan daerah yang akan diselidiki cukup luas, maka survey
lapangan dan analisis data akan memakan waktu beberapa bulan sampai satu tahun.
3. Analisis dan Interpretasi Data
Data dari survei sebelumnya serta dari
hasil survei lapangan dianalisis untuk mendapatkan gambaran (model) mengenai
regional geologi dan hidrologi di daerah tersebut. Dari kajian data geologi,
hidrologi dan geokimia ditentukan daerah prospek, yaitu daerah yang menunjukkan
tanda-tanda adanya sumberdaya panas bumi. Dari hasil analisis dan interpretasi
data juga dapat diperkirakan jenis reservoir, temperatur reservoir, asal sumber
air, dan jenis batuan reservoir.
4. Spekulasi Besar Sumber daya Panas bumi
Pada tahap ini
data mengenai reservoir masih sangat terbatas. Meskipun demikian, seringkali
para ahli geothermal diharapkan dapat “berspekulasi” mengenai besarnya
sumberdaya panasbumi di daerah yang diselidiki. Jenis dan temperatur reservoir
dapat diperkirakan. Luas prospek pada tahapan ini dapat diperkirakan dari
penyebaran manifestasi permukaan dan pelamparan struktur geologinya secara
global, tetapi selama ini hanya ditentukan dengan cara statistik (rata-rata
luas prospek).
Pada tahap ini
sudah dapat ditentukan apakah prospek yang diteliti cukup baik untuk
dikembangkan selanjutnya apakah survey rinci pwerlu dilakukan atau tidak. Apabila tidak, maka daerah yang
diteliti ditinggalkan.
I.
EKSPLORASI
LANJUT ATAU RINCI (PRE-FEASIBILITY
STUDY)
Tahap
kedua dari kegiatan eksplorasi adalah tahap ‘pre-feasibility
study’ atau tahap survey lanjut. Survei yang dilakukan terdiri dari
survei geologi, geokimia dan geofisika. Tujuan dari survei tersebut adalah :
·
Mendapatkan
informasi yang lebih baik mengenai kondisi geologi permukaan dan bawah
permukaan
·
Mengidentifikasi
daerah yang “diduga” mengandung sumberdaya panasbumi.
Dari
hasil eksplorasi rinci dapat diketahui dengan lebih baik mengenai penyebaran
batuan, struktur geologi, daerah alterasi hydrothermal,
geometri cadangan panas bumi, hidrologi, system panasbumi, temperatur
reservoir, potensi sumberdaya serta potensi listriknya.
Untuk
mencapai tujuan tersebut diatas, survei umumnya dilakukan di tempat-tempat yang
diusulkan dari hasil survei pendahuluan. Luas daerah yang akan disurvei
tergantung dari keadaan geologi morfologi, tetapi umumnya daerah yang disurvei
adalah sekitar 500-1000 km2, namun ada juga yang hanya seluas 10-100
km2.
Waktu
yang diperlukan sangat tergantung pada luas daerah yang diselidiki, jenis-jenis
pengujian yang dilakukan serta jumlah orang yang terlibat. Bila sumberdaya
siperkirakan mempunyai temperature tinggi dan mempunyai potensi untuk
pembangkit listrik biasanya luas daerah yang diselidiki cukup luas, sehingga
untuk menyelesaikan tahap pre-feasibility
study (survei lapangan, interpretasi dan analisis data, pembuatan
model hingga pembuatan laporan) diperlukan waktu sekitar ± satu tahun.
Ada
dua pendapat mengenai luas daerah yang diselidiki dan waktu yang diperlukan
untuk eksplorasi rinci di daerah yang sumberdayanya diperkirakan mempunyai
termperatur sedang. Sekelompok orang berpendapat bahwa apabila sumberdaya
mempunyai temperatur sedang, maka dengan pertimbangan ekonomi luas daerah yang
diselidiki bisa lebih kecil dan didaerah tersebut cukup hanya dilakukan satu
jenis survey geofisika saja. Dengan demikian waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan tahap pre-feasibility
study menjadi lebih pendek, yaitu hanya beberapa bulan saja.
Sementara kelompok lain berpendapat bahwa untuk daerah panasbumi dengan
tingkatan prospek lebih rendah (sedang) dan akan dikembangkan justru memerlukan
survey yang lebih lengkap dan lebih teliti untuk menghindarkan terlalu
banyaknya kegagalan pemboran.
1. Survei Geologi Lanjut/Rinci
Survei geologi umumnya yang pertama
dilakukan untuk memahami struktur geologi dan stratigrafi maka survei geologi
rinci harus dilakukan di daerah yang cukup luas.
Lama waktu penyelidikan tergantung
pada luas daerah yang diselidiki serta jumlah orang yang terlibat dalam
penyelidikan, tetpi hingga penulisan laporan biasanya diperlukan sekitar 3-6
bulan.
Survei
geologi ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran batuan secara mendatar maupun
secara vertikal, struktur geologi, tektonik dan sejarah geologi dalam kaitannya
dengan terbentuknya suatu sistem panas bumi termasuk memperkirakan luas daerah
prospek dan sumber panasnya.
2. Survei Geokimia Lanjut
Pekerjaan yang dilakukan pada suatu
survei geokimia lanjut pada dasarnya hamper sama dengan pada tahap survei
pendahuluan, tetapi pada tahap ini sampel harus diambil dari semua manifestasi
permukaan yang ada di daerah tersebut dan di daerah sekitarnya untuk dianalisis
di tampat pengambilan sampel dan atau di laboratorium. Analisis geokimia tidak
hanya dilakukan pada fluida tau gas dari manifestasi panas permukaan, tetapi
juga pada daerah lainnya untuk melihat kandungan gas dan unsure-unsur tertentu
yang terkadanga dalam tanah yang terbentuk karena aktivitas hydrothermal. Selain itu
juga perlu dibuat manifestasi permukaan, yaitu peta yang menunjukkan lokasi
serta jenis semua manifestasi panas bumi di daerah tersebut.
Hasil analisis kimia fluida dan isotop
air dan gas dari seluruh manifestasi panas permukaan dan daerah lainnya berguna
untuk memperkirakan sistem dan temperature reservoir, asal sumber air,
karakterisasi fluida dan sistem hidrologi di bawah permukaan.
Hasil analisis air dapat juga
digunakan untuk memperkirakan problema-problema yang munkin terjdadi (korosi
dan scale)
apabila fluida dari sumberdaya panas bumi tersebut dimanfaatkan dikemudian
hari.
3. Survei Geofisika
Survei geofisika dilakukan setelah
survei geologi dan geokimia karena biayanya lebih mahal. Dari sember geologi
dan geokimia diusulkan daerah-daerah mana saja yang harus disurvei geofisika.
Survei geofisika dilakuakn untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari
permukaan hingga kedalaman beberapa kilometer di bawah permukaan. Dengan
mengetahui sifat fisik batuan maka dapat diketahui daerah tempat terjadinya
anomali yang dosebabkan oleh sistem panas buminya dan lebih lanjut geometri
prospek serta lokasi dan bentuk batuan sumber panas dapat diperkirakan.
Ada beberapa jenis survei
geofisika, yaitu :
1. Survei resistivity
2. Survei gravity
3. Survei magnetic
4. Survei Macro Earth Quake (MEQ)
5. Survei aliran panas
6. Survei Self Potential
Pemilihan jenis survei tergantung dari
keadaan geologi dan struktur di daerah yang akan diselidiki, serta batasan
anggaran untuk pengukuran di lapangan dan intrepetasi data.
Survei geofisika yang pertama kali
dilakukan umumnya adalah survei resistivity–Schlumberger,
gravity dan magnetic karena
perlatannya mudah didapat dan biayanya murah. Dari ketiga survei geofisika ini
diusulkan daerah prospek panas bumi untuk disurvei lebih detail dengan metoda
yang lebih mahal yaitu magnetotelluric
(MT) atau Control Source
Audio (CSMT) untuk melihat struktur fisik batuan dengan kedalaman
yang jauh lebih dalam dari maksimum kedalaman yang dicapai oleh metode Schlumberger yang hanya
mampu untuk mendeteksi kedalaman sampai beberapa ratus meter saja.
4. Survei Geografi
Selain survei geologi, geokimia, dan
geofisika, pada tahap ini biasanya dilakuakn survei geografi dan survei lainnya
untuk mendapatkan informasi mengenai status lahan, distribusi kemiringan
lereng, prasarana jalan, fasilitas listrik, air, kominaksi yang tersedia,
jumlah dan kepadatan penduduk.
5. Analisis dan Interpretasi Data
Dari hasil kajian data diharapkan akan
diperoleh gambaran atau “model awal” mengenai sistem panasbumi di daerah yang
diselidiki, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan target dan
lokasi sumur eksplorasi serta membuat program pemboran.
Model system panasbumi harus
mengikutsertakan karakteristik litologi, stratigrafi, hidrologi, atau pola
sirkulasi fluida, perkiraan sumber panas dan temperatur dalam reservoir serta
sistem panas buminya. Model harus dibuat mulai dari permukaan hingga kedalaman
1 – 4 km. selain itu dari pengkajian data dapat diperkirakan besarnya potensi
sumber daya (resources),
cadangan (recoverable
reserve), dan potensi listrik panas bumi di daerah yang diduga
mengandung panasbumi.
I.
PEMBORAN
EKSPLORASI
Apabila
dari data geologi, data geokimia, dan data geofisika yang diperoleh dari hasil
survey rinci menunjukkan bahwa di daerah yang diselidiki terdapat sumberdaya
panasbumi yang ekonomis untuk dikembangkan, maka tahap selanjutnya adalah tahap
pemboran sumur eksplorasi. Tujuan dari pemboran sumur eksplorasi ini adalah
membuktikan adanya sumberdaya panasbumi di daerah yang diselidiki dan menguji
model system panasbumi yang dibuat berdasarkan data-data hasil survei rinci.
Jumlah
sumur eksplorasi tergantung dari besarnya luas daerah yang diduga mengandung
energi panasbumi. Biasanya di dalam satu prospek dibor 3 – 5 sumur eksplorasi.
Kedalaman sumur tergantung dari kedalaman reservoir yang diperkirakan dari data
hasil survei rinci, batasan anggaran, dan teknologi yang ada, tetapi sumur eksplorasi
umumnya dibor hingga kedalaman 1000 – 3000 meter.
Menurut
Cataldi (1982), tingkat keberhasilan atau success
ratio pemboran
sumur panas bumi lebih tinggi daripada pemboran minyak. Success ratio dari pemboran sumur
panasbumi umumnya 50 – 70%. Ini berarti dari empat sumur eksplorasi yang dibor,
ada 2 – 3 sumur yang menghasilkan.
Setelah
pemboran selesai, yaitu setelah pemboran mencapai kedalaman yang diinginkan,
dilakukan pengujian sumur. Jenis – jenis pengujian sumur yang dilakukan di
sumur panasbumi adalah:
·
Uji
hilang air (water
loss test)
·
Uji
permeabilitas total (gross
permeability test)
·
Uji
panas (heating measurement)
·
Uji
produksi (discharge/
output test)
·
Uji
transien (transient
test)
Pengujian
sumur geothermal dilakukan untuk mendapatkan informasi/ data yang lebih persis
mengenai :
1.
Jenis dan sifat fluida produksi.
2. Kedalaman reservoir.
3. Jenis reservoir.
4. Temperatur reservoir.
5. Sifat batuan reservoir.
6. Laju alir
massa fluida, entalpi, dan fraksi uap pada berbagai tekanan kepala sumur.
7.
Kapasitas produksi sumur (dalam MW).
Berdasarkan hasil pemboran dan pengujian sumur harus
diambil keputusan apakah perlu dibor beberapa sumur eksplorasi lain, ataukah
sumur eksplorasi yang ada telah cukup untuk memberikan informasi mengenai
potensi sumber daya. Apabila beberapa sumur eksplorasi mempunyai potensi cukup
besar maka perlu dipelajari apakah lapangan tersebut menarik untuk dikembangkan
atau tidak.
II.
STUDI
KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)
Studi
kelayakan perlu dilakukan apabila ada beberapa sumur eksplorasi menghasilkan
fluida panas bumi. Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai apakah sumber
daya panas bumi yang terdapat di daerah tersebut secara teknis dan ekonomis
menarik untuk diproduksikan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :
·
Mengevaluasi data geologi, geokimia, geofisika, dan
data sumur.
·
Memperbaiki
model sistem panas bumi.
·
Menghitung
besarnya sumber daya dan cadangan panas bumi (recoverable reserve) serta
ppotensi listrik yang dapat dihasilkannya.
·
Mengevaluasi
potensi sumur serta memprekirakan kinerjanya.
·
Menganalisa
sifat fluida panas bumi dan kandungan non condensable gas serta memperkirakan
sifat korosifitas air dan kemungkinan pembentukan scale.
·
Mempelajari apakah ada permintaan energy listrik, untuk
apa dan berapa banyak.
·
Mengusukan alternative pengembangan dan kapasitas
instalasi pembangkit listrik.
·
Melakukan analisa keekonomian untuk semua alternative
yang diusulkan.
I.
PERENCANAAN
Apabila
dari hasil studi kelayakan disimpulkan bahwa daerah panas bumi tersebut menarik
untuk dikembangkan, baik ditinjau dari aspek teknis maupun ekonomis, maka tahap
selanjutnya adalah membuat perencanaan secara detail.
Rencana
pengembangan lapangan dan pembangkit listrik mencangkup usulan secara rinci
mengenai fasilitas kepala sumur, fasilitas produksi dan injeksi di permukaan,
sistem pipa alir dipermukaan, fasilitas pusat pembangkit listrik. Pada tahap
ini gambar teknik perlu dibuat secara rinci, mencangkup ukuran pipa alir uap,
pipa alir dua fasa, penempatan valve, perangkat pembuang kondensat dan
lain-lain.
II.
PEMBORAN SUMUR PRODUKSI, INJEKSI DAN PEMBANGUNAN PUSAT
LISTRIK TENAGA PANAS BUMI
Untuk menjamin tersedia uap sebanyak yang dibutuhkan oleh
pembangkit listrik yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik diperlukan sejumlah
sumur produksi. Selain itu juga diperlukan sumur untuk menginjeksikan kembali
air limbah. Pemboran sumur dapat dilakukan secara bersamaan dengan tahap
perencanaan pembangunan PLTP.
III.
PRODUKSI UAP, PRODUKSI LISTRIK DAN PERAWATAN
Pada tahap ini PLTP telah beroperasi sehingga kegiatan
utama adalah menjaga kelangsungan:
1. Produksi uap dari sumur-sumur
produksi.
2. Produksi listrik dari PLTP.
3. Distribusi listrik ke konsumen.
I.
CONTOH KEGIATAN EKSPLORASI DAN PENGEMBANGAN LAPANGAN
PANASBUMI
1. Lapangan Panas Bumi Kamojang
Usaha pencarian panas bumi Indonesia
pertama kali dilakukan di daerah kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun
1962-1929, lima sumur eksplorasi dibor sampai kedalaman 66-128 meter. Sehingga
sumur KMJ-3 masih memproduksikan uap panas kering dan dry system. Karena
pada saat itu terjadi perang, maka kegiatan pemboran tersebut dihentikan.
Pada tahun 1972,
direktorat vulkanologi dan pertamina, dengan bantuan pemerintah Perancis dan
New Zeland, melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia, Kamojang
mendapat prioritas untuk survei lebih rinci. Pada bulan September 1972
ditandatangani kontrak kerjasama bilateral antara Indonesia dan New Zeland
untuk pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di daerah tersebut.
Survey geologi, geokomia, dan geofisika dilakukan pada daerah tersebut. Area
seluas 14 km2 diduga mengandung fluida panas bumi. Lima sumur eksplorasi
(KMJ6-10) kemudian dibor dengan kedalaman 535-761 meter dan menghasilkan uap
kering dengan temperatur tinggi (2400C). uap tersebut kemudian
dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik Mono Blok sebesar 0.5 MW yang dimulai
beroperasi pada 37 november 1978. Pemboren dilakukan lagi sampai desember 1982.
18 buah sumur dibor dengan kedalaman 935-1800 m dan menghasilkan 535 ton uap
per jam
Setelah menilai
potensi sumur dan kualitas uap, maka disimpulkan bahwa uap air di Kamojang
dapat digunakan sebagi pembangkit listrik. Kemudian dibangun PLTP Kamojang
sebesar 30 MW dan mulai beroperasi tanggal 7 februari 1983. Lapangan terus
dikembangkan. Unit II dan mmasing-masing sebesar 55 MW milai dioperasikan
berturut-tirut tanggal 29 juli 1987 dan 13 september 1987, sehingga daya PLTP
kaojang menjadi 140.25 MW. Untuk memenuhi kebutuhan listrik,dimanfaatkan 26
dari 47 sumur. Sejak pertengahan tahun 1988, engoperasian Mono Blok 0.25 MW
dihentikan. Hingga saat ini jumlah daya terpasang PLTP masih sebesar 140 MW.
2. Lapangan Panas Bumi Darajat
Lapangan darajat terletak di jawa
barat, sekitar 10 km dari lapangan kamojang pengembangan lapangan darajat
dimulai pada tahun 1984 dengan ditandatanganinya kontrak operasi bersama antar
pemerintah Indonesia dengan Amoseas Ltd. Sejarahnya sebagai berikut :
1972 - 1975 : kegiatan eksplorsi rinci
1976 - 1978 : tiga sumur eksplorasi
dibor, menghasilkan uap kering, temperatur reservoir 235-247 0 C
1984 : KOB
1987 – 1988 : pemboran sumur produksi
Sept. 1994 : PLTP darajat (55 MW)
dioperasikan
3. Lapangan Panas Bumi Dieng
Eksplorasi Dimulai tahun 1972,
dilanjutkan pemboran eksplorasi pada tahun 1977. Sejarahnya yaitu :
1972 :
Kegiatan eksplorasi dimulai
1977 : Sumur
eksplorasi pertama di bor
1981 : Tiga sumur
dibor menghasilkan fluida tiga fasa, uap-air. Temperatur rservoar
180-320 0 C
14 mei 1984 :
Pembangkit listrik mono blok 2 MW dioperasikan
s/d 1995 : Telah
dibor 29 sumur
status : KOB
dengan Himpurna California energy
Lapangan di dieng
ini menghasilkan fluida dua fasa (uap-air). Sampai akhir 1995 telah dibor
sebanyak 29 sumur, akan tetapi belum diperoleh gambaran yang baik mengenai
sistem panas bumi yang terdapat di daerah ini. Selain itu, sumur-sumur ini
berproduksi mengandung H2S dan CO2 yang cukup tinggi, sehingga lapangan di
daerah ini belum dikembangkan.
4. Lapangan Panas Bumi Lahendong
Merupakan lapangan panas bumi yang
dikembangkan diluar jawa, 9 sumur yang terdiri dari 7 sumur eksplorasi dan 2
sumur eksploitasi telah dibor. Sumur ini menghasilkan fluida dua fasa (uap-air)
bertemperatur tinggi dengan potensi sumur rata-rata 6 MWe. Reservoir mempunyai
temperature 280-325oC. Di lapangan ini telah dibangun sebuah pembangkit listrik
panas bumi binary geothermal powerplan berkapasitas 2,5 MW. Pada pembangkit ini
sudu-sudu turbin pembangkit binary digerakkan oleh uap fluida organik yang
dipanasi oleh fluida panas bumi melalui mesin penukar kalor (heat exchanger).
Saat ini sedang dibuat rencana pengembangan lapangan lahendong untuk
pembangunan pusat listrik panas bumi berkapasitas 20 MW.
I.
RESIKO EKSPLORASI DAN PENGEMBANGAN LAPANGAN PANAS BUMI
1. Resiko
yang berkaitan dengan sumber daya, yaitu resiko yang berkaitan dengan :
·
Kemungkinan tidak ditemukannya sumber energi panas bumi
di daerah yang sedang dieksplorasi (resiko eksplorasi).
·
Kemungkinan besarnya cadangan dan potensi litrik didaerah
itu lebih kecil dari yang diperkirakan atau tidak bernilai komersial (resiko
eksplorasi).
·
kemungkinan jumlah sumur explorasi yg berhasil lebih sedikit
dari yg diharapkan
·
kemungkinan potensi sumur (well output), baik sumur explorasi lebih
kecil dari yg diperkirakan semula (resiko eksplorasi)
·
kemungkinan jumlah sumur pengembangan yg berhasil lebih
sedikit dari yg diharapkan (resiko pengembangan)
·
kemungkinan biaya eksplorasi, pengembangan lapangan dan
pengembangan PLTP lebih mahal dari yg diperkirakan semula
·
kemungkinan terjadinya problem-problem teknis, seperti
korosi dan scaling
(resiko teknologi) dan problem2 lingkungan
1. Resiko
yang berkaitan dengan kemungkinan penurunan laju produksi / penurunan
temperatur lebih cepat dari yang diperkirakan semula (resource degradation)
2. Resiko
yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan pasar dan harga (market access dan price risk)
3. Resiko pembangunan (construction risk)
4.
Resiko yang berkaitan dengan perubahan management
5. Resiko
yang menyangkut perubahan aspek legal dan kemungkinan perubahan kebijaksanaan
pemerintahan (legal
dan regulatory risk)
6. Resiko
yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan bunga bank dan laju inflasi (interest dan inflation risk)
7. Force majeure
Resiko
pertama dalam proyek panas bumi (dihadapi pada waktu eksplorasi dan awal
pemboran sumur eksplorasi) adalah resiko yang berkaitan dengan kemungkinan
tidak ditemukannya sumber energi panas bumi di daerah yang sedang dieksplorasi
atau sumber energi yang ditemukan tidak komersial.
Lembaga
keuangan tidak akan meminjamkan dana untuk pengembangan lapangan sebelum hasil
pemboran dan pengujian sumur membuktikan bahwa di daerah tersebut terdapat
sumber energi panas bumi dengan potensi ekonomi yg menjanjikan.
Resiko
masih tetap ada meskipun hasil eksplorasi telah membuktikan bahwa di daerah
tersebut terdapat sumber panas bumi. hal ini disebabkan karena masih adanya
ketidakpastian mengenai besarnya cadangan (recoverable reserve) potensi listrik
dan kemampuan produksi (well output) dr sumur-sumur yang akan dibor di masa
yang akan datang.
Lembaga
keuangan tdk akan meminjamkan dana untuk membiayai proyek yang ditawarkan
sampai membuktikan bahwa di daerah tersebut terdapat cadangan energi panas bumi
dengan potensi ekonomi yang menjanjikan.
Apabila
di daerah tersbut terdapat lapangan panas bumi yang telah berhasil
dikembangkan, biasanya kepastian mengenai adanya cadangan yang memadai cukup
ditunjukan oleh adanya satu atau dua sumur yang berhasil memproduksi fluida
panas bumi.
Tetapi
apabila belum ada lapangan panas bumi yang dikembangkan di daerah tersebut,
setidaknya harus sudah terbukti mampu menghasilkan fluida produksi 10-30% dari
total fluida produksi yg dibutuhkan oleh PLTP.
Selain
itu bank juga membutuhkan bukti bahwa penginjeksian kembali fluida kedalam
reservoir (setelah energinya digunakan untuk membangkitkan listrik) tidak
menimbulkan permasalahan baik permasalahan teknis (operasional) maupun
permasalahan lingkungan.
Meskipun
besar cadangan/ potensi listrik, kemampuan produksi sumur dan kapasitas injeksi
telah diketahui dengan lebih pasti, tetapi resiko masih tetap ada karena masih
ada ketidakpastian mengenai besarnya biaya yang diperlukan dari tahun ke tahun
untuk menunjang kegiatan operasional dan menjaga jumlah pasok uap ke PLTP. Hal
ini dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap lembaga yg meminjamkan dana karena
pengembalian dana yang dipinjamkan tidak sesuai dengan keuntungan yang
diproyeksikan.
Resiko
yang berkaitan dengan permasalahan teknik seperti terjadinya korosi di dalam
sumur dan di dalam pipa akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan dan mungkin
juga dapat menyebabkan ditolaknya usulan perluasan lapangan untuk meningkatkan
kapasitas PLTP.
Resiko
lain yang berkaitan dengan sumber daya adalah kemungkinan penurunan laju dan
temperatur fluida produksi (enthalpy),
kenaikan tekanan injeksi, perubahan kandungan kimia fluida terhadap waktu, yang
mengakibatkan berkurangnya keuntungan atau bahkan hllangnya keuntungan bila
penurunan produksi teerlalu cepat. Penurunan kinerja reservoir terhadap waktu
sebenarnya, dapat diramalkan dengan cara simulasi reservoir. Hasil peramanalan
kinerja reservoir dapat dipercaya apabila model kalibrasi dengan menggunakan
data produksi yang cukup lama, tapi jika model hanya dikalibrasi dengan data
produksi yang relatif singkat maka hasil peramalan kinerja reservoir masih
mengandung tingkat ketidakpastian yang tinggi.
Di
beberapa proyek masalah-masalah manajemen dan operasional yang tidak terduga
ada yang tidak terpecahkan dengan biaya tinggi. Resiko yang disebabkan oleh hal
tersebut relatif lebih sulit dinilai dibandingkan dengan resiko lain, termasuk
di dalamnya permasalahan-permasalahan yang timbul akibat kelalaian manusia dan
kekurangcakapan sumber daya manusia dan manajemen.
Berbagai
upaya telah dicoba untuk mengurangi resiko yang berkaitan dengan sumber daya,
di antaranya :
1.
Kegiatan
eksplorasi telah cukup dilakukan sebelum rencana pengembangan lapangan dibuat.
2.
Menentukan kriteria keuntungan yang jelas.
3. Memilih
proyek dengan lebih hati-hati, dengan cara melihat pengalaman pengembang sebelumnya,
baik secara teknis maupun secara manajerial.
4. Mengkaji
rencana pengembangan secara hati-hati sebelum menandatangani perjanjian
pendanaan.
5. Memeriksa
rencana pengembangan dan menguji rencana operasi berdasarkan skenario yang
terjelek.
6.
Mentaati peraturan yang berkaitan dengan permasalahan
lingkungan.
7. Merancang
dan menerapkan program sesuai dengan tujuan dan berdasarkan jadwal waktu
pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan.
8. Melaksanakan
simulasi (pemodelan) untuk meramalkan kinerja reservoir dan sumur untuk
berbagai skenario pengembangan lapangan.
9. Mengadakan
pertemuan secara teratur untuk mengevaluasi pelaksanaan program untuk
mengetahui apakah kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana atau tidak.
Kekayaan alam Indonesia memang melimpah ruah, dari mulai sumber daya
alam sampai sumber daya mineral semua tersedia. Sumber daya mineral yang
melimpah di negara tercinta ini antara lain emas, tembaga, platina, nikel,
timah, batu bara, migas, dan panas bumi. Untuk mengelola panas bumi (geothermal)
Pertamina telah membentuk PT Pertamina Geothermal Energy, Desember 2006 yang
lalu. Geothermal adalah salah satu kekayaan sumber daya mineral yang belum
banyak dimanfaatkan. Salah satu sumber geothermal kita yang berpotensi besar
tetapi belum dieksploitasi adalah yang ada di Sarulla, dekat Tarutung, Sumut. Sumber panas bumi Sarulla bahkan
dikabarkan memiliki cadangan terbesar di dunia. Adalah Menteri ESDM Purnomo
Yusgiantoro yang mengatakan hal itu ketika berkunjung ke lokasi panas bumi
tersebut, seperti dimuat oleh koran lokal Medan beberapa tahun lalu.
Saat ini panas bumi (geothermal) mulai menjadi perhatian dunia karena
energi yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi energi listrik, selain bebas
polusi. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas bumi telah terpasang di
manca negara seperti di Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia, Swedia,
Swiss, Jerman, Selandia Baru, Australia, dan Jepang. Amerika saat ini bahkan
sedang sibuk dengan riset besar mereka di bidang geothermal dengan nama Enhanced
Geothermal Systems (EGS). EGS diprakarsai oleh US Department of
Energy (DOE) dan bekerja sama dengan beberapa universitas seperti MIT, Southern
Methodist University, dan University of Utah. Proyek ini merupakan program jangka
panjang dimana pada 2050 geothermal meru-pakan sumber utama tenaga listrik
Amerika Serikat. Program EGS bertujuan untuk meningkatkan sumber daya
geothermal, menciptakan teknologi ter-baik dan ekonomis, memperpanjang life
time sumur-sumur produksi, ekspansi sumber daya, menekan harga listrik
geothermal menjadi seekono-mis mungkin, dan keunggulan lingkungan hidup.
Program EGS telah mulai aktif sejak Desember 2005 yang lalu.
Untuk memahami bagaimana panas bumi terbentuk, kita bisa analogikan bumi
ini dengan telur ayam yang direbus. Bila telur rebus tadi kita belah, maka
kuning telurnya itu dapat kita pandang sebagai perut bumi. Kemudian putih telur
itulah lapisan-lapisan bumi, dan kulitnya itu merupakan kulit bumi. Di bawah
kulit bumi, yaitu lapisan atas merupakan batu-batuan dan lumpur panas yang
disebut magma. Magma yang keluar ke permukaan bumi melalui gunung
disebut dengan lava.
Setiap 100 meter kita turun ke dalam perut bumi, temperatur batu-batuan
cair tersebut naik sekitar 30 C. Jadi semakin jauh ke dalam perut bumi suhu
batu-batuan maupun lumpur akan makin tinggi. Bila suhu di permukaan bumi adalah
270 C maka untuk kedalaman 100 meter suhu bisa mencapai sekitar 300 C. Untuk
kedalaman 1 kilometer suhu batu-batuan dan lumpur bisa mencapai 57-600 C. Bila
kita ukur pada kedalaman 2 kilometer suhu batuan dan lumpur bisa mencapai 1200
C atau lebih. Lebih panas dari air rebusan yang baru mendidih. Bahkan bila
lumpur ini menyembur keluar pun masih tetap panas. Hal seperti inilah yang terjadi
di Sidoarjo dan sekitarnya dimana lumpur panas masih menyembur.
Di dalam kulit bumi ada kalanya aliran air
dekat sekali dengan batu-batuan panas di mana suhu bisa mencapai 1480C. Air
tersebut tidak menjadi uap (steam) karena tidak ada kontak dengan
udara. Bila air panas tadi bisa keluar ke permukaan bumi karena ada celah atau
terjadi retakan di kulit bumi, maka timbul air panas yang biasa disebut dengan hot
spring. Air panas alam (hot spring) ini biasa dimanfaatkan
sebagai kolam air panas, dan banyak pula yang sekaligus menjadi tempat wisata.
Di Indonesia banyak juga air panas alami yang dimanfaatkan sebagai sarana
pemandian dan tempat wisata seperti Ciater, Cipanas-Garut, Sipoholon dan Desa
Hutabarat di Tarutung, Lau Debuk-debuk di Tanah Karo, dan beberapa tempat
lainnya di penjuru tanah air.
Kadang-kadang air panas alami tersebut keluar sebagai geyser. Di
Amerika sekitar 10.000 tahun yang lalu suku Indian mengguna-kan air panas alam
(hot spring) untuk memasak, di mana daerah sekitar mata air tersebut
adalah daerah bebas (netral). Beberapa sumber air panas dan geyser malah
dikeramatkan suku Indian pada masa lalu seperti California Hot Springs
dan Geyser di daerah wisata Napa, Cali-fornia. Saat ini panas alam
bahkan digunakan sebagai pemanas ruangan di kala musim dingin seperti yang
terdapat di San Bernardino, Cali-fornia Selatan. Hal yang sama juga dapat kita
temui di Islandia (country of Iceland) dimana gedung-gedung dan kolam
renang dipanaskan dengan air panas alam (hot spring) yang kadang kala
disebut dengan geothermal hot water.
Selain sebagai pemanas, panas bumi ternyata dapat juga mengha-silkan tenaga
listrik. Di atas telah di-sebutkan bahwa air panas alam ter-sebut bila
bercampur dengan udara karena terjadi fraktur atau retakan maka selain air panas
akan keluar juga uap panas (steam). Air panas dan steam inilah
yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik. Agar panas
bumi (geothermal) tersebut bisa dikonversi menjadi ener-gi listrik tentu
diperlukan pembangkit (power plants).
Reservoir panas bumi biasanya diklasifi-kasikan ke dalam dua golongan yaitu
yang ber-suhu rendah (low temperature) dengan suhu <1500 C dan yang
bersuhu tinggi (high tempera-ture) dengan suhu diatas 1500C. Yang
paling baik untuk digunakan sebagai sumber pem-bangkit tenaga listrik adalah
yang masuk kate-gori high temperature. Namun dengan perkem-bangan
teknologi, sumber panas bumi dengan kategori low temperature juga
dapat digunakan asalkan suhunya melebihi 500 C.
Pembangkit (power plants) untuk pembang-kit listrik tenaga panas
bumi dapat beroperasi pada suhu yang relatif rendah yaitu berkisar antara 122
s/d 4820 F (50 s/d 2500 C). Banding-kan dengan pembangkit pada PLTN yang akan beroperasi
pada suhu sekitar 10220 F atau 5500 C. Inilah salah satu keunggulan pembangkit
listrik geothermal. Keuntungan lainnya ialah bersih dan aman, bahkan geothermal
adalah yang terbersih dibandingkan dengan nuklir, minyak bumi dan batu bara.
Pembangkit yang digunakan untuk meng-konversi fluida geothermal menjadi
tenaga listrik secara umum mempunyai komponen yang sama dengan power plants
lain yang bukan berbasis geothermal, yaitu terdiri dari gene-rator, turbin
sebagai penggerak generator, heat exchanger, chiller, pompa,
dan sebagainya. Saat ini terdapat tiga macam teknologi pembangkit panas bumi (geothermal
power plants) yang dapat mengkonversi panas bumi menjadi sumber daya
listrik, yaitu dry steam, flash steam, dan binary cycle.
Ketiga macam teknologi ini pada dasarnya digunakan pada kondisi yang
berbeda-beda.
1. Dry
Steam Power Plants
Pembangkit tipe ini adalah yang pertama kali ada.
Pada tipe ini uap panas (steam) lang-sung diarahkan ke turbin dan
mengaktifkan generator untuk bekerja menghasilkan listrik. Sisa panas yang
datang dari production well dialirkan kembali ke dalam reservoir
melalui injection well. Pembangkit tipe tertua ini per-tama kali
digunakan di Lardarello, Italia, pada 1904 dimana saat ini masih berfungsi
dengan baik. Di Amerika Serikat pun dry steam power masih digunakan
seperti yang ada di Geysers, California Utara.
2. Flash
Steam Power Plants
Panas bumi yang berupa fluida misalnya air panas
alam (hot spring) di atas suhu 1750 C dapat digunakan sebagai sumber pembangkit
Flash Steam Power Plants. Fluida panas tersebut dialir-kan kedalam
tangki flash yang tekanannya lebih rendah sehingga terjadi uap panas
secara cepat. Uap panas yang disebut dengan flash inilah yang menggerakkan
turbin untuk meng-aktifkan generator yang kemudian menghasil-kan listrik. Sisa
panas yang tidak terpakai ma-suk kembali ke reservoir melalui injection
well. Con-toh dari Flash Steam Power Plants adalah Cal-Energy
Navy I flash geothermal power plants di Coso Geothermal field,
California, USA.
3. Binary Cycle Power Plants (BCPP)
BCPP menggunakan teknologi yang berbe-da dengan
kedua teknologi sebelumnya yaitu dry steam dan flash steam.
Pada BCPP air panas atau uap panas yang berasal dari sumur pro-duksi (production
well) tidak pernah menyentuh turbin. Air panas bumi digunakan untuk
memanaskan apa yang disebut dengan working fluid pada heat
exchanger. Working fluid kemu-dian menjadi panas dan menghasilkan
uap berupa flash. Uap yang dihasilkan di heat exchanger tadi
lalu dialirkan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan genera-tor
untuk menghasilkan sumber daya listrik. Uap panas yang dihasilkan di heat
exchanger inilah yang disebut sebagai secondary (binary) fluid.
Binary Cycle Power Plants ini sebetulnya merupakan sistem tertutup. Jadi
tidak ada yang dilepas ke atmosfer.
Keunggulan dari BCPP ialah dapat dioperasikan pada
suhu ren-dah yaitu 90-1750C. Contoh pene-rapan teknologi tipe BCPP ini ada di
Mammoth Pacific Binary Geo-thermal Power Plants di Casa
Di-ablo geothermal field, USA. Diper-kirakan pembangkit listrik panas
bumi BCPP akan semakin banyak digunakan dimasa yang akan datang.
Meningkatnya kebutuhan ener-gi dunia ditambah lagi dengan se-makin
tingginya kesadaran akan kebersihan dan keselamatan lingkungan, maka panas bumi
(geothermal) akan mempunyai masa depan yang cerah. Program EGS (enhanced
geothermal systems) yang dilakukan Amerika Serikat misalnya, adalah suatu
program besar-besaran untuk menjadikan geothermal sebagai salah satu primadona
pembangkit listrik pada 2050 yang akan datang.
Indonesia sendiri sebetulnya sangat ber-peluang untuk melakukan pemanfaatan
geo-thermal sebagai pembangkit listrik, bahkan berpotensi sebagai negara
pengekspor listrik bila ditangani secara serius. Hal ini tidak berlebihan,
mengingat banyaknya sumber geothermal yang sudah siap diekploitasi di sepanjang
Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Untuk mempermudah pelaksanaannya tidak ada
sa-lahnya bila kita bekerja sama dengan negara maju asalkan kepentingan kita
yang lebih dominan. Misalnya kita bekerja sama dengan US Department of Energy
(DOE) untuk men-dapat berbagai hasil riset mereka dalam EGS.• (Gilbert
Hutauruk - SBTI-Direktorat Umum & SDM).
MODUL 2
PENYULUHAN DAN PELATIHAN
PEMBUATAN ALAT PENGUBAH BAHAN LIMBAH PASTIK BEKAS AQUA SEBAGAI PENGHASIL BAHAN
BAKAR ALTERNATIF
Oleh
Ir.
Rudy Yulianto, MT
1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil minyak
bumi di dunia, namun saat ini masih
mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari negara lain untuk mencukupi
kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi. Kenaikan harga
minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberi dampak yang besar pada perekonomian
nasional, terutama dengan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM secara
langsung berakibat pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan
pembangkit tenaga listrik. Dalam jangka panjang, impor BBM ini akan mendominasi
penyediaan energi nasional, apabila tidak ada kebijakan pemerintah untuk
melaksanakan penganekaragaman energi terbarukan maupun energi bahan bakar
alternatif.
Oleh karena itu kami dengan Tim Pengabdian Pada
Masyarakat dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya mengajak
maupun berbagi pengalaman kepada masyarakat Desa Sukamanah Cisaat Sukabumi,
Jawa Barat ini dalam mengurangi ketergantungan pada BBM dengan cara membuat
Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif. Adapun
bahan limbah yang dapat diubah menjadi bahan bakar dapat kita temui dalam
kehidupan sehari-hari berupa gelas plastik Aqua dan sejenisnya.
2.
Tujuan
Tujuan
dari Pengabdian Pada Masyarakat ini adalah :
1. Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang pemanfaatan
limbah (daur ulang) yang ada di lingkungan sekitar kita.
2. Melatih masyarakt tentang pembuatan alat pengubah bahan
limbah sebagai bahan bakar alternatif, berupa plastik bekas Aqua, plastik bekas
kantong kresek, dan sejenisnya.
3. Data
dan Bahan
Gambar 1. Alat
Pengubah Bahan Limbah Sebagai Bahan Bakar Alternatif.
A.
Tangki
·
Jenis
bahan :
Drum
·
Tinggi :
52 cm
·
Diameter :
47 cm
·
Ketebalan :
1,3 m
Gambar
2. Tangki.
A.
Kerangka atau Tungku
·
Jenis
Bahan :
Besi plat siku
·
Panjang :
4 m
·
Ketebalan :
1,7 mm
Gambar
3. Tungku
A.
Tutup Drum
·
Jenis
bahan :
Tutup drum
·
Diameter :
49 cm
·
Ketebalan : 1
cm
B.
Tempat Penampungan Hasil Penyulingan
·
Jenis
bahan :
Kaleng bekas biskuit
·
Tinggi :
23,5 cm
·
Panjang :
17 cm
·
Lebar :
17 cm
Gambar
4. Tempat Penampungan.
A.
Kompor Pembakaran
·
Bahan
bakar :
Gas
·
Berat
isi : 3 kg
Gambar
5. Kompor Pembakaran.
A.
Bahan Baku
·
Plastik
Jenis
bahan :
Plastik bekas gelas Aqua
Berat :
5 kg
·
Plastik
kresek
Jenis bahan : Plastik bekas kantok kresek
Berat : 5 kg
4. Cara
Proses Pembuatan Bahan Bakar Alternatif
1. Siapkan komponen pembakaran berupa komponen
alat pembakaran.
2. Bersihkan pula tangki
atau drum pembakaran yang akan digunakan pada saat proses pembakaran terjadi.
3. Pasang regulator gas pada tabung yang
terhubung dengan selang kompor gas.
4. Cek keamanan dari rangkaian tersebut dengan
mengencangkan semua sambungan menggunakan klemp.
5. Sambungkan selang dari tangki pembakaran ke
tempat penampungan hasil penyulingan.
6. Jika proses diatas telah disiapkan semua,
naikkan tangki atau drum pembakaran ke atas tungku pembakaran.
7. Siapkan kipas angin (blower) sebagai alat bantu proses pendinginan uap air yang nanti
akan muncul pada selang hasil penyulingan pada saat pembakaran berlangsung.
8. Pastikan nyala api pembakaran pada keadaan
nyala api itu stabil ± 600oC, karena dapat mempengaruhi pemanasan
yang lebih sempurna dan merata.
9. Setelah semua siap, lalu masukkan bahan
limbah yang akan diuji.
10. Masukkan plastik bekas Aqua atau plastik bekas
kantong kresek yang sudah dibersihkan sebanyak 5 kg.
11. Tutup tangki atau drum dan mulai menyalakan api
pada kompor gas.
12. Mulai menghitung berapa lama waktu yang kita
pakai untuk proses pembakaran ini berlangsung.
13. Siapkan kain yang dibasahi secara terus-menerus
yang diletakkan pada sambungan selang penyulingan dan kipas angin untuk
membantu proses pendinginan, agar lebih cepat menetes ke tempat penampungan.
14. Nyala api pembakaran awal hingga selesai
dihitung menggunakan stopwatch.
15. Setelah berjalan proses pembakaran sekitar ± 10
menit akan terjadi tetesan uap menjadi titik air yang keluar dalam selang.
16. Dari sinilah proses penyulingan bahan bakar
alternatif mulai terjadi.
17.Awasi kondisi api pembakaran untuk tetap dalam
keadaan stabil, karena dapat mempengaruhi hasil proses pembakaran.
18. Awasi juga kain pendingin yang terpasang pada
ujung selang penyulingan agar tetap terjaga kondisi basahnya dan jangan sammpai
kering, apabila sudah kering lalu dibasahkan kembali.
19. Proses pembakaran plastik bekas Aqua atau
plastik bekas kantong kresek terjadi selama 1 jam.
20. Setelah 1 jam proses pembakaran, lalu matikan
api dan tungku sampai benar-benar tidak ada tetesan uap yang keluar dari dalam
tangki atau drum pembakaran.
21. Dari plastik bekas gelas Aqua atau plastik
bekas kantong kresek sebanyak 5 kg akan menghasilkan ± 750 mililiter bahan
bakar Premium.
MODUL 3
PENYULUHAN DAN PELATIHAN
PEMBUATAN ALAT PENGUBAH BAHAN LIMBAH KARET BEKAS BAN DALAM MOTOR ATAU MOBIL
SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR ALTERNATIF
Oleh
Ir.
Iwan Setiono, MT
1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil minyak
bumi di dunia, namun saat ini masih
mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari negara lain untuk mencukupi
kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi. Kenaikan harga
minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberi dampak yang besar pada perekonomian
nasional, terutama dengan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM secara
langsung berakibat pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan
pembangkit tenaga listrik. Dalam jangka panjang, impor BBM ini akan mendominasi
penyediaan energi nasional, apabila tidak ada kebijakan pemerintah untuk
melaksanakan penganekaragaman energi terbarukan maupun energi bahan bakar
alternatif.
Oleh karena itu kami dengan Tim Pengabdian Pada
Masyarakat dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya mengajak
maupun berbagi pengalaman kepada masyarakat Desa Sukamanah Cisaat Sukabumi,
Jawa Barat ini dalam mengurangi ketergantungan pada BBM dengan cara membuat
Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif. Adapun
bahan limbah yang dapat diubah menjadi bahan bakar dapat kita temui dalam kehidupan
sehari-hari berupa karet bekas ban dalam motor atau mobil.
2.
Tujuan
Tujuan
dari Pengabdian Pada Masyarakat ini adalah :
1. Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang pemanfaatan
limbah (daur ulang) yang ada di lingkungan sekitar kita.
2. Melatih masyarakt tentang pembuatan alat pengubah bahan
limbah sebagai bahan bakar alternatif, berupa karet bekas ban dalam motor atau
mobil
3. Data dan Bahan
1
Gambar 1. Alat Pengubah
Bahan Limbah Sebagai Bahan Bakar Alternatif.
A.
Tangki
·
Jenis
bahan :
Drum
·
Tinggi :
52 cm
·
Diameter :
47 cm
·
Ketebalan :
1,3 m
Gambar 2. Tangki.
B.
Kerangka atau Tungku
·
Jenis
Bahan :
Besi plat siku
·
Panjang :
4 m
·
Ketebalan :
1,7 mm
C.
Tutup Drum
·
Jenis
bahan :
Tutup drum
·
Diameter :
49 cm
·
Ketebalan : 1
cm
D.
Tempat Penampungan Hasil Penyulingan
·
Jenis
bahan :
Kaleng bekas biskuit
·
Tinggi :
23,5 cm
·
Panjang :
17 cm Gambar
4. Tempat Penampungan.
Lebar :
17 cm
E.
Kompor Pembakaran
·
Bahan
bakar :
Gas
·
Berat
isi : 3 kg
Gambar
5. Kompor Pembakaran.
F.
Bahan Baku
·
Karet
Jenis bahan : Karet
Bekas Ban Dalam Motor atau Mobil
Berat :
5 kg
4. Cara
Proses Pembuatan Bahan Bakar Alternatif
1. Siapkan komponen pembakaran berupa komponen alat
pembakaran.
2. Bersihkan pula tangki
atau drum pembakaran yang akan digunakan pada saat proses pembakaran terjadi.
3. Pasang regulator gas pada tabung yang
terhubung dengan selang kompor gas.
4. Cek keamanan dari rangkaian tersebut dengan
mengencangkan semua sambungan menggunakan klemp.
5.Sambungkan selang dari tangki pembakaran ke
tempat penampungan hasil penyulingan.
6. Jika proses diatas telah disiapkan semua,
naikkan tangki atau drum pembakaran ke atas tungku pembakaran.
7. Siapkan kipas angin (blower) sebagai alat bantu proses pendinginan uap air yang nanti
akan muncul pada selang hasil penyulingan pada saat pembakaran berlangsung.
8. Pastikan nyala api pembakaran pada keadaan
nyala api itu stabil ± 750oC, karena dapat mempengaruhi pemanasan
yang lebih sempurna dan merata.
9. Setelah semua siap, lalu masukkan bahan
limbah yang akan diuji.
10. Masukkan karet bekas ban dalam motor atau mobil
yang sudah dibersihkan sebanyak 5 kg.
11. Tutup tangki atau drum dan mulai menyalakan api
pada kompor gas.
12. Mulai menghitung berapa lama waktu yang kita
pakai untuk proses pembakaran ini berlangsung.
13. Siapkan kain yang dibasahi secara terus-menerus
yang diletakkan pada sambungan selang penyulingan dan kipas angin untuk
membantu proses pendinginan, agar lebih cepat menetes ke tempat penampungan.
14. Nyala api pembakaran awal hingga selesai
dihitung menggunakan stopwatch.
15. Setelah berjalan proses pembakaran sekitar ± 20
menit akan terjadi tetesan uap menjadi titik air yang keluar dalam selang.
16. Dari sinilah proses penyulingan bahan bakar
alternatif mulai terjadi.
17. Awasi kondisi api pembakaran untuk tetap dalam
keadaan stabil, karena dapat mempengaruhi hasil proses pembakaran.
18. Awasi juga kain pendingin yang terpasang pada
ujung selang penyulingan agar tetap terjaga kondisi basahnya dan jangan sammpai
kering, apabila sudah kering lalu dibasahkan kembali.
19. Proses pembakaran plastik bekas Aqua atau
plastik bekas kantong kresek terjadi selama 1,5 jam.
20. Setelah 1,5 jam proses pembakaran, lalu matikan
api dan tungku sampai benar-benar tidak ada tetesan uap yang keluar dari dalam
tangki atau drum pembakaran.
21. Dari karet bekas ban dalam motor atau mobil
sebanyak 5 kg akan menghasilkan ± 1 liter
bahan bakar Solar.
LAMPIRAN 2
DAFTAR HADIR PESERTA PENYULUHAN DAN
PELATIHAN PEMBUATAN ALAT PENGUBAH BAHAN LIMBAH SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR
ALTERNATIF
Lampiran 3
Gambar (Foto) Kegiatan
Penyuluhan dan Pelatihan Pembuatan Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil
Bahan Bakar Alternatif
Gambar 1. Tempat
Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat Desa Sukamanah Cisaat Sukabumi
– Jawa Barat.
Gambar 2. Pembukaan Oleh Panitia Dari Desa Sukamanah.
Gambar 3.
Sambutan Ketua Pelaksana Penyuluhan dan Pelatihan Pembuatan Alat Pengubah Bahan
Limbah Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif.
Gambar 4.
Penjelasan Makalah Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi oleh Drs. Achmad Dahlan, M.
Si.
Gambar 5.
Penyuluhan dan Pelatihan Pembuatan Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil
Bahan Bakar Alternatif oleh Ir. Rudy Yulianto, MT.
Gambar 6.
Sebagian Peserta Penyuluhan dan Pelatihan Pembuatan Alat Pengubah Bahan Limbah
Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif.
Gambar 7.
Peragaan Pengunaan Alat Pengubah Bahan Limbah Sebagai Penghasil Bahan Bakar
Alternatif.
Gambar 8. Tim
Pengabdian Pada Masyarakat FTI-UJ Dalam Pengunaan Alat Pengubah Bahan Limbah
Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif.
0Awesome Comments!