Modul Teknik Permesinan & Las

MODUL
TEKNIK PEMESINAN & LAS

 



  

DISUSUN OLEH :
Ir. Rudy  Yulianto, MT





JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS  TEKNOLOGI  INDUSTRI
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA


BAGIAN I
TEKNIK PEMESINAN

BAB I
PROSES  PEMESINAN

1.1.        1.1.  Pengertian
Proses Pemesinan (machining) adalah Proses pembuatan benda kerja dengan perautan (menghilangkan material yang tidak diinginkan dari benda kerja dalam bentuk beram). Jika benda kerjanya logam, maka sering kali dikenal dengan metal cutting atau metal removal.

1.2.         1.2. Identifikasi Mesin Berdasarkan Jenis Gerak
Untuk jenis mesin berdasarkan 2 objek tinjauan, yaitu :
Ø Gerak Benda Kerja (BK) atau workpieces
Ø Gerak Alat Potong (AP) atau cutting tools
Sedangkan jenis gerak dibedakan menjadi :
Ø Gerak lurus (translasi linier)
Ø Gerak melingkar atau rotasi atau berputar
Ø Diam atau tidak bergerak

1.3.         1.3. Metode Pembentukan Beram
Beram atau chip adalah Sisa potong (scrap) sebagai hasil potong. Ada 7 mesin produksi untuk menghasilkan beram, yaitu :
1.      Mesin Sekrap (shaping)
·         Gerak Benda Kerja translasi
·         Gerak Alat Potong translasi
2.      Mesin Bubut (lathe)
·         Gerak Benda Kerja rotasi
·         Gerak Alat Potong translasi
3.      Mesin Freis (milling)
·         Gerak Benda Kerja translasi
·         Gerak Alat Potong rotasi
4.      Mesin Bor (drilling)
·         Gerak Benda Kerja diam
·         Gerak Alat Potong rotasi & translasi
5.      Mesin Gergaji (sawing)
·         Gerak Benda Kerja diam
·         Gerak Alat Potong translasi
6.      Broaching
·         Gerak Benda Kerja diam
·         Gerak Alat Potong translasi
7.      Mesin Gerinda (grinding machining)
·         Mesin Gerinda Permukaan
o  Gerak Benda Kerja translasi
o  Gerak Alat Potong rotasi
·         Mesin Gerinda Silinder
o  Gerak Benda Kerja rotasi
o  Gerak Alat Potong rotasi
Dalam proses metal cutting akan dijumpai istilah sbb :
o   Kecepatan Potong (cutting speed)
o   Laju Pemakanan atau Umpan (feed)
o   Kedalaman Pemotongan (Depth of cut)

1.4.         Rumus Gerak Berputar
Jika suatu bandul yang diikat dengan tali sepanjang r diputar terhadap suatu titik, dirumuskan :
V = Ѡ . r
Dimana :
Ѡ = Kecepatan Sudut (rad/s)
Ѡ = 2 π . n
r    = Jari-jari  (m)

Sehingga Kecepatan linier (V) = 2 π . n . r   (m/s)

1.5. Rumus Kecepatan Putar (n) =  60 / (π . d)         (rpm)
                                                       
Dimana :
d = Diameter (m)

1.5.         1.6. Kecepatan Potong [Cutting Speed (Vc)]
Cutting Speed adalah Gerakan potong utama dimana berhubungan dengan kecepatan putar bahan benda kerja terhadap bahan pahat potong.
Satuannya adalah :
Surface Feet Per Minute (SFPM)
Inch per minute (in/min)
Meter per minute (m/min)

1.6.         1.7. Laju Pemakanan (Feed)
Laju Pemakanan adalah Sejumlah material yang hilang per putaran. Dalam proses turning gerakan feed sejajar dengan sumbu putar benda kerja.
Satuannya adalah :
Inch per Putaran (In/Rev)
Inch per Cycle
Inch per Minute
Inch per Tooth

1.7.         1.8. Kedalaman Pemotongan (Depth Of Cut = DOC)
Kedalaman pemotongan adalah Perpindahan pahat terhadap kedalaman permukaan benda kerja, dirumuskan :
               Dawal  -  Dtujuan
DOC = -------------------
                        2


  
Gambar 1.1. Kedalaman Pemotongan.


1.8.        1.9.  Laju Permukaan Putar
Dirumuskan :
V = π . d . n
Dimana :
n = Putaran benda kerja
d = Diameter benda kerja
BAB II
MESIN BUBUT

2.1.    2.1. Pengertian
Mesin Bubut (lathe) adalah Proses pemesinan pada permukaan luar silinder dan kerucut. Proses turning dikerjakan dengan mesin bubut.



Gambar 2.1. Bagian-Bagian Mesin Bubut.

Bagian-Bagian Mesin Bubut :
o   Head Stock
o   Tail Stock
o   Carriage
o   Apron
o   Cross Slide
o   Compound Rest
o   Tool Post
o   Bed

2.2.     Jenis-Jenis Proses Yang Dikerjakan Mesin Bubut
o   Turning
Proses untuk mengurangi diameter luar dari benda kerja (silinder atau kerucut).
o   Facing
Proses untuk mengurangi panjang benda kerja.
o   Centering
Membuat titik pusat (center) sebagai awal pembuatan lubang baru.

o   Drilling
Membuat lubang baru dengan titik pusat tertentu.
o   Boring
Proses untuk memperbesar lubang baik lurus maupun tirus.
o   Threading
Pembuat ulir.
o   Cutting
Proses untuk memisahkan benda kerja menjadi dua bagian.
o   Drilling & Reaming
o   Knurling
Proses untuk membentuk berbagai bentuk geometri pada permukaan luar benda kerja sehingga menjadi kasar.

Pemotongan Tirus


Gambar 2.2. Pemotongan Tirus Pada Mesin Bubut

2.3.     2.3. Alat Potong atau Pahat (Tools)
Sifat-sifat material yang harus dimiliki pahat (tools), secara umum adalah sebagai berikut :
o   Kekerasan (hardness)
o   Ketangguhan (toughness)
o   Perlakuan Panas (heat resistance)
o   Low wear

Bahan-Bahan Pahat Potong (cutting tools) adalah :
o   Carbon Tool Steel
o   Low Carbon Steel
o   High Speed Steel
o   Cemented Carbide
o   Ceramic Tool
o   Diamond Tool

Low Carbon Steel dan Carbon Steel memiliki kandungan karbon 0,9 – 1,3% Jika dihardened dan di temper, pahat akan memiliki kekuatan kekerasan yang baik, kekuatan yang baik, dan cukup tangguh. Pahat potong ini digunakan untuk meraut benda kerja putaran rendah.
Pahat potong HSS (High Speed Steel) merupakan perkakas potong untuk putaran tinggi dan mampu menahan temperature sampai 11000F, sehingga sangat cocok untuk produksi tinggi.
 Ø  Rumus Kecepatan Potong (V) :
V = π . d . n    (m/min)
Dimana :
d = Diameter benda kerja (m)
n = Putaran spindle (rpm)
 Ø  Rumus Kecepatan Pemakanan (Vf) :
Vf = fr . n         (mm/min)
Dimana :
fr = Gerak pemakanan (mm/rev)
n = Putaran spindle (rpm)
 Ø  Rumus Waktu Pemotongan (CT) :
                      L
CT = ------                 (min/produk)
                 fr . n

Ø  Rumus Metal Removal Rate (MRR) :
MRR = V . fr . d   (mm/min)
Ø Rumus Waktu Non Produktif (Ta) :
Ta = [(Tlw + Tuw)/2] + Tat + Trt + (Ts / n)        (min/produk)
Dimana :
Tlw = Waktu pemasangan benda kerja (min/produk)
Tuw = Waktu pengambilan produk (min/produk)
Tat = Waktu persiapan benda kerja (min/produk)
Trt = Waktu pengakhiran benda kerja (min/produk)
(Ts / n) = Bagian dari waktu persiapan mesin beserta perlengkapannya dibagi rata produk yang direncanakan (min/produk)
Ø Rumus Waktu Pemesinan (Tm) :
Tm = Ta + CT + Td (CT / T)                                  (min/produk)
Dimana :
Ta = Waktu Non Produktif (min/produk)
CT = Waktu Pemotongan (min)
Td = Waktu Penggantian & Pemasangan pahat (min/produk)
T   = Umur pahat (min)


Gambar 2.3. Umur Alat Potong (tools life)
Ø  Biaya Produksi (Cp) :
Cp = Cr + (Cm . Tm) + [Ce . (CT / T)]                  ($/produk)
Dimana :
Cr = Biaya penyiapan & peralatan ($/produk)
Cm = Biaya pemesinan ($/produk)
Tm = Waktu pemesinan (min/produk)
Ce = Biaya pahat ($/produk)
CT = Waktu pemotongan (min/produk)
T  = Umur pahat (min)


 Gambar 2.4. Biaya Pemesinan (cost machining) Vs Pemotongan (cutting).
 Biaya Pemesinan (Cme) :
Cme = Cm . Tm                                          ($/produk)
Dimana :
Cm = Biaya pemesinan per waktu  ($/min)
Tm = Waktu pemesinan (min/produk)
*  Biaya Pahat Potong (Cpt) :
Cpt = Ce . (CT /T)                                     ($/produk)
Dimana :
Ce = Biaya pahat  ($/min)

Contoh Soal :
(1). Pada Mesin Bubut yang digunakan adalah Pahat Sisioan Carbida dengan Umur Pahat (T) = 98 min/produk dengan Kecepatan Potong (V) = 50 m/min; Gerak pemakanan (fr) = 0,27 mm/rev; dan Kedalaman pemotongan (Doc) = 2 mm.
Dimana :
·      Waktu Pemasangan Benda Kerja (Tlw) = 3,1 min/produk
·      Waktu Persiapan Benda Kerja (Tat) = 0,08 min/produk
·      Waktu Pengakhiran Benda Kerja (Trt) = 0,05 min/produk
·      Waktu Pengambilan Produk (Tuw) = 1,15 min/produk
·      Waktu Penggantian dan Pemasangan Pahat (Td) = 0,7 min/produk
Data Lain :
o  Biaya Pahat (Ce) = $ 1,54 per mata pahat
o  Biaya Pemesinan (Cm) = S 1,98 per jam = $ 0,03 per min
o  Biaya Penyiapan dan Peralatan (Cr) = $ 0,67 per produk
o  (Ts / n) = Bagian dari waktu persiapan mesin beserta perlengkapannya dibagi rata produk yang direncanakan sebesar 0,5 min/produk

Langkah
Proses
Diameter Luar (do)
mm
Diameter Dalam (dm)
mm
Kedalaman Pemotongan (Doc)
mm
Gerakan Pemakanan (fr)
mm/rev
Panjang Pemotongan (L)
mm
Ket.
1 - 1
Meratakan Permukaan (facing)
130
90
2
0,27
20
A
1 - 2
Membuat Lubang (boring)
90
100
2
0,27
35
B
2 - 1
Membuat Lubang (boring)
90
100
2
0,27
45
C

Tentukan :
Ø  Langkah 1 - 1
a).   Diameter rata-rata (mm) ?
b).   Putaran spindle (rpm) ?
c).    Waktu non produktif (min/produk) ?
d).   Waktu pemotongan (min/produk) ?
e).   Waktu pemesinan (min/produk) ?
f).    Biaya produksi ($/produk) ?

Ø  Langkah 1 - 2
a).   Diameter rata-rata (mm) ?
b).   Putaran spindle (rpm) ?
c).    Waktu non produktif (min/produk) ?
d).   Waktu pemotongan (min/produk) ?
e).   Waktu pemesinan (min/produk) ?
f).    Biaya produksi ($/produk) ?

Ø  Langkah 2 - 1
a).   Diameter rata-rata (mm) ?
b).   Putaran spindle (rpm) ?
c).    Waktu non produktif (min/produk) ?
d).   Waktu pemotongan (min/produk) ?
e).   Waktu pemesinan (min/produk) ?
f).    Biaya produksi ($/produk) ?
Ø  Total Waktu Produksi (min/produk) ?
Ø  Total Biaya Produksi ($/produk) ?
Pembahasan :
Ø  Langkah 1 – 1
a). Diameter rata-rata (Dm) = (do + dm)/2
                                                  = (130 + 90) mm/2
                                                  = 110 mm
                                                  = 0,110 m
b). Putaran spindle (n) :
      V = π . Dm . n
      Sehingga :
                      V
n =  ---------
                  π . Dm

                    50 m/min
             = -------------------
                3,14 . (0,110 m)

                  50 m/min
             =  -------------
                  0,3454 m

             = 144,7597  1/min

             = 144,7597 rpm

c). Waktu non produktif (Ta) :

Ta = [(Tlw + Tuw)/2] + Tat + Trt + (Ts / n) 

     = [(3,1 + 1,15) /2] min/produk + 0,08 min/produk + 0,05 min/produk + 0,5               min/produk

     = 2,755 min/produk

         d). Waktu pemotongan (CT) :

                               L
      C=  ---------
                           fr . n

                                          20 mm
                      = ----------------------------------------
                         0,27 mm/rev . (144,7579  1/min)

                      = 0,5117 min/produk

         e). Waktu pemesinan (Tm) :

             Tm = Ta + CT + Td (CT / T)       

                   = 2,755 min/produk + 0,5117 min/produk +
                      0,7 min/produk [(0,5117 min/produk) /(98 min/produk)]

                  = 3,2667 min/produk + 0,0037 min/produk

                  = 3,2704 min/produk

         f). Biaya produksi (Cp) :

              Cp = Cr + (Cm . Tm) + [Ce . (CT / T)]

                   = $ 0,67 per produk + ($ 0,03 per min . 3,2704 min/produk) +
                      [$ 1,54 per mata pahat . (0,5117 min/produk/98 min/produk)]

                  = $ 0,67 per produk + $ 0,10 per produk + $ 0,01 per produk

                  = $ 0,78 per produk

*  Langkah 1 – 2
a). Diameter rata-rata (Dm) = (do + dm)/2
                                                  = (90 + 100) mm/2
                                                  = 95 mm
                                                  = 0,095 m
b). Putaran spindle (n) :
      V = π . Dm . n
      Sehingga :
                      V
n =  ---------
                   π . Dm

                      50 m/min
             = --------------------
                3,14 . (0,095 m)

    = 167,6165  1/min

    = 167,6165 rpm

c). Waktu non produktif (Ta) :

Ta = [(Tlw + Tuw)/2] + Tat + Trt + (Ts / n) 

     = [(3,1 + 1,15) /2] min/produk + 0,08 min/produk + 0,05 min/produk + 0,5               min/produk

     = 2,755 min/produk

              d). Waktu pemotongan (CT) :

                                 L
           C= ------
                               fr . n

                                                   35 mm
                           =  ----------------------------------------
                               0,27 mm/rev . (167,6165  1/min)

                           = 0,7734 min/produk

             e). Waktu pemesinan (Tm) :

                   Tm = Ta + CT + Td (CT / T)       

                         = 2,755 min/produk + 0,7734 min/produk +
                            0,7 min/produk [(0,7734 min/produk) /(98 min/produk)]

                         = 3,5384 min/produk + 0,0055 min/produk

                         = 3,5339 min/produk

             f). Biaya produksi (Cp) :

                 Cp = Cr + (Cm . Tm) + [Ce . (CT / T)]

                       = $ 0,67 per produk + ($ 0,03 per min . 3,5339 min/produk) +
                          [$ 1,54 per mata pahat . (0,7734 min/produk/98 min/produk)]

                      = $ 0,67 per produk + $ 0,11 per produk + $ 0,01 per produk

                      = $ 0,79 per produk

*  Langkah 2 – 1
a). Diameter rata-rata (Dm) = (do + dm)/2
                                                  = (90 + 100) mm/2
                                                  = 95 mm
                                                  = 0,095 m
b). Putaran spindle (n) :
      V = π . Dm . n
      Sehingga :
            V
 n =  ---------
         π . Dm

             50 m/min
    =
        3,14 . (0,095 m)

    = 167,6165  1/min

    = 167,6165 rpm

c). Waktu non produktif (Ta) :

Ta = [(Tlw + Tuw)/2] + Tat + Trt + (Ts / n) 

    = [(3,1 + 1,15) /2] min/produk + 0,08 min/produk + 0,05 min/produk + 0,5 min/produk

     = 2,755 min/produk

             d). Waktu pemotongan (CT) :

                                L
         C= ------
                             fr . n

                                               45 m
                         = ----------------------------------------
                            0,27 mm/rev . (167,6165  1/min)

                        = 0,9943 min/produk

            e). Waktu pemesinan (Tm) :

                 Tm = Ta + CT + Td (CT / T)       

                       = 2,755 min/produk + 0,9943 min/produk +
                          0,7 min/produk [(0,9943 min/produk) /(98 min/produk)]

                      = 3,7493 min/produk + 0,0071 min/produk

                      = 3,7564 min/produk

               f). Biaya produksi (Cp) :

                   Cp = Cr + (Cm . Tm) + [Ce . (CT / T)]

                        = $ 0,67 per produk + ($ 0,03 per min . 3,7564 min/produk) +
                           [$ 1,54 per mata pahat . (0,9943 min/produk/98 min/produk)]

                       = $ 0,67 per produk + $ 0,11 per produk + $ 0,02 per produk

                       = $ 0,80 per produk

                *  Total Waktu Produksi (Ttot) :

             Ttot = (3,2704 + 3,5339 + 3,7564) min/produk

                    = 10,5607 min/produk

                 * Total Biaya Produksi (Ctot) :

              Ctot = $ (0,78 + 0,79 + 0,79) /produk

                      = $ 2,73 /produk


BAB III
MESIN FREIS (Milling Machine)

3.1. Pengertian
Mesin Freis adalah Mesin yang berguna untuk melakukan gerakan pemakanan benda kerja dengan menggunakan pahat potong. Hasil permukaan benda kerja lebih datar dibandingkan dengan proses lainnya. Pahat potong yang digunakan dalam milling dikenal dengan nama milling cutter. Operasi milling dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu : peripheral milling dan flat milling, dimana masing-masing memiliki banyak variasinya.  Peripheral milling dapat dikenal bila dalam proses perautan dilakukan sejumlah gigi yang ada pada keliling pahat.
Gambar 3.1. Basic Slab or Peripheral Milling.
  *  Rumus Kecepatan Potong (V) :
   V = π . d . n               (ft/min)
Dimana :
d = Diameter cutter (mm)
n = Putaran pahat (rpm)

  *  Rumus Laju Pemakanan (fm) :
fm = ft . n . z      (ft/min)
Dimana :
Ft = Gigi per putaran (Feed per tooth)
z  = Jumlah gigi pada pahat potong (teeth/rev)
n  = Putaran pahat (rpm)
Laju Pemakanan berhubungan dengan sejumlah material yang diraut setiap gigi per putaran (ft); jumlah gigi pada pahat potong (z) dan putaran pahat (n).

     *  Rumus Waktu Potong (CT) :
CT = (L + LA)/fm     (min/produk)
Dimana :
LA = Over Run Allowance

     *  Rumus Metal Removal Rate (MPR) :
MPR = W . t . fm      (in3/min)

Slab Milling hanya dapat dilakukan oleh Horizontal Milling Machine.
Pada face milling maupun end milling perautan dilakukan oleh sudut siku-siku terhadap sumbu pahat potong. Kebanyakan pemotongan dilakukan oleh sebagian gigi pahat. Face milling dapat dilakukan pada Horizontal Milling Machine.
      *  Rumus Waktu Potong face milling (CT) :
CT = (L + LA + Lo)/fm   (min/produk)

Dimana :
LA = Lo = [MPR /(V . W(D – W)]             Untuk W < 0,5 d
LA = Lo = d/2                                        Untuk W ≥ 0,5 d
W = Lebar pemotongan, dimungkinkan lebar benda kerja atau lebar pahat.
Gambar 3.2. Proses Dasar Face and End Milling.
Bail Slab atau Face Milling, ada 2 metoda dalam proses pahat meraut, yaitu Up Milling dan Down Milling.
Up Milling adalah Cara tradisional untuk meraut (Dikenal tradisional milling), dimana pahat potong berputar berlawanan arah dengan gerak pemakanan benda kerja.
Down milling (climb milling) adalah  Pahat potong berputar searah dengan gerak pemakanan. Kedua metoda ini menghasilkan deformasi beram yang berbeda sama sekali.  
Gambar 3.3. Climb Cut Milling Vs Up Milling.

3.2. Klasifikasi Mesin Milling
1. Column and Knee Type
Plain or Horizontal
a). Power Table Feed
b). Hand Table Feed
Universal
Vertical
Turret Type Universal
2.Bed Type
Simplex
Universal
Triplex
3. Planer
4. Special
Rotary table
Drum type
Profilers
Duplicator

Pahat potong milling dapat dikelompokkan bergantung bagaimana cara pahat dipasang pada mesin. Arbor Cutter adalah Pahat potong milling yang memiliki lubang untuk dipasangkan pada tangkai pahat (arbor). Shank Cutter adalah Pahat potong milling yang memiliki bentuk taper atau bulat lurus.
Gambar 3.4. Mesin Milling.

Contoh Soal :
(1). Permukaan benda kerja Gray Cast Iron mempunyai lebar pemotongan (W) = 6 inch dan panjang (L) = 18 inch akan dilakukan proses pemesinan dengan Vertical Milling Machine (VMM) atau Hidraulic Shaper Machine (HSM) dengan pahat High Speed Steel (HSS).
o  Vertical Milling Machine (VMM) menggunakan diameter face milling (d) = 8 inch dengan jumlah gigi (z) = 10 gigi pahat sisipan HSS dimana feed per tooth (ft) = 0,01 inch.
o  Gerakan pemakanan (fm) untuk  Hidraulic Shaper Machine (HSM) = 0,015 inch per stroke.
o  Setup time untuk VMM = 60 min dan HSM = 10 min
o  Waktu yang dibutuhkan memasang (load) dan membongkar (unload) masing-masing mesin adalah 2 min.
o  Charge VMM = $ 24,50 / hours = $ 0,41 /min dan HSM = $ 16,50 /hours = $ 0,28 /min
o  Biaya operator = $ 8,75 /hours = $ 0,15 / min untuk masing-masing mesin.
Tentukan :
Ø HSM
a). Banyaknya langkah yang dibutuhkan (langkah) ?
b). Waktu potong (min) ?
c). Total Waktu dan Total Biaya yang digunakan oleh HSM ?

Ø VMM
a). Putaran spindel (rpm) ?
b). Waktu potong (min) ?
c). Total Waktu dan Total Biaya yang digunakan oleh HSM ?

Ø Mesin mana yang lebih ekonomis untuk pekerjaan tersebut ?
Ø Dari table Pahat HSS dan Benda Kerja Gray Cast Iron, di dapat Cutting Speed (Cs) = 100 ft/min = 1200 inch/min. Dengan harga Perbandingan Waktu Potong (C) = 5/9 dengan anggapan Waktu untuk gerakan potong adalah 55%.
Pembahasan :
*   HSM
a). Banyaknya langkah yang dibutuhkan (S) :
S = W/fm = (6 inch/0,015 inch/stroke) = 400 langkah
b). Waktu potong (CT) :
                 S . L
      CT = --------
                Cs . C

                400 (18 inch)
            = ------------------
                200 inch (5/9)

                     7200 inch
            = -----------------------
               666,6667 inch/min

           = 10,80 min

c).  * Total Waktu = Waktu potong + Waktu setup + Waklu load & unload

                                 = (10,8 + 10 + 2) min

                                 = 22,8 min

* Total Biaya = (Total Waktu . Biaya Pemesinan HSM) + (Total Waktu . Biaya Operator)

                        = (22,80 min . $ 0,28/min) + (22,80 min . $ 0,15/min)

                        = $ 6,38 + $ 3,42

                        = $ 9,8

*   VMM

a). Putaran spindle (n) :

                 V
        n =  -------
              Π . d

                 100 ft/min
           =  -----------------
               3.14 (8/12 ft)

               100 ft/min
           = --------------
                2,0933 ft

           = 47,7715  1/min

           = 47,7715 rpm

  
b). Waktu potong (CT) :

                L + LA + Lo
       CT = ----------------
                     fm

Dimana :

LA = Lo = (d/2)               Untuk W ≥ 0,5 d

LA = Lo = (d/2) = (8 inch/2) = 4 inch

fm = ft . n . z = 0,01 inch (47,7715 1/min)(10) = 4,77715 inch/min

Sehingga :

                 L + LA + Lo
       CT = ----------------
                     fm

                 (18 + 4 + 4) inch
             =  -----------------------
                4,77715 inch/min

            = 5,4426 min

c). * Total Waktu = Waktu potong + Waktu setup + Waklu load & unload

                                 = (5,4426 + 60 + 2) min

                                 = 67,4426 min

* Total Biaya = (Total Waktu . Biaya Pemesinan HSM) + (Total Waktu . Biaya Operator)

                        = (67,4426 min . $ 0,41/min) + (67,4426 min . $ 0,15/min)

                        = $ 27,65 + $ 10,12

                        = $ 37,77

BAB IV
MESIN PERATA (SHAPER MACHINE)

4.1.   Pengertian
Mesin Perata adalah Mesin dengan gerakan ram horizontal (gerakannya bolak-balik). Mesin ini gerakan pemakanannya hanya dalam satu arah saja, sedangkan arah mundur melakukan langkah buang, sehingga waktu gerakan balik waktunya lebih singkat dibandingkan dengan pada waktu maju (gerak pemakanan).
Gambar 4.1. Mesin Perata (Shaper Machine).
Proses-proses yang bisa dilakukan dengan mesin perata, antara lain :
·      Facing Top
·      Facing Ride
·      Slotting
·      Dovetail-Female
·      Dovetail-Male
·      Steps
Bagian-Bagian Mesin Perata :
·      Ram
·      Tool Head
·      Clepper Box
·      Meja
·      Saddle
·      Column
Gambar 4.2. Mesin Shaper & Mesin Planer.

4.2.   Kecepatan Potong (Cutting Speed = Cs)
Kecepatan potong adalah Kecepatan rata-rata dari pahat selama langkah potong tergantung pada banyaknya langkah Ram tiap menit dan panjang langkah, dirumuskan :
                     L . n
Cs =  -------                            (m/min)
                    500 C

Dimana :
L = Panjang langkah (mm)
n = Banyaknya langkah tiap menit
C = Perbandingan Waktu Potong
   = (Waktu potong/Waktu total)
Gambar 4.3. Quick Shaper Mechanism.
*  Rumus Banyaknya Langkah Yang Diperlukan (S) :
S = W/F
Dimana :
W = Lebar Benda Kerja
F   = Pemakanan (feed)
  Ø  Rumus Total Waktu Yang Dibutuhkan (Ttot) :
                                  S (L + 2 Ov)
Ttot = ----------------
                                   Cs . C

Dimana :
S = Banyaknya langkah yang dibutuhkan
L = Panjang langkah (mm)
Ov = Over run (mm)
Cs = Kecepatan potong (m/min)

C = Perbandingan Waktu Potong
   = (Waktu potong/Waktu total)

Contoh Soal :
(1)   Untuk mengerjakan permukaan datar pada benda kerja yang mempunyai lebar (W) = 254 mm dan panjang (L) = 203 mm; dengan kecepatan potong (Cs) = 45,7 m/min dan gerak pemakanan (F) = 0,51 mm/langkah; serta Over run (Ov) = 12,7 mm untuk masing-masing sisi. Jika langkah pemotongan membentuk sudut 200o.
Tentukan :
a)      Banyaknya langkah yang dibutuhkan ?
b)     Perbandingan waktu potong ?
c)      Total waktu yang dibutuhkan (min) ?
Diketahui :
W = 254 mm = 0,254 m
L = 203 mm = 0,203 m
Cs = 45,7 m/min
F = 0,51 mm/langkah
Ov = 12,7 mm = 0,0127 m
Pembahasan :
a)      Banyaknya langkah yang dibutuhkan (S) :
S = W/F = 254 mm/0,51 mm/langkah = 498,0392
Dibulatkan S = 499 langkah
b)     Perbandingan Waktu potong (C) :
C = 200o/360o = 0,5556
c)      Total waktu yang dibutuhkan (Ttot) :
             S (L + 2 Ov)
Ttot =  -----------------
                 Cs . C

           499 [0,203 m + 2 (0,0127 m)]
       =  ------------------------------------
                45,7 m/min (0,5556)

            127,4446 m
      = --------------------
         25,3909 m/min

     = 5,0193 min

     = 301,158 detik


BAB  V
PROSES PENGELASAN BUSUR

5.1. Pendahuluan
Proses pengelasan dibagi dalam dua kategori utama, yaitu pengelasan lebur dan pengelasan padat.
Ø  Pengelasan lebur menggunakan panas untuk melebur permukaan yang akan disambung, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan yang lain tanpa logam pengisi.
Ø  Pengelasan padat proses penyambungannya menggunakan panas dan/atau tekanan, tetapi tidak terjadi peleburan pada logam dasar dan tanpa penambahan logam pengisi.
Pengelasan lebur dapat dikelompokkan sebagai berikut :
·      Pengelasan busur (Arc Welding = AW)
·      Pengelasan resistensi listrik (Resistance Welding = RW)
·      Pengelasan gas (Oxyfuel Gas Welding = OFW)
·      Proses pengelasan lebur yang lain.
  
5.2.  Pengelasan Busur
Pengelasan busur adalah Pengelasan lebur dimana penyatuan logam dicapai dengan menggunakan panas dari busur listrik, secara umum ditunjukkan pada gambar 5.1

              Gambar 5.1. Konfigurasi dan Rangkaian Listrik Dasar Proses Pengelasan Busur.
Busur listrik timbul karena adanya pelepasan muatan listrik melepati celah dalam rangkaian, dan panas yang dihasilkan akan menyebabkan gas pada celah tersebut mengalami (disebut plasma).  Untuk menghasilkan busur dalam pengelasan busur, electrode disentuh dengan benda kerja dan secara cepat dipisahkan dalam jarak yang pendek. Energi listrik dari busur dapat menghasilkan panas dengan suhu 10.000oF (5500oC) atau lebih, cukup panas untuk melebur logam. Genangan logam cair, terdiri atas logam dasar dan logam pengisi (bila digunakan), terbentuk didekat ujung electrode. Kebanyakan proses pengelasan busur, logam pengisi ditambahkan selama operasi untuk menambah volume dan kekuatan sambungan las-an. Karena logam pengisi dilepaskan sepanjang sambungan, genangan las-an cair membeku dalam jaluran yang berombak. Pergerakan electrode relative terhadap benda kerja dapat dilakukan secara manual atau dengan bantuan peralatan mekanik (pengelasan mesin, pengelasan automatic, pengelasan robotic). Kelemahan bila pengelasan busur dilakukan secara manual, kualitas las-an sangat tergantung kepada keterampilan pengelas.
Produktivitas dalam pengelasan busur sering diukur sebagai waktu busur (arc time), yaitu 
               Waktu Busur = Waktu Busur Terbentuk : Jam Kerja  (5-1) 
Untuk pengelasan manual, waktu busur biasanya sekitas 20%. Waktu busur bertambah sekitar 50% untuk pengelasan mesi, automatic, dan robotic.

5.2.1. Teknologi Pengelasan Busur
Elemen-elemen dasar yang menyertai proses pengelasan busur adalah :
·      Elektrode
·      Pelindung busur (arc shielding), dan
·      Sumber daya dalam pengelasan busur.

5.2.1.1. Elektrode
                                Elektrode dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1.   Elektode Terumpan
                    Elektrode terumpan adalah Elektrode berbentuk kawat atau batang yang diumpankan sebagai logam pengisi dalam pengelasan busur. Panjang batang las pada umumnya sekitar 9 sampai 18 inch (225 sampai 450 mm) dengan diameter ¼ inch (6,5 mm) atau kurang. Kelemahan dari electrode bentuk batang, selama pengoperasiannya harus diganti secara periodic, sehingga memperkecil waktu busur dalam pengelasan. Elektrode bentuk kawat memiliki kelebihan bahwa pengumpanan dapat dilakukan secara kontinyu, karena kawat memiliki ukuran jauh lebih panjang dibandingkan dengan electrode bentuk batang. Baik electrode bentuk karang maupun bentuk kedua-duanya diumpankan ke busur listrik selama proses dan ditambahkan ke sambungan las-an sebagai logam pengisi.
2.   Elektrode Tak Terumpan
                     Elektrode Tak Terumpan dibuat dari bahan tungsten atau kadang-kadang dari bahan grafit, yang dapat tahan terhadap peleburan oleh busur. Walaupun electrode ini tidak diumpankan, tetapi secara bertahap akan menipis selama proses pengelasan, mirip dengan keausan bertahap pada perkakas pemotong dalam operasi pemesinan. Untuk proses pengelasan busur yang menggunakan electrode tak terumpan, logam pengisi harus diumpankan secara terpisah ke genangan las-an.

5.2.1.2. Pelindung Busur
                     Pada suhu tinggi dalam pengelasan busur, logam yang disambung sangat mudah bereaksi dengan oksigen, nitrogen, dan hydrogen pada udara bebas. Reaksi ini dapat memperburuk sifat mekanis sambungan las-an. Untuk melindungi pengelasan dari pengaruh yang tidak diinginkan tersebut, digunakan gas pelindung dan/atau fluks untuk menutup ujung electrode, busur, dan genangan las-an cair, sehingga tidak berhubungan secara langsung dengan udara luar sampai logam las-an tersebut menjadi padat.

5.2.1.3. Gas Pelindung
                Gas pelindung digunakan gas mulia, seperti argon dan helium. Dalam pengelasan logam ferrous yang dilakukan dengan pengelasan busur, dapat digunakan oksigen dan karbon dioksida, biasanya dikombinasikan dengan Ar dan/atau He, untuk melindungi las-an dari udara luar atau untuk mengendalikan bentuk las-an.
·      Fluks
                 Fluks digunakan untuk mencegah terbentuknya oksida dan pengotoran lainnya.  Selama proses pengelasan, fluks melebur dan menjadi terak cair, menutup operasi dan melindungi logam las-an lebur. Terak akan mengeras setelah pendinginan dan harus dilepaskan dengan cara dipecahkan. Fluks biasanya diformulasikan untuk melakukan beberapa fungsi, seperti :
o   Memberikan perlindungan pengelasan terhadap pengaruh udara.
o   Untuk menstabilkan busur, dan
o   Untuk mengurangi terjadinya percikan.
                 Metode pemakaian fluks berbeda untuk setiap proses. Teknik pemberian fluks dapat dilakukan dengan cara sbb :
o   Menuangkan butiran fluks pada operasi pengelasan
o   Menggunakan electrode batang yang dibungkus dengan fluks, dan fluks tersebut akan melebur selama pengelasan untuk menutup opersi, dan
o   Menggunakan fluks yang ditempatkan dalam inti electrode tabular dan fluks dilepaskan pada saat electrode diumpankan.

5.2.2.     Sumber Daya Pada Pengelasan Busur
                       Sumber Daya pada pengelasan busur, berupa :
·      Arus searah (Direct Current = DC), atau
·      Arus bolak-balik (Alternating Curent = AC)
                 Mesin las yang menggunakan arus bolak-balik lebih murah harga dan biaya pengoperasiannya, tetapi umumnya terbatas pemakaiannya hanya untuk pengelasan logam ferrous. Mesin las yang menggunakan arus searah dapat dipakai untuk semua jenis logam dengan hasil yang baik dan umumnya busur listrik dapat dikendalikan dengan lebih baik pula. Dalam semua proses pengelasan, daya yang digunakan untuk menjalankan pengoperasian dihasilkan dari arus listrik (I) yang melewati busur dan tegangan  (E). Daya ini dikonversikan menjadi panas, tetapi tidak semua panas ditransfer ke radiasi, percikan nyala api, dan sebagainya sehingga mengurangi jumlah panas yang dimanfaatkan. Efisiensi transformasi panas (heat transfer efficiency) f1 berbeda untuk setiap proses pengelasan busur. Pengelasan dengan menggunakan electrode terumpan memiliki efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan electrode tak terumpan, karena sebagaian besar panas yang dihasilkan digunakan untuk melebur electrode dan benda kerja. Sedang pengelasan busur tungsten gas yang menggunakan electrode tak terumpan memiliki efisiensin paling rendah. Efisiensi peleburan (melting efficiency) f2 , selanjutnya mengurangi panas yang ada untuk pengelasan. Keseimbangan daya yang dihasilkan dalam pengelasan busur didefinisikan dengan persamaan :
                               HRw  = f1 . f2 . I . E = Um . Aw . v                                    (5-2)
                      Dimana :
HRw = Laju pembentukan panas pad alas-an (rate of heat generation at the weld) dalam satuan Watt atau Joule/sec atau Btu/sec
E     = Tegangan (Volt)
I      = Arus (Ampere)
Um  = Energi peleburan logam
Am   = Luar permukaan las-an (mm2 atau in2)
v     = Kecepatan gerak pengelasan (mm/sec atau in/mm)
Catatan :     1 Btu = 1055 J
·            Laju volume pengelasan logam (volum rate of metal welded = MVR), dirumuskan sbb :
                               MVR = HRW / Um            (in3/sec)                      (5-3)

                   Contoh Soal :
(1).Pengelasan Busur Tungsten Gas mempunyai efisiensi transformasi panas (f1) = 0,7 dioperasikan pada Arus (I) = 300 A dan Tegangan (E) = 20 V. Jika efisiensi lebur (f2) = 0,5 dan Energi Peleburan Logam (Um) = 150 Btu/in3.
Catatan :  1 Btu = 1055 J
                   1 Watt = 1  V.A = 1 J/sec
Tentukan :
a). Daya dalam pengoperasian (W) ?
b). Laju Pembentukan (Btu/sec) ?
c). Laju Volume Pengelasan Logam (in3/sec) ?
Diketahui :
f1 = 0,7
f2 = 0,5
I = 300 A
E = 20 V
Um = 150 Btu/in3
Pembahasan :
a). Daya dalam pengoperasian (P) :
P = E . I
    = 20 V (300 A)
    = 6000 V.A
    = 6000 W
b). Laju Pembentukan Panas (HRW) :
HRW = f1 . f2 . P
        = 0,7 (0,5) (6000 W)
        = 2100 J/sec
        = 2100/1055  Btu/sec
        = 1,9905 Btu/sec
c). Laju Volume Pengelasan Logam (MVR) :
MRW = HRW / Um 
         = (1,9905 Btu/sec ) / (150 Btu/in3)
         = 0,0133 in3/sec

5.3. Proses Pengelasan Elektrode Terumpan
                    Pengelasan Elektrode Terumpan adalah Proses pengelasan dimana pada saat terjadi busur listrik electrode ikut mencair dan berfungsi sebagai logam pengisi. Terdapat beberapa pengelasan busur yang menggunakan elektode terumpan, seperti :
o   Pengelasan busur electrode terbungkus (Shielded Metal Arc Welding = SMAW)
o   Pengelasan Busur logam gas (Gas Metal Arc Welding = GMAW)
o   Pengelasan busur inti-fluks (Fluc-Cored Arc Welding = FCAW)
o   Pengelasan elektrogas (Electrogas Welding = EGW)
o   Pengelasan busur rendam (Submerged Arc Welding = SAW)

5.3.1. Pengelasan Busur Elektrode Terbungkus
Pengelasan ini menggunakan batang electrode yang dibungkus dengan fluks, seperti ditunjukkan pada gambar 5.2.



Gambar 5.2. Pengelasan Busur Elektrode Terbungkus.

                     Panjang Batang electrode biasanya sekitar 9 sampai 18 inch (230 sampai 460 mm) dan diameter 3/32 sampai 3/8 inch (2,5 sampai 9,5 mm). Logam pengisi yang digunakan sebagai batang elektorde harus sesuai dengan logam yang akan dilas, komposisinya biasanya sangat dekat dengan komposisi yang dimiliki logam dasar. Lapisan pembungkus terdiri dari serbuk selulose yang dicampur dengan oksida, karbonat, dan unsur-unsur yang lain, kemudian disatukan dengan pengikat silikat. Serbuk logam kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan campuran untuk menambah logam pengisi dan menambah unsur-unsur paduan (alloy). Selama proses pengelasan bahan fluks yang digunakan untuk membungkus electrode, akibat panas busur listrik, mencair membentuk terak yang kemudian menutupi logam cair yang menggenang di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.
           Pemindahan logam electrode terjadi pada saat ujung electrode mencair membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Arus listrik yang digunakan sekitar 30 sampai 300 A pada tegangan 15 sampai 45 V. Pemilihan daya yang digunakan tergantung pada logam yang akan dilas, jenis dan panjang electrode serta dalam penetrasi las-an yang diinginkan.

5.3.2. Pengelasan Busur Logam Gas
                Pengelasan ini merupakan proses pengelasan busur yang menggunakan electrode terumpan dalam bentuk kawat, seperti ditunjukkan dalam gambar 5.3.


Gambar 5.3. Pengelasan Busur Logam Gas.

                Selama proses pengelasan berlangsung, gas dihembuskan ke daerha las-an untuk melindungi busur dan logam yang mencair terhadap atmosfir. Diameter kawat yang digunakan berkisar antara 1/32 sampai ¼ inch (0,8 sampai 6,4 mm), tergantung pada ketebalan bagian logam yang akan disambung. Gas pelindung yang digunakan adalah gas mulia, seperti argon, helium, dan karbon dioksida. Pemilihan gas yang akan digunakan tergantung pada logam yang akan dilas, dan juga factor-faktor yang lain. Gas mulia digunakan untuk pengelasan paduan aluminium dan baja anti karat, sedang CO2 biasanya digunakan untuk pengelasan baja karbon rendah atau aluminium. Pengelasan busur logam gas banyak digunakan dalam pabrik untuk mengelas berbagai jenis logam ferrous dan nonferrous.
o   Keuntungan pengelasan busur logam gas dibandingkan pengelasan manual adalah sbb :
·         Waktu busur lebih besar
·         Pengelasan biasanya dilakukan secara automatis
·         Sampah sisa logam pengisi jauh lebih sedikit
·         Terak yang ditimbulkan lebih sedikit, karena tidak memakai fluks
·         Laju pengelasan lebih tinggi, dan
·         Kualitas daerah las-an sangat baik.

5.3.3. Pengelasan Busur Inti-Fluks
Proses pengelasan busur ini dikembangkan untuk mengatasi kekurangan electrode 
terbungkus yang memiliki panjang batang terbatas. Pengelasan busur inti-fluks
menggunakan electrode tabung dengan inti-fluks dan ditambah unsur-unsur lain.
Unsur-unsur lain yang ditambahkan dalam inti-fluks adalah :
o  Unsur-unsur deoksidiser, dan
o  Unsur-unsur pemadu (alloying).
           Kawat inti-fluks tabular sangat lentur/fleksibel, sehingga dapat digulung dan diumpankan secara kontinyu melalui pistol las busur (arc welding gun), seperti terlihat pada gambar 5.4.


Gambar 5.4. Pengelasan Busur Inti-Fluks.

Terdapat dua jenis pengelasan busur inti-fluks, yaitu :
1.      Pelindung sendiri (self shielded), dan
2.      Pelindung gas (gas shielded).
Pengelasan busur inti-fluks dengan pelindung sendiri di dalam inti kawat terdapat fluks dan
unsur lain yang dapat menghasilkan gas untuk melindungi busur dari pengaruh atmosfir.
Pengelasana busur inti-fluks dengan pelindung gas, di dalam inti kawat tidak ditambahkan
unsur penghasil gas. Gas pelindung ditambahkan secara terpisah, sama seperti pada pengelasan
busur logam gas.
·      Keuntungan pengelasan inti-fluks adalah sbb :
-          Elektrode dapat diumpankan secara kontinyu, dan
-          Kualitas las-an sangat baik, sambungan las-an halus dan seragam.

5.3.4. Pengelasan Elektrogas
                Pengelasan elektrogas adalah Proses pengelasan busur yang menggunakan electrode terumpan secara kontinyu, baik menggunakan kawat inti-fluks atau kawat electrode telanjang (bare electrode wire) dengan pelindung gas yang ditambahkan dari luar. Proses pengelasan ini terutama digunakan dalam las tumpu vertical, seperti terlihat pada gambar 5.5. Kedua bagian logam yang akan disambung dijepit dengan sepatu cetak yang diinginkan dengan air agar dapat menahan panas logam cair. Sepatu cetak, bersama-sama dengan kedua ujung logam yang akan dilas, membentuk rongga cetak. Kawat electrode dalam proses pengelasan ini  biasanya diumpankan secara automatis. Busur terjadi antara electrode dan logam dasar sehingga logam cair yang dihasilkan akan mengisi rongga cetak secara bertahap. Pada saat logam las-an membeku sepatu cetak secara automatis bergerak ke atas.


Gambar 5.5. Pengelasan Elektrogas (a). Pandangan depan & (b) Pandangan samping.

5.4. Pengelasan Busur Rendam
              Pengelasan busur rendam adalah Proses pengelasan busur yang menggunakan electrode kawat telanjang yang diumpankan secara kontinyu, dan busur las ditutup dengan serbuk fluks, seperti terlihat pada gambar 5.6.


Gambar 5.6. Pengelasan Busur Rendam.

Kawat electrode diumpankan secara automatis dari gulungan ke busur. Fluks dituangkan
melalui suatu tabung pengumpan di depan electrode, sehingga busur listrik yang timbul antara
electrode dengan logam dasar terendam oleh serbuk fluks sepanjang alur las-an. Panas yang
ditimbulkan oleh busur mencairkan logam dan serbuk fluks. Fluks cair akan mengapung di atas 
logam cair, membentuk selubung yang dapat mencegah percikan dan terjadinya oksidasi. 
Setelah dingin, terak membeku dan mudah dihilangkan, sedang serbuk yang tersisa diisap 
dengan sistem vakum dan dapat dimanfaatkan kembali.

·   Keuntungan penggunaan pengelasan busur rendam adalah karena serbuk fluks menutup seluruh operasi pengelasan, sehingga :
-          Dapat menghindarkan terjadinya percikan dan semburan nyala api, radiasi, dan hal-hal berbahaya lainnya.
-          Tidak perlu menggunakan kaca pengaman
-          Pendinginan berjalan dengan lambat, sehingga kualitas sambungan las-an sangat baik, memiliki ketangguhan dan keuletan yang tinggi.
·      Sifat-sifat yang merugikan adalah sbb :
-          Karena busur tidak tampak, maka penentuan pengelasan yang salah dapat menggagalkan seluruh hasil pengelasan
-          Pengelasan terbatas hanya pada posisi horizontal.
·      Pengelasan busur rendam banyak digunakan dalam pabrik untuk pengelasan sbb :
-          Bentuk-bentuk profil, seperti I-beam, dan sebagainya
-          Kampuh memanjang dan melingkar dengan diameter besar, seperti pipa, tangki, dan tabung tekanan tinggi.

5.5.   Proses Pengelasan Elektrode Tak Terumpan
                    Pengelasan electrode tak terumpan pada umumnya menggunakan electrode wolfram yang dapat menghasilkan busur listrik tanpa turut mencair, dan sebagai logam pengisi digunakan logam lain yang terpisah dari electrode tersebut.
                      Terdapat beberapa pengelasan busur electrode tak terumpan, seperti :
-     Pengelasan busur tungsten gas (Gas Tungsten Arc Welding = GTAW)
-     Pengelasan busur plasma (Plasma Arc Welding = PAW), dan
-     Beberapa pengelasan busur yang lain.

5.6. Pengelasan Busur Tungsten Gas
                Pengelasan busur tungsten adalah Proses pengelasan busur yang menggunakan electrode tungsten dan gas mulia sebagai pelindung busur. Pengelasan ini juga dikenal dengan nama Pengelasan Gas Mulia Tungsten (Tungsten Inert Gas welding = TIG) atau Pengelasan Gas Mulia Wolfram (Wolfram Inert Gas welding = WIG) . Pengelasan busur tungsten gas dapat dilakukan dengan logam pengisi maupun tanpa logam pengisi, seperti terlihat pada gambar 5.7.


Gambar 5.7. Pengelasan Busur Tungsten Gas.

Bila digunakan logam pengisi, harus ditambahkan dari luar baik berupa kawat atau 
batangan, yang akan dilebur oleh panas busur yang timbul antara electrode dan logam 
dasar. Tetapi bila digunakan untuk mengelas pelat tipis kadang-kadang tidak diperlukan 
logam pengisi. Tungsten dipilih sebagai electrode karena memiliki titik lebur tinggi yaitu 
3410oC. Sebagai gas pelindung biasanya digunakan argon, helium, atau gabungan dari 
kedua unsur ini. Pengelasan busur tungsten gas dapat digunakan hampir untuk semua 
jenis logam dengan berbagai ketebalan, tetapi paling banyak digunakan untuk pengelasan 
aluminium dan baja tahan karat. Pengelasan ini dapat digunakan secara manual atau 
dengan mesin secara automatis.
·      Kelebihan las-an sangat baik
·     Tidak ada percikan las-an, karena tidak ada logam pengisi yang ditransfer melewati busur
·      Sedikit atau tidak ada terak, karena tidak digunakan fluks.

5.7. Pengelasan Busur Plasma
Pengelasan busur plasma merupakan bentuk khusus dari pengelasan busur tungsten gas 
dengan mengarahkan busur plasma ke daerah las-an. Pada gambar 5.8. terlihat bahwa 
pemanasan gas dilakukan dengan mengkonsentarsikan busur melalui lubang halus 
(nozel), dan melalui lubang tersebut dialirkan pula gas mulia (misalnya argon atau 
campuran argon-hidrogen). Dalam pengelasan ini juga digunakan gas pelindung seperti 
argon, argon-hidrogen, dan helium.


Gambar 5.8. Pengelasan Busur Plasma.

Suhu plasma sekitar 28000oC atau lebih besar, cukup panas untuk mencairkan setiap 
logam yang dikenal. Panas ini diperoleh akibat terkonstrasinya daya sehingga dihasilkan 
pancaran plasma dengan densitas energy yang sangat tinggi. Karena memiliki konsentrasi 
energy sangat tinggi pada daerah yang kecil, maka busur plasma sering digunakan untuk 
proses pemotongan logam dengan ketebalan mencapai 100 mm atau lebih.

5.8. Pengelasan Busur Yang Lain
Pengelasan busur yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan proses pengelasan yang 
memiliki nilai komersial sangat tinggi. Beberapa pengelasan busur yang lain, akan
dibahas disini karena memiliki prinsip kerja yang khusus, yaitu :
-          Pengelasan busur karbon (Carbon Arc CWelding = CAW), dan
-          Pengelasan lantak (Stid Welding = SW)

5.8.1. Pengelasan Busur Karbon
Pengelasan busur karbon adalah Proses pengelasan busur electrode tak terumpan yang 
pertama kali dikembangkan. Proses pengelasan busur digunakan sebagai sumber panas 
pembrasingan dan untuk mengendapkan bahan tahan aus di atas permukaan logam yang 
lain. Saat ini electrode karbon telah digantikan dengan tungsten.

 5.8.2. Pengelasan Lantak
Pengelasan lantak digunakan Untuk mengelas ujung logam pada bidang datar. Alatnya 
berbentuk pistol, memegang ujung batang logam yang akan dilas. Bila picu ditekan, 
ujung logam terangkat untuk membentuk busur, kemudian ditekan kembali ke cairan 
logam, seperti terlihat pada gambar 5.9.


Gambar 5.9. Pengelasan Lantak.

Dengan menggunakan pengatur waktu sesuai dengan ukuran logam yang akan dilas. Busur dilindungi oleh tabung keramik, yang sekaligus menahan logam cair dan melindungi operator.

BAB VI
PENGELASAN RESISTANSI LISTRI

6.1. Pengertian
Pada pengelasan ini, permukaan lembaran logam yang akan disambung ditekan satu sama 
lain dan arus yang cukup besar, kemudian dialirkan melalui logam sehingga 
menimbulkan panas pada sambungan. Panas tertinggi muncul di daerah yang memiliki 
resistansi listrik tertingi, yaitu pada permukaan kontak ke dua lembaran logam. 
Komponen-komponen utama dalam pengelasan resistansi listrik ditunjukkan pada gambar 
6.1 untuk operasi pengelasan titik. Komponen-komponen tersebut termasuk benda kerja
yang akan dilas (biasanya lembaran logam), dua buah electrode yang saling berhadapan, 
dan sumber listrik arus bolak-balik. Hasil dari operasi tersebut dalam daerah lebur antara 
dua bagian benda kerja, dalam pengelasan titik tersebut manik las (weld nugget).


Gambar 6.1. Pengelasan Resistansi Listrik.

Dalam pengelasan ini tidak digunakan gas pelindung, fluks, atau logam pengisi, dan 
electrode yang menghubungkan daya listrik merupakan electrode tak terumpan. 
Pengelasan resistansi listrik diklasifikasikan sebagai pengelasan lebur, karena panas yang 
timbul melebur permukaan kontak ke dua lembaran logam tersebut. Namun demikian, 
terdapat pengecualian, beberapa pengelasan resistansi listrik menggunakan suhu di bawah 
titik lebur logam yang disambung, jadi tidak terjadi proses peleburan.

6.2. Sumber Panas Pada Pengelasan Resistansi Listrik
Energi panas yang diberikan pada operasi pengelasan tergantung pada aliran arus listrik, 
resistansi rangkaian, dan panjang waktu arus dialirkan , dirumuskan :
               H = I2 . R . t                                          (6-1)
Dimana :
H = Panas yang dihasilkan (J)
I  = Arus listrik (A)
R = Resistansi listrik (Ohm)
t = Waktu (sec)
Arus yang digunakan dalam pengelasan resistansi listrik ini sangat besar (umumnya 5000 
sampai dengan 20000 A), tetapi tegangan relative rendah (biasanya di bawah 10 V). 
Panjang waktu arus dialirkan pada umumnya sangat singkat, untuk pengelasan titik 
sekitar 0,1 sampai dengan 0,4 sec.
Alasan mengapa diperlukan arus sangat besar adalah sbb :
-   Bilangan kuadrat dalam rumus di atas menyatakan bahwa arus mempunyai pengaruh 
   yang besar terhadap besarnya panas yang dihasilkan
-   Resistansi listrik dalam rangkaian sangat rendah (sekitar 0,0001 Ohm)
   Resistansi listrik dalam rangkaian merupakan penjumlahan antara :
   -       Resistansi pada kedua electrode
   -       Resistansi pada kedua lembaran benda kerja
   -       Resistansi permukaan kontak antara electrode dan benda kerja
   -       Resistansi permukaan kontak antara benda kerja dengan benda kerja lainnya.
  Contoh Soal :
(1). Operasi pengelasan titik resistansi listrik dilakukan pada dua lembar baja tebal 
       0,062 inch, menggunakan arus listrik sebesar 12000 A untuk durasi 0,23 sec. 
      Resistansi listrik adalah 0,0001 Ohm dan manik las-an yang dihasilkan memiliki 
      diameter 0,25 inch dan tebal 0,1 inch. Energi lebur untuk logam (Um) = 155 
      Btu/in3.
Tentukan :
a). Berapa panas yang dihasilkan dalam operasi ini (Btu) ?
b). Berapa volume dari manik las-an (in3) ?
c). Berapa panas yang dibutuhkan untuk melebur manik las-an (Btu) ?
d). Berapa persen panas yang digunakan untuk pengelasan ?
e). Berapa persen panas yang diserap oleh logam sekitarnya ?
Catatan :
1 Btu = 1055 J  
1 J = 1/1055 Btu
1 W = 1 J/sec = 1 A2.Ohm
Diketahui :
I = 12000 A
t = 0,23 sec
R = 0,0001 Ohm
Dml  = 0,25 in
Bml = 0,1 in
Um = 155 Btu/in3
 Pembahasan :
a). Panas yang dihasilkan dalam operasi ini (Hop) :
Hop = I2 . R . t
       = (12000 A)2 (0,0001 Ohm) (0,23 sec)
       = 144.000.000 A2 (0,000023 Ohm.sec)
       = 3312 W.sec
       = 3312/1055   (J/sec)(sec)
       = 3,1393 Btu
b). Volume dari manik las-an (Vml) :
Vml = bml . (π/4) Dml2
       = 0,1 in (3,14/4) (0,25 in)2
       = 0,1 in (0,785)(0,0625 in2)
       = 0,0049 in3
c). Panas yang dibutuhkan untuk melebur manik las-an (Hml) :
Hml = Vml . Um
       = 0,0049 in3 (155 Btu/in3)
       = 0,7595 Btu
d). Berapa persen panas yang digunakan untuk pengelasan (H%p) :
H%p = (Hml / Hop ) x 100%
        = (0,7595 Btu / 3,1393 Btu ) x 100%
        = 24,1933%
e). Berapa persen panas yang diserap oleh logam sekitarnya (H%pl) :
H%pl = 100% -  24,1933% = 75,8067%

6.3. Kelebihan Pengelasan Resistansi Listrik
-   Tidak menggunakan logam pengisi
-   Kecepatan produksi tinggi
- Tidak diperlukan operator dengan keterampilan tinggi, karena mesin dijalankan secara automatis
-   Memiliki kemampuan ulang (repeatability) dan keandalan yang baik.
Sedangkan kelemahan dari pengelasan resistansi listrik adalah :
-          Biaya investasi tinggi, karena harga peralatan mahal
-          Hanya dapat mengerjakan sambungan tumpang (lap joint).

6.4. Proses Pengelasan Resistansi Listrik
                      Terdapat beberapa proses pengelasan resistansi listrik yang sering digunakan dalam industry, seperti :
-      Pengelasan titik resistansi listrik (Resistance Spot Welding = RSW)
-      Pengelasan kampuh resistansi listrik (Resistance Seam Welding = RSEW)
-   Pengelasan proyeksi resistansi listrik (Resistance Projection Welding = RPW)
-         Pengelasan resistansi listrik yang lain.

6.4.1. Pengelasan Titik Resistansi Listrik
Merupakan pengelasan resistansi listrik yang paling banyak digunakan, seperti dalam 
produksi massal automobile, alat-alat rumah tangga, furniture logam, dan produk-produk 
lain yang terbuat dari lembaran logam.
Pada proses pengelasan ini peleburan bidang kontak pada lembaran logam sambungan 
tumpang dicapai dengan menggunakan electrode yang saling berhadapan. Ketebalan 
lembaran logam yang disambung sekitar 0,125 in (3 mm) atau kurang, biasanya 
dilakukan pada sederetan las-an titik, dalam kondisi sambungan las-an tidak kedap udara. 
Ukuran dan bentuk las-an titik ditentukan oleh ujung electrode, pada umumnya berbentuk 
bulatan; tetapi kadang-kadang berbentuk yang lain seperti segi enam, segi empat, dan 
bentuk-bentuk yang lain. Manik las-an yang dihasilkan pada umumnya memiliki diameter 
0,2 sampai dengan 0,4 in (5 sampai dengan 10 mm), dan HAZ berada disekelilingnya. 
Operasi pengelasan titik ditunjukkan pada gambar 6.2 dengan tahapan sebagai berikut :
1). Benda kerja diletakkan diantara electrode terbuka
2). Elektrode ditutup dan gaya tekan diberikan
3). Arus listrik dialirkan (disebut waktu las)
4). Arus listrik diputus, tekanan tetap atau ditambah (arus yang kecil kadang-kadang 
    digunakan sesaat menjelang akhir tahapan ini, untuk menghilangkan tegangan sisa dari 
     daerah las-an)
5). Elektrode dibuka, dan benda kerja yang telah dilas dipindahkan.


Gambar 6.2. (a). Tahapan Siklus Pengelasan Titik, (b). Gaya Tekan dan Arus Listrik Yang Terkait Selama Siklus Pengelasan.

Material electrode yang biasa digunakan terdiri dari dua kelompok, yaitu :
-       Paduan tembaga, dan
-       Komposisi logam tahan api, seperti kombinasi tembaga dan tungsten.
Kelompok yang kedua memiliki sifat tahan aus yang tinggi, sehingga banyak digunakan 
dalam proses manufaktur. Perkakas akan selalu mengalami keausan secara bertahap bila 
digunakan berulang-ulang. Dalam praktek, electrode di desain dengan saluran air 
pendingin. Karena penggunaan dari pengelasan titik semakin meluas, maka berbagai 
mesin dan metode dikembangkan untuk melakukan operasi pengelasan titik, termasuk :
-       Mesin pengelasan titik lengan-pemutus (rocker-arm spot welding machine)
-       Mesin pengelasan titik jenis tekan (press type spot welding machine), dan 
-       Pistol pengelasan titik mampu jinjing (portable spot welding puns).

6.4.1.1. Pengelasan Titik Lengan-Pemutus
Seperti terlihat pada gambarb 6.3, memiliki electrode bawah stasioner dan electrode atas 
dapat digerakkan ke atas dank e bawah untuk pembebanan dan pelepasan benda kerja. 
Elektrode atas dihubungkan dengan lengan-pemutus yang gerakannya dapat 
dikendalikan dengan mengoperasikan pedal kaki. Mesin yang modern dapat deprogram 
untuk mengendalikan gaya dan arus listrik selama siklus kerja. Pengelasan titik ini 
merupakan jenis pengelasan titik stasioner, dimana benda kerja dibawa ke mesin.


Gambar 6.3. Pengelasan Titik Lengan-Pemutus.

6.4.1.2. Pengelasan Titik Jenis Tekan
Digunakan untuk benda kerja yang besar. Electrode atas memiliki gerakan garis 
lurus yang disiapkan untuk penekanan vertical, dengan daya pneumatic atau 
hidrolik. Tekanan yang digunakan lebih besar dan biasanya deprogram untuk 
siklus kerja yang lebih kompleks. Sama seperti pengelasan titik lengan-pemutus, 
pada pengelasan titik jenis tekan, mesin juga diletakkan stasioner sedang benda 
kerja dibawa ke mesin.

6.4.1.3. Pistol Pengelasan Titik Mampu Jinjing
Merupakan mesin pengelasan titik dengan pistol pengelas yang dapat dijinjing, 
digunakan untuk pengelasan benda kerja besar yang sulit dipindahkan. Peralatan 
pistol terdiri dari electrode saling berhadapan yang memiliki mekanisme 
penjepit. Setiap unit memiliki bobot yang ringan, sehingga dapat dioperasikan 
dengan tenaga manusia atau robot industry. Pistol dihubungkan dengan sumber 
daya menggunakan kabel listrik fleksibel (untuk mengalirkan arus listrik) dan 
selang udara (untuk gerakan penjepit pneumatic). Air pendingin untuk electrode, 
bila diperlukan, dapat juga disiapkan melalui selang air. Pistol pengelasan titik 
mampu jinjing banyak digunakan dalam perakitan akhir automobile untuk 
mengelas lembaran logam bodi mobil.

 6.4.2. Pengelasan Kampuh Resistansi Listrik
Pada pengelasan kampuh resistansi listrik digunakan electrode roda yang dapat diputar, 
seperti terlihat pada gambar 6.4, dan serangkaian las-an titik yang tumpang-tindih dibuat 
sepanjang sambungan tumpang. Proses pengelasan ini dapat menghasilkan las-an kedap 
udara, sehingga banyak digunakan dalam pembuatan tangki gasoline, peredam suara 
automobile, dan berbagai macam fabrikasi container dari bahan logam lembaran. Secara 
teknik pengelasan kampuh ini sama seperti pengelasan titik, hanya disini electrode roda 
biasanya dioperasikan secara kontinyu, sehingga menghasilkan kampuh las-an lurus atau 
garis kurve seragam. Sudut yang tajam sulit dikerjakan dengan menggunakan metode ini.


Gambar 6.4. Pengelasan Kampuh Resistansi Listrik.

Jarak antara manik las-an dalam pengelasan kampuh resistansi listrik ini tergantung pada 
gerakan roda electrode relative terhadap aplikasi arus las. Operasi yang biasa digunakan, 
disebut pengelasan gerakan kontinyu (continuous motion welding), roda berputar secara 
kontinyu pada kecepatan yang konstan, dan arus listrik diberikan pada interval waktu 
tertentu sesuai dengan jarak titik las-an yang diinginkan.


Gambar 6.5. Beberapa Macam Kampuh Las-an Yang Dapat Dihasilkan Oleh Roda Elektrode.

Pada gambar 6.5. ditunjukkan bahwa frekuensi pelepasan arus biasanya diatur dengan interval sedemikian rupa sehingga dihasilkan manik las-an tumpang-tindih (gambar 6.5a) Tetapi bila interval pelepasan arus listrik dikurangi, maka akan diperoleh manik las-an dengan jarak tertentu (gambar 6.5b), metode ini disebut pengelasan titik rol (roll spot welding). Variasi yang lain, arus las dialirkan secara konstan (tidak berbentuk pulsa) sehingga dihasilkan kampuh yang benar-benar kontinyu (gambar 6.5c). Pendinginan benda kerja dan roda dilakukan dengan mengalirkan air pendingin pada sisi atas dan bawah permukaan benda kerja dekat roda electrode.

6.4.3. Pengelasan Proyeksi Resistansi Listrik
Pengelasan Proyeksi Resistansi Listrik hampir sama dengan pengelasan titik 
resistansi listrik. Gambar skematis pengelasan proyeksi resistansi listrik terlihat 
pada gambar 6.6.


Gambar 6.6. Pengelasan Proyeksi Resistansi Listrik.

Lembaran logam yang akan dilas, dipres dahulu dengan mesin panas, sehingga terjadi 
sembulan (proyeksi) dari dalam logam. Diameter permukaan proyeksi sama dengan tebal 
lembaran, sedang tinggi proyeksi lebih kurang 60% dari tebal lembaran tadi. Proyeksi 
tersebut merupakan titik-titik dimana akan dilakukan sambungan las, sehingga cara ini 
dapat dihasilkan beberapa sambungan las sekaligus.
Keunggulan pengelasan proyeksi dibandingkan dengan pengelasan titik adalah sbb :
-       Penampilan lebih baik
-       Umur electrode lebih panjang karena digunakan permukaan rata
-       Pemeliharaan electrode lebih mudah
-       Pembuatan titik-titik proyeksi diperlukan biaya, tetapi dengan menghemat biaya 
     pengelasan, maka secara keseluruhan biaya menjadi lebih murah.
Gambar 6.7 menunjukkan dua contoh variasi pengelasan proyeksi resistansi listrik, yaitu 
a). Proyeksi yang dibuat dengan proses pemesinan dapat disambungkan secara permanen 
     pada lembaran atau pelat logam
b).Penyambungan kawat melintang seperti kawat pagar, kereta belanja, dan 
    pemanggangan. Dalam proses ini permukaan kontak yang berbentuk bulatan berfungsi 
     sebagai proyeksi, dimana terjadi panas resistansi untuk pengelasan.


Gambar 6.7. Dua Variasi Pengelasan Proyeksi Resistansi Listrik.

6.4.4. Operasi Pengelasan Yang Lain
Beberapa pengelasan yang lain, yang menggunakan prinsip pengelasan resistansi listrik adalah sbb :
-       Pengelasan nyala (Flash Welding = FW)
-       Pengelasan upset (Upset Welding = UW)
-       Pengelasan perkursi (Percussion Welding = PEW), dan
-       Pengelasan resistansi frekuensi tinggi (High Frequency Resistance Welding = HFRW)

6.4.4.1. Pengelasan Nyala
Umumnya digunakan untuk sambungan tumpu (butt joints). Pada gambar 6.8 
ditunjukkan benda kerja dijepit dalam mesin dan bagian-bagian yang akan disambung 
disatukan dengan tekanan serendah mungkin, sehingga masih terdapat celah diantara 
kedua permukaan kontak. Dengan menggunakan tegangan listrik yang tinggi akan 
menimbulkan loncatan api diantara kedua permukaan kontak tersebut (gambar 6.8.1), 
sehingga suhu naik mencapai suhu tempa. Karena panas yang dihasilkan akibat adanya 
nyala api, kadang-kadang pengelasan ini juga digolongkan sebagai pengelasan busur.


Gambar 6.8. Tahapan Proses Pengelasan Nyala.

Sejalan dengan naiknya suhu pada permukaan kontak, tekanan perlahan-lahan 
ditingkatkan hingga terbentuk sambungan las-an (gambar 6.8.1). Tekanan yang 
digunakan berkisar antara 35 hingga 170 MPa. Sirip tipis yang terbentuk di sekeliling 
sambungan biasanya dihilangkan dengan proses pemesinan.

6.4.4.2. Pengelasan Upset
Hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan 
dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak 
tersebut tidak terdapat celah. Dalam operasi pengelasan ini, benda kerja dijepit 
dalam mesin dan ditekan, kemudian dialirkan arus listrik, sehingga terjadi 
pemanasan akibat adanya resistansi listrik. Laju pemanasan tergantung pada 
tekanan, jenis bahan, dan keadaan permukaan. Karena resistansi litrik berbanding 
terbalik dengan tekanan, maka tekanan mula biasanya rendah kemudian 
ditingkatkan (upsetting force), sehingga terbentuk sambungan las-an. Tekanan 
yang digunakan berkisar antara 15 hingga 55 MPa. Cara pengelasan ini banyak 
digunakan untuk batang, pipa, struktur yang kecil, dan benda-benda lain dengan 
penampang yang sama.

6.4.4.3. Pengelasan Perkusi
Hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja durasi siklus pengelasan 
sangat pendek, umumnya hanya sekitar 1 hingga 10 detik. Pemanasan yang cepat 
dihasilkan dengan pelepasan energy listrik secara mendadak antara kedua 
permukaan, kemudian segera diikuti dengan proses perkusi (tumbukan) satu 
bagian terhadap bagian yang lain sehingga terbentuk sambungan las-an.

6.4.4.4. Pengelasan Resistansi Frekuensi Tinggi
Merupakan proses pengelasan resistansi listrik yang menggunakan arus bolak-
balik frekuensi tinggi untuk menghasilkan panas, kemudian segera diikuti dengan 
memberikan gaya tekan tambahan (upset force), sehingga terjadi proses 
penyambungan, seperti terlihat pada gambar 6.9a.


Gambar 6.9. Pengelasan Kampuh Tabung dengan (a) Pengelasan Resistansi Frekuensi Tinggi, (b) Pengelasan Induksi Frekuensi.

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 kHz, dan electrode dikontakkan 
dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan las-an dengan cepat. Variasi dari 
proses ini, disebut pengelasan induksi frekuensi tinggi (High Frequency Induction 
Welding = HFIW), arus pemanasan diinduksikan ke benda kerja dengan menggunakan 
kumparan induksi frekuensi tingg. Kumparan tidak bersentuhan dengan benda kerja. 
Pengelasan resistansi frekuensi tinggi dan pengelasan induksi frekuensi tinggi adalah 
pengelasan tumpu kontinyu yang digunakan dalam penyambungan pipa atau tabung 
dengan kampuh yang memanjang.

BAB VII
PENGELASAN GAS

7.1.      Pengertian
Dalam proses pengelasan gas, panas diperoleh dari hasil 
pembakaran gas dengan oksigen sehingga menimbulkan nyala 
api dengan suhu yang dapat mencairkan logam dasar dan logam
 pengisi. Pengelasan gas juga digunakan untuk proses pemotongan
logam. Gas yang lazim digunakan adalah gas alam, asetilen, dan
hydrogen.  Di antara ketiga gas ini yang paling sering dipakai
adalah gas asetilen, sehingga pengelasan gas pada umumnya 
diartikan sebagai pengelasan oksi-asetilen (Oxyasetylene Welding = 
OAW).
7.2.   Pengelasan Oksi-Asetilen
Pengelasan oksi-asetilen merupakan proses pengelasan lebur dengan 
menggunakan nyala api temperature tinggi yang diperoleh dari hasil 
pembakaran gas asetilen dengan oksigen. Nyala api diarahkan oleh 
ujung pembakar (welding torch tip). Pengelasan dapat dilakukan 
dengan atau tanpa logam pengisi, dan tekanan kadang-kadang 
digunakan untuk menyatukan kedua permukaan benda kerja yang 
akan disambung. Gambar sketsa pengelasan oksi-asetilen 
diperlihatkan pada gambar 7.1.



Gambar 7.1. Pengelasan Oksi-Asetilen.
Bila digunakan logam pengisi, maka komposisi logam pengisi harus
sama dengan komposisi logam dasar. Logam pengisi sering dilapisi
dengan fluks, untuk membantu membersihkan permukaan dan
melindungi las-an agar tidak terjadi oksidasi. Nyala api dalam 
pengelasan oksi-asetilen dihasilkan oleh reaksi kimia asetilen
(C2H2) dan oksigen (O2) dalam dua tahapan.
Tahapan pertama ditentukan  oleh reaksi :
C2H2 + O2 ---à 2CO + H2 + panas
Hasil reaksi tersebut mudah terbakar, sehingga menyebabkan reaksi 
yang tahapan kedua :
               2CO + H2 + 1,5 O2 --à 2CO2 + H2O + panas
Dua tahapan pembakaran dapat dilihat dalam emisi nyala api oksi-
asetilen yang keluar dari ujung pembakar. Bila campuran oksigen
dan asetilen 1 : 1, seperti yang dijelaskan pada formula reaksi kimia 
di atas, nyala api yang dihasilkan dikenal sebagai nyala netral seperti
terlihat pada gambar 7.2.


Gambar 7.2. Nyala Oksi-Asetilen Menunjukkan Temperatur Yang Dicapai.
Reaksi kimia tahap pertama terlihat sebagai kerucut dalam nyala api 
(berwarna putih bersinar), sedang reaksi tahap kedua terlihat 
sebagai kerucut luar yang membungkus kerucut dalam (hampir 
tanpa warna tetapi sedikit warna antara biru dan jingga). Suhu 
tertinggi dicapai pada nyala api ujung kerucut dalam, dan suhu 
tahap kedua suhunya di bawah ujung dalam tersebut. Selama 
pengelasan berlangsung, kerucut luar menyebar dan menutup 
permukaan benda kerja yang akan disambung, dan melindungi las-
an dari pengaruh atmosfer sekelilingnya. Panas total yang 
dilepaskan selama dua tahapan pembakaran asetilen adalah 1470 
Btu/ft3 (55 x 106 J/m3). Tetapi karena suhu yang terdistribusi dalam 
nyala api, maka nyala api akan menyebar di atas permukaan benda 
kerja, dan hilang di udara, densitas daya dan efisiensi dalam 
pengelasan oksi-asetilen relative rendah : f1 = 0,10 hingga 0,30.
Contoh Soal :

(1). Ujung pembakar Oksi-Asetilen mensuplay (Upok) = 10 ft3 Asetilen per jam dan Oksigendengan laju volume yang sama untuk operasi pengelasan Oksi-Asetilen pada baja 3/16 inch. Panas yang dihasilkan dari pembakaran ditransfer ke permukaan benda kerja dengan efisiensi (f1) = 0,25 atau 25%, serta panas total yang dilepaskan (Htotal) = 1470 Btu/ft3. Bila 75% panas dari nyala api dikenakan ke daerah lingkaran pada permukaan benda kerja memiliki diameter (D) = 0,375 inch.
           Tentukan :
a). Laju panas yang dilepaskan selama pembakaran (HR) dalam satuan Btu/sec ?
b). Laju panas yang ditransfer ke permukaan benda kerja (Hyd) dalam satuan Btu/sec ?
c). Luas daerah lingkaran pada permukaan benda kerja (A) dalam satuan in2 ?
d). Densitas Daya rata-rata dalam daerah lingkaran (µrata-rata) dalam satuan Btu/sec.in2 ?
Diketahui : 
(Upok) = 10 ft3/jam
Htotal = 1470 Btu/ft3
f1 = 25% = 0,25
f2 = 75% = 0,75
D = 0,375 in
Pembahasan :
a). Laju panas yang dilepaskan selama pembakaran (HR) :
           HR = Upok . Htotal
                 = 10 ft3/jam . (1470 Btu/ft3)
                 =  14700 Btu/jam
                 = (14700/3600) Btu/sec
                 = 4,0833 Btu/sec
b). Laju panas yang ditransfer ke permukaan benda kerja (Hyd) :
            Hyd = f1 . HR
                   = 0,25 (4,0833 Btu/sec)
                   = 1,0208 Btu/sec
c). Luas daerah lingkaran pada permukaan benda kerja (A) :
           A = (π/4) D2
               = (3,14/4)(0,375 in)2
               = 0,785 (0,1406 in2)
               = 0,1104 in2
d). Densitas Daya rata-rata dalam daerah lingkaran (µrata-rata) :
            µrata-rata = f2 . Hyd / A
                            = 0,75 (1,0208 Btu/sec) / 0,1104 in2
                            = 0,7656 Btu/sec / 0,1104 in2
                            = 6,9348 Btu/(sec.in2)

  
BAB VIII
PENGELASAN PADAT

8.1.   Pengertian
Dalam proses pengelasan padat tidak digunakan logam pengisi, 
dan penyambungan dapat dicapai dengan :
1). Tekanan saja, atau
2). Panas, dan Tekanan.
Bila digunakan panas dan tekanan, jumlah panas yang diberikan 
dari luar pada umumnya tidak cukup untuk melebur permukaan 
benda kerja. Tetapi dalam beberapa kasus baik bila digunakan 
panas dan tekanan atau tekanan saja, bila energy yang dihasilkan 
cukup besar, maka dapat terjadi peleburan yang terlokalisir hanya 
pada permukaan kontak. Jadi dalam pengelasan padat, ikatan 
metalurgi diperoleh dengan sedikit atau tanpa peleburan logam 
dasar.
Syarat-syarat agar terjadi ikatan metalurgi yang baik adalah sbb :
1). Kedua permukaan kontak harus sangat bersih,
2). Kedua permukaan kontak satu sama lain harus saling menempel 
     sangat rapat agar dapat terjadi ikatan atom.
Untuk beberapa proses pengelasan padat, waktu juga merupakan 
factor penting.

8.2. Keuntungan Pengelasan Pada Dibandingkan Pengelasan Lebur
Keuntungan Pengelasan Pada Dibandingkan Pengelasan 
Lebur adalah sbb :
  o  Bila tidak terjadi peleburan, maka tidak terbentuk daerah      
        pengaruh panas (HAZ), dengan demikian logam disekeliling     
        sambungan masih memiliki sifat-sifat aslinya
 o  Kebanyakan proses ini menghasilkan sambungan las yang          meliputi seluruh permukaan kontak, tidak seperti pada operasi    pengelasan lebur dimana sambungan berupa titik atau kampuh las
 o  Beberapa proses pengelasan padat dapat digunakan untuk 
  menyambung logam yang tidak sama, tanpa memperhatikan ekspansi termal relative, konduktivitas, dan permasalahan lain yang biasanya terjadi pada pengelasan lebur bila digunakan menyambung logam yang tidak sejenis.

8.3.  Yang Termasuk Kelompok Pengelasan Padat
   Yang Termasuk Kelompok Pengelasan Padat adalah sbb :
    ·      Pengelasan tempa (forge welding)
    ·      Pengelasan dingin (Cold Welding = CW)
    ·      Pengelasan rol (Roll Welding = ROW)
    ·      Pengelasan ledak (Explosion Welding = EXW)
    ·      Pengelasan gesek (Friction Welding = FRW)
    ·      Pengelasan ultrasonic (Ultrasonic Welding = USW)

8.3.1. Pengelasan Tempa
Pengelasan tempa merupakan teknik penyambungan logam yang 
paling tua. Komponen logam yang akan disambung dipanaskan 
hingga temperature kerja kemudian bersama-sama ditempa dengan 
palu atau lainnya hingga tersambung menjadi satu.

8.3.2. Pengelasan Dingin
Pengelasan dingain adalah Proses penyambungan logam pada 
temperature ruang di bawah pengaruh tekanan. Akibat tekanan, 
permukaan benda kerja mengalami aliran dan menghasilkan 
sambungan las. Suatu contoh, kawat dan batang dijepit dalam 
jepitan khusus kemudian ditekan dengan tekanan yang cukup besar 
sehingga terjadi aliran plastic pada ujung sambungan. Sebelum 
penyambungan permukaan permukaan dibersihkan terlebih dahulu 
dengan sikat sehingga terbebas dari lapisan oksida. Bahan tekan 
dapat dilakukan dengan perlahan-lahan atau dengan tumbukan 
(impact). Pengelasan dingin ini umumnya diterapkan pada 
aluminium dan tembaga, tetapi kadang-kadang juga diterapkan 
untuk penyambungan nikel, seng, dan monel.

8.3.3. Pengelasan Rol
Pengelasan rol termasuk proses pengelasan padat, dimana proses 
penekanannya menggunakan peralatan rol, baik dengan pemanasan 
dari luar atau tidak, seperti terlihat pada gambar 8.1


Gambar 8.1. Pengelasan Rol.

                       Bila tanpa menggunakan panas dari luar, prosesnya disebut pengelasan rol dingin, sedang bila menggunakan panas dari luar prosesnya disebut pengelasan rol panas. Pengelasan rol biasa digunakan untuk melapisi baja karbon atau baja paduan dengan baja tahan karat agar memiliki ketahanan terhadap korosi, atau untuk membuat dwimetal yang digunakan untuk pengukuran temperature.

8.3.4. Pengelasan Ledak
                      Pengelasan ledak merupakan pengelasan padat dimana dua permukaan 
                      logam dijadikan satu di bawah pengaruh impak dan tekanan. Tekanan tinggi
                      berasal dari ledakan yang ditempatkan dekat logam seperti terlihat pada 
                      gambar 8.2.



Gambar 8.2. Pengelasan Ledak.

                   Kadang-kadang bahan pelindung, seperti karet menyelubungi panel atas 
                   untuk mencegah kerusakan permukaan. Keseluruhan ditempatkan di 
                   atas landasan yang dapat menyerap energy yang terjadi sewaktu 
                   operasi penyambungan.

8.3.5. Pengelasan Gesek
                  Penyambungan terjadi oleh panas gesek akibat perputaran logam 
                  satu terhadap lainnya di bawah pengaruh tekanan aksial. Kedua 
                  permukaan yang bersinggungan menjadi panas mendekati titik 
                  cair dan bahan yang berdekatan dengan permukaan menjadi plastis. 
                  Pada gambar 8.3 ditunjukkan cara pengelasan dua poros. 
                 Tahapan proses adalah sbb :
1). Salah satu poros diputar tanpa bersentuhan dengan poros yang lain, dengan memutar pemegang (rotating chuck)
2). Kedua poros satu sama lain disentuhkan sehingga timbul panas akibat gesekan
3). Putaran dihentikan, poros diberi gaya tekan aksial, dan
4). Sambungan las terbentuk.


Gambar 8.3. Pengelasan Gesek.
                        Kerugian dari proses ini terletak pada keterbatasan bentuk yang 
                       dapat dilas, sedang keuntungannya adalah peralatan yang digunakan 
                       sangat sederhana, proses berjalan sangat cepat, persiapan benda kerja 
                       sebelum pengelasan minim, dan hemat energy. Selain itu logam 
                       tak sejenis dapat disambung pula dan siklus pengelasan dapat 
                      diprogramkan dengan mudah. Las gesek banyak digunakan untuk 
                      penyambungan plastic.

8.3.6. Pengelasan Ultrasonik
                      Pengelasan ultrasonic adalah Proses penyambungan pelat untuk 
                      logam yang sejenis maupun tak sejenis, umumnya dengan 
                      membentuk sambungan tindih, seperti terlihat pada gambar 8.4


Gambar 8.4. Pengelasan Ultrasonik (a). Pemasangan untuk sambungan tindih, dan (b). Pembesaran gambar daerah las.
                      Energi getaran berfrekuensi tinggi mengenai daerah las dalam bidang 
                      sejajar dengan permukaan sambungan las. Gaya yang ada menimbulkan 
                      tegangan geser osilasi pada permukaan las, tegangan tersebut merusak 
                     dan mengelupas lapisan oksida. Slip permukaan ini menghasilkan kontak 
                     logam dengan logam, terjadi pencampuran logam dan terbentuklah manik 
                     las yang baik. Dalam proses ini tidak diperlukan pemanasan dari luar. 
                     Proses pengelasan ultrasonic hanya dapat diterapkan pada logam 
                     dengan ketebalan maksimal 3 mm, sedang ketebalan minimum tidak ada. 
                     Pada sambungan las terjadi deformasi plastic setempat pada batas 
                     permukaan dan kekuatannya lebih baik dibandingkan proses penyambungan 
                     lainnya.