LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
SEMESTER GANJIL 2008/2009
Ketua Pelaksana
Ir. Rudy Yulianto, M.T
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2008
Judul Kegiatan : Pembuatan Kompos Menggunakan Mesin Perajang
Daun
Ketua Pelaksana Kegiatan :
- Nama : Ir. Rudy Yulianto, M.T
- Tempat/Tanggal Lahir : Boyolali, 20 Juli 1968
- Jenis Kelamin : Laki-Laki
- Jabatan/Pangkat Akademik : Asisten Ahli
- Jurusan/Program Studi : Teknik Mesin
- Fakultas : Teknologi Industri
Nama Anggota Pelaksana :
- Staf Pengajar : 1. Drs. Achmad Dahlan, M.Si
2. Ir. Iwan Setiono, M.T
3. Dr. Dianta Mustofa Kemal, ST, MT
- Tenaga Pembantu : Mugiyanto
Peserta (Khalayak Sasaran) : Masyarakat Desa Cikoredas Parungkuda Jawa
Barat
Jumlah Peserta : 70 Orang
Lama Kegiatan : 2 hari
Jakarta, 27 November 2008
Mengetahui :
Kepala Program Teknik Mesin D-III Ketua Pelaksana
Ir. Agus Budi Djatmiko, M.T Ir. Rudy Yulianto, M.T
Menyetujui :
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Ir. Darma Setiawan, M.Si
BAB I
PENDAHULUAN
Kami Tim Pengabdian Pada Masyarakat dari FTI-UJ memberikan pelatihan dan pembuatan kompos. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai.
Oleh karena itu kami dengan Tim Pengabdian Pada Masyarakat dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya mengajak maupun berbagi pengalaman kepada masyarakat Desa Cikoredas Parungkuda Sukabumi, Jawa Barat, secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan olehmikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
BAB II
TUJUAN, TARGET LUARAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
2.1. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dengan program ini adalah :
- Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pemanfaat sampah yang ada di lingkungan sekitar kita baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan.
- Membentuk unit usaha (kecil dan rumah tangga) mengenai pupuk kompos.
2.2. Target Luaran
Target luaran adalah alat pengubahan bahan sampah pembuatan kompos yang efektif dan efisien.
2.3. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah :
- Masyarakat secara mandiri mampu membuat pupuk kompos.
- Masyarakat dapat membentuk unit usaha (kecil atau rumah tangga) sebagai penghasil pupuk kompos.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Tempat Pelaksanaan
Kampung Desa Cikoredas Kecamatan Parungkuda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
3.2. Waktu Pelaksanaan
Hari Senin s/d Selasa Tanggal 27 & 28 November 2008 dengan jangka waktu penyuluhan dan pelatihan 2 (dua) hari.
Metodologi yang dilakukan adalah :
- Pemberian Materi (Penyuluhan)
- Dialog dan Diskusi
- Pelatihan Pembuatan Alat Pengubah Sampah menjadi pupuk kompos.
3.3. Pelaksanaan Kegiatan
Hari Senin Tanggal 27 Desember 2008
Pukul Kegiatan Nara Sumber
19.00 – 19.15 Pembukaan dan Sambutan Panitia
19.15 – 20.30 Penyuluhan tentang Kompos Achmad Dahlan
20.30 – 22.00 Penyuluhan tentang Pengomposan Rudy Yulianto
Hari Selasa Tanggal 28 Desember 2008
09.00 – 10.30 Pelatihan dan Pembuatan Mesin
Perajang Sampah atau Daun Iwan Setiono
10.30 – 11.45 Pembuatan Kompos Dengan
Mesin Perajang Sampah atau
Daun Dianta MK
11.45 - 12.00 Penutupan
- Drs. Achmad Dahlan, M. Si (Praktisi)
- Ir. Rudy Yulianto, MT (Akademisi)
- Ir. Iwan Setiono, MT (Akademisi)
- Dr. Dianta Mustofa Kamal, ST, MT (Akademisi)
3.5. Analisa Kegiatan
Pada Pelaksanaan Penyuluhan dan Pelatihan ini, peserta yang hadir sebanyak 70 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat, pemuda dan komponen masyarakat lainnya.
Selama Penyuluhan dan Pelatihan berlangsung, terlihat bahwa antusias peserta cukup tinggi, karena materi yang disajikan dirasa sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Bahkan beberapa sesepuh (kaum tua) setempat teringat masa-masa lalu (jaman penjajahan), dimana pada masa itu pemanfaat pupuk kompos dengan mengunakan sampah dedauanan.
Antusias warga yang mengikuti Penyuluhan dan Pelatihan ini terlihat juga dari tingkat keaktifan peserta dalam menanggapi dan penyampaikan harapan, serta keinginan mereka tentang tindak lanjut kegitan serupa dikemudian hari pada saat sesi diskusi berlangsung.
Terkait dengan potensi wilayah, di desa Cikoredas terdapat area perkebunan teh seluas ± 500 hektar dan dekat gunung Salak Jawa Barat, maka bahan sampah atau daun-daunan akan mudah di dapat dengan volume yang lebih besar.
BAB IV
PENUTUP
Dengan Penyuluhan dan Pelatihan tentang Pembuatan Alat Pengubah Bahan Sampah atau daun-daunan menjadi Pupuk Kompos kepada masyarakat ini diharapkan pemahaman, pemanfaatan, dan kemampuan membuat Pupuk Kompos ini sangat sederhana sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Membuat Kompos Secara Kilat, Yovita Hety Indriani
[2]. Pupuk Organik.
[3]. Memanfaatkan Sampah
[4]. http://practicallygreen-sn.blogspot.com.
LAMPIRAN 1
MODUL 1
KOMPOS
Oleh
Drs. Achmad Dahlan, M. Si
1.1. Pengertian Kompos
Kompos adalah Bahan organik penguraian bahan yang berasal dari mahluk hidup yang dapat terurai (biodegradable) yang secara biologi bersifat stabil dan dapat dimanfaatkan unsur hara (nutrient) dalam buangannya secara maksimal seperti nitrogen, phosphor, kalium (potassium), serta dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah. Zat hara yang dikandung kompos bergantung pada jenis bahan yang digunakan.
Bahan baku kompos antara lain : sampah rumah tangga (sampah kota), limbah pertanian, limbah hutan, dan kotoran ternak.
Karena sampah kota jenisnya beragam (bermacam-macam) dan komposisinya berubah-ubah (fluktuatif), maka kualitasnya akan mengikuti karakteristik sampah yang digunakan sebagai bahan kompos.
1.2. Kandungan Kompos
Kompos matang yang sudah siap digunakan memiliki kandungan unsur hara yang beragam bergantung pada bahan baku yang digunakan.
Tabel 1.1. Jenis Bahan Baku dan Kandungan Phospor (%)
Jenis Bahan Baku Kandungan Phospor (%)
Daun Lamtoro 0,65 + 0,01
Daun Jati 2,97 + 0,15
Sampah Kota 2,68 + 0,15
1.3. Manfaat dan Kekurangan Kompos
1. Lebih ramah lingkungan, tidak merugikan kesehatan dan tidak mencemari lingkungan.
2. Bahan mudah didapat, selalu tersedia setiap hari dan tentunya tidak perlu membeli.
3. Cara membuatnya sederhana, tidak memerlukan peralatan canggih ataupun mahal.
4. Dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan jumlah makhluk hidup (mikroba) di dalam tanah yang mampu membantu pertumbuhan tanaman.
Manfaat Kompos dalam Memperbaiki Sifat Tanah adalah :
1. Memperkaya unsur hara tanah (bahan makanan untuk tanaman).
2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir.
3. Memperbaiki struktur tanah berlempung.
4. Mempertinggi kemampuan menyimpan air.
5. Memperbaiki drinase dan porositas tanah.
6. Menjaga kestabilan suhu tanah.
7. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara.
8. Meningkatkan pengaruh (efisiensi) pupuk kimia (pupuk buatan).
Kekurangan Kompos adalah :
1. Kandungan unsur hara tidak bisa diketahui secara pasti.
2. Kandungan unsur hara lebih rendah dibandingkan dengan pupuk anorganik.
3. Tanaman tidak bisa menyerap unsur hara dari kompos lebih cepat, dibandingkan dengan pupuk organik.
4. Proses pembuatan yang tidak hati-hati dapat mengandung telur dan larva hama.
1.4. Pengomposan
Proses pengomposan dibedakan berdasarkan pengelompokkan antara lain :
a. Ketersediaan Oksigen
- Aerob bila dalam prosesnya menggunakan oksigen.
- Anaerob bila dalam prosesnya tidak memerlukan adanya oksigen.
b. Kondisi suhu
- Suhu mesofilik : Berlangsung pada suhu normal, biasanya proses Aerob.
- Suhu termofilik : Berlangsung di atas 40 derajat Celsius terjadi pada kondisi Aerob.
c. Teknologi yang digunakan
- Pengomposan tradisional (alamiah) misalnya : dengan cara windrow.
- Pengomposan dipercepat (high rate) yang bersasaran mengkondisikan dengan rekayasa lingkungan
proses yang mengoptimalkan kerja mikroorganisme, seperti : pengaturan pH, asupan udara, kelembab-
an, suhu, pencampuran, dsb.
Pengomposan Aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau, waktu pengomposan lebih cepat, temperatur proses pembuatannya tinggi sehingga dapat membunuh bakteri pathogen dan telur cacing, sehingga kompos yang dihasilkan lebih higienis.
Proses penguraian (pembusukan) yang berlangsung secara alami (aerob) dapat menghasilkan unsur yang diperlukan oleh tanaman seperti : N, P, dan K (Nitrogen, Phospor, dan Kalium).
CHON + O2 + Nutrien Sel-sel baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4 + Panas + Kompos
Adapun perbedaan antara proses Aerob dengan Anaerob pada Tabel 1.2. berikut ini. Proses pembuatan kompos adalah penguraian bahan organik limbah padat (sampah) secara biologis dibawah kendali kondisi proses yang berlangsung. Dalam produk akhir, bahan organik belumlah dapat dikatakan stabil, namun dapat disebut stabil secara biologis.
Tabel 1.2. Perbandingan Pengomposan Aerob dengan Anaerob.
No. Karakteristik Aerob Anaerob
1. Reaksi Pembentukan Eksotermis, dihasilkan panas Endotermis, dihasilkan
bio-gas
2. Hasil Akhir Humus, CO2, H2O Lumpur, CO2, CH4
3. Reduksi volume Lebih dari 50% Lebih dari 50%
4. Waktu Proses 20 - 30 hari 20 - 40 hari
5. Tujuan Utama Reduksi Volume Produksi Energi
6. Tujuan Sampingan Produksi Kompos Stabilisasi limbah
7. Estetika Tidak menimbulkan bau Menimbulkan bau
Kandungan Karbon dan nitrogen pada kompos (lihat Tabel 1.3)
- Karbon (C) adalah komponen utama penyusun bahan organik sebagai sumber energi,
terdapat dalam bahan organik yang akan dikomposkan seperti jerami, batang tebu, sampah
kota, daun-daunan dsb.
- Nitrogen (N) adalah komponen utama yang berasal dari protein, misalnya pada kotoran
hewan dan dibutuhkan dalam pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang
baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25 - 30 (satuan berat n kering), sedang C/N
diakhir proses adalah 12 - 15. Pada rasio yang lebih rendah, amoniak akan dihasilkan dan
aktivitas biologi akan terlambat, sedang pada ratio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi
variabel pembatas.
- Harga C/N tanah adalah 10 - 12, sehingga bahan-bahan yang mempunyai harga C/N men-
dekati C/N tanah, dapat langsung digunakan.
Tabel 1.3. Perbandingan C/N dan Kadar Air
Jenis Bahan Harga C/N Kadar Air (%)
Kayu 200 - 400 75 - 90
Jerami Padi 50 - 70 75 - 85
Kertas 50 55 - 65
Kotoran Ternak 10 - 20 55 - 65
Sampah Kota 30 50 - 60
Sistem Windrow merupakan teknologi yang relatif paling sederhana setelah pengomposan
melalui penumpukan bahan kompos secara tradisional. Proses ini membutuhkan waktu
sekitar 2 - 3 minggu untuk mencapai kompos matang.
Di negara industri, pengomposan sampah kota sudah biasa dilaksanakan secara mekanis
dikenal sebagai pengomposan dipercepat (accelerated composting). Percepatan ini di-
laksanakan pada proses pembuatan kompos setengah matang, yang pada pengomposan
tradisional (konvensional) membutuhkan waktu sekitar 3 minggu. Pada pengomposan ini,
waktu yang dibutuhkan dipercepat sampai menjadi 1 minggu.
MODUL 2
PENGOMPOSAN
Oleh
Dr. Dianta Mustofa Kamal, ST, MT
2.1. Proses Pengomposan
Proses pengomposan (composting) adalah Proses penguraian (dekomposisi) bahan organik yang dapat diuraikan (biodegradable) oleh jasad renik (mikroorganisme, bakteri). Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses penguraian (dekomposisi) secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan jasad renik yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda pengolahan sampah organik menjadi material baru, seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.
Pengomposan dengan bahan baku sampah domestik merupakan teknologi yang ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill.
2.2. Keuntungan Pengomposan
Pengomposan sampah kota mempunyai banyak keuntungan sebagai berikut :
A. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah perkotaan
Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri dari sampah organik, sekitar 50 s/d 60% dapat dikomposkan. Apabila pengomposan ini dapat diwujudkan, tentunya dapat membantu pengelolaan sampah di perkotaan, yaitu :
1. Memperpanjang masa pakai Tempat Pembuangan Akhir (TPA), karena semakin
banyak sampah yang dapat dikomposkan, semakin sedikit sampah yang dikelola di TPA.
2. Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah, disebabkan jumlah sampah yang
diangkut ke TPA semakin berkurang.
3. Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan
Semakin banyak sampah yang dibuat kompos, diharapkan semakin sedikit
pula masalah kesehatan lingkungan masyarakat yang timbul. Dalam proses
pengomposan, panas yang dihasilkan dapat mencapai 60 derajat Celsius, sehingga
kondisi ini dapat memusnahkan mikroorganisme patogen yang terdapat dalam massa
sampah.
B. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomosan dapat meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga.
C. Pengomosan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan, karena jumlah sampah
yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu penggunaan kompos
ada lahan pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan
pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan.
D. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pemakaian kompos pada perkebunan akan
meningkatkan kemampuan lahan kebun dalam menahan air, sehingga kandungan air
permukaan lebih terjaga. Selain itu pemakaian humus sebagai media tanaman dapat di-
gantikan oleh kompos, sehingga pengambilan (eksploitasi) humus hutan dapat dicegah.
E. Pengomposan juga berarti menghasilkan sumber daya baru dari sampah, yaitu kompos,
yang kaya akan unsur hara mikro.
Pengomposan merupakan salah satu jalan keluar yang baik bagi negara berkembang dalam rangka mengurangi sampah domestik, terutama bagi negara-negara yang mempunyai masalah dengan tanah yang kurang subur.
Selanjutnya WHO (Wold Health Organization) menyatakan bahwa agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan baik, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Jenis sampah sesuai untuk pengomosan;
2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota;
3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian;
4. Harga kompos terjangkau oleh petani.
Pengomosan dapat dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga berada dalam kondisi optimum untuk proses pengomposan.
Secara umum, tujuan pengomposan adalah :
a. Mengubahah bahan organik yang dapat terurai menjadi bahan yang secara biologi ber-
sifat stabil dengan demikian mengurangi volume dan massanya.
b. Bila proses pembuatannya secara aerob, maka proses ini akan membunuh bakteri pa-
thogen, telur serangga, dan jasad renik lain yang tidak tahan ada temperatur diatas
temperatur normal.
c. Memanfaatkan nutrient dalam buangan secara maksimal seerti nitrogen (N), phospor (P),
dan potassium (K).
d. Menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah.
Reaksi penguraian karbohidrat secara umum dituliskan :
(CHO) + O2 + NH3 CO2 + H2O + sel mikro organisme + Energi + mikro organisme aerob dan enzim
Reaksi penguraian protein atau N-organik Nitrosomonas dan Nitrosobacter menjadi NH4+, nitrit, nitrat dan energi dalam proses nitrifikasi dituliskan :
NH4+ + O2 --> NO2- + H2O + Energi
NO2- + O2 NO3- + Energi
Mineral sulfur oleh bakteri Beggiatoa diuraikan dari hidrogen sulfida menjadi sulfur dan air. Sulfur dikonsumsi oleh bakteri, dan di dalam bakteri dioksida menjadi asam sulfat.
2H2S + O2 ----> 2S + 2H2O + 65 kkal
2S + 2H2O ----> 3O2 2H2SO4 + 283,6 kkal
2H2SO4 + CaCO3 ----> CaSO4 + CO2 + H2O
Energi hasil reaksi digunakan untuk asimilasi CO2 yang terlarut pada CaCO3. Karbohidrat, protein dan lemak dengan unsur utama C, H, O dan N pada pengomposan secara aerob sebagai berikut :
Ca Hb Oc Nd + eO2 ----> fCO2 + gH2O + h'NH3 + Ck'HmOn No + Qr
Kompos kurang tepat bila disebut sebagai pupuk, walaupun dikenal pula sebagai pupuk organik, karena zat hara yang dikandungnya akan tergantung pada macam bahan baku yang digunakan. Karena sampah kota macam sampah yang digunakan sebagai bahan kompos.
2.3. Perubahan Biokimia
Berdasarkan atas kebutuhan oksigen, perubahan (transformasi) biokimia proses pengomposan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Transformasi Aerobik
Transformasi aerobik pada proses pengomposan dapat digambarkan dalam persamaan
reaksi sebagai berikut :
CHON + O2 + Nutrien ----> Sel-sel Baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4 + panas +
Kompos
Pada prīnsipnya hasil akhir proses ini adalah sel-sel baru, CO2, air, amoniak, sulfat dan senyawa organik baru bersifat stabil yang dinamakan kompos. Kompos biasanya mengandung unsur lignin yang sukar terurai dalam jangka waktu singkat.
2. Transformasi Anaerobik
Proses penguraian senyawa organik yang berasal dari sampah dapat berlangsung
dalam kondisi anaerobik menjadi gas - gas yang mengandung karbon dioksida dan
metan. Perubahan tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan reaksi sebagai berikut
CHON + O2 + Nutrien ---> sel-sel baru + CO2 + CH4 + NH3 + H2S + panas + kompos
Pada prinsipnya produk akhir yang dihasilkan adalah karbon dioksida, gas methan,
amoniak, hidrogen sulfida dan kompos. Karbon dioksida dan methan yang dihasilkan
biasanya mencapai 99% dari total gas yang diproduksi.
Kualifikasi umum pengomposan antara lain dapat dikelompokkan atas dasar :
a. Ketersediaan Oksigen
- Aerob bila dalam prosesnya menggunakan oksigen.
- Anaerob bila dalam prosesnya tidak memerlukan oksigen.
b. Kondisi suhu
- Suhu mesofilik : Berlangsung pada suhu normal, biasanya proses anaerob.
- Suhu termofilik : Berlangsung di atas 40 derajat Celcius terjadi pada kondisi aerob.
c. Teknologi yang digunakan
- Pengomposan tradsisional (alamiah), misalnya dengan cara window.
- Pengomposan dipercepat (high rate) yang bersasaran mengkondisikan dengan
rekayasa lingkungan proses yang mengoptimalkan kerja mikroorganisme, seperti
pengaturan pH, asuan udara, kelembaban, suhu, pencampuran, dsb.
Pengomposan aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau, waktu pengomposan lebih cepat, temperatur proses pembuatannya tinggi sehingga dapat membunuh bakteri pathogen dan telur cacing, sehingga kompos yang dihasilkan lebih higienis.
Adapun perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini. Proses pembuatan kompos adalah penguraian bahan organik limbah padat (sampah) secara biologis dibawah kendali keadaan proses yang berlangsung. Dalam produk akhir, materi organik belumlah dapat dikatakan stabil, namun secara biologis dapat dikatakan stabil.
Tabel 2.2. Perbandingan Pengomposan Aerob dan Anaerob.
No. Karakteristik Aerob Anaerob
1. Reaksi Pembentukan Ekosistem, dihasilkan Endotermis, dihasilkan biogas
panas
2. Hasil akhir Humus, CO2, H2O Lumpur, CO2, CH4
3. Reduksi volume Lebih dari 50% Lebih dari 50%
4. Waktu proses 20 s/d 30 hari 20 s/d 40 hari
5. Tujuan utama Reduksi volume Produksi energi
6. Tujuan sampingan Produksi kompos Stabilisasi limbah
7. Estetika Tidak menimbulkan bau Menimbulkan bau
Karena pertimbangan diatas, maka biasanya proses pengomposan dilakukan secara aerob. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan antara lain :
a. Bahan yang dikomposkan : apakah mudah terurai atau sulit terurai, misalnya :
makin banyak kandungan kayu atau bahan yang mengandung lignin, maka akan makin sulit terurai.
b. Mikroorganisme : Mikroorganisme, seperti bakteri, ragi, jamur yang sesuai dengan
bahan yang akan diuraikan akan dapat menguraikan bahan organik.
c. Ukuran bahan yang dikomposkan : Bila ukuran sampah makin kecil, akan makin luas
permukaan sehingga makin baik kontak antara bakteri dan materi organik, akibatnya
akan makin cepat proses pembusukan. Namun bila diameter terlalu kecil, kondisi biasa
menjadi anaerob karena ruang untuk udara mengecil. Diameter yang baik adalah antara
25 - 27 mm.
d. Kadar air
- Timbunan kompos harus selalu lembab, biasanya sekitar nilai 30 - 60%. Nilai
optimum adalah 55% kurang lebih selembab karet busa yang diperas.
- Adanya panas yang terbentuk, menyebabkan air menguap, sehingga tumpukan
menjadi kering.
- Bila terlalu basah, maka pori-pori timbunan akan t erisi air, dan oksidigen berkurang
sehingga proses menjadi anaerob. Biasanya pengadukan atau pembalikan kompos
pada proses konvensional akan mengembalikan kondisi dalam timbunan dapat men-
jadi normal kembali.
- Timbunan akan berasap bila panas mulai timbul. Pada saat itu bagian tengah tumpuk-
an dapat menjadi kering, proses pembusukan dapat terganggu.
- Untuk mengukur suhu secara mudah, tancapkan bamboo ke tengah tumpukan. Bila
bamboo basah dan hangat, serta tidak berbau busuk, maka proses pengomposan ber-
jalan dengan baik.
- Kadang-kadang diperlukan penambahan air ke dalam timbunan setiap 4 - 5 hari sekali.
Sebaliknya, untuk daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi, maka timbunan
kompos harus dilindungi dari hujan, misalnya diberi tutup plastik atau terpal.
e. Ketersediaan Oksigen
- Pada proses aerob selalu dibutuhkan adanya oksigen. Pada proses konvensional,
asupan oksigen dilakukan dengan pembalikan tumpukan sampah. Pembalikan
menyebabkan distribusi sampah dan jasad renik akan lebih merata. Secara praktis,
pembalikan biasanya dilakukan setiap 1,25 - 2 m.
- Pada proses mekanis, asupan oksigen dilakukan secara mekanis, biasanya dengan
menarik udara yang berada dalam kompos, sehingga udara dari luar yang kaya
oksigen menggantikan udara yang ditarik keluar yang kaca CO2. Untuk hasil yang
optimum, diperlukan udara yang mengandung lebih dari 50% oksigen.
f. Kandungan karbon dan nitrogen
- Karbon (C) adalah kompos utama penyusun bahan organik sebagai sumber energi,
terdapat dalam bahan organik yang akan dikomposkan seperti jerami, batang tebu,
sampah kota, daun-daunan, dsb.
- Nitrogen (N) adalah Komponen utama yang berasal dari protein, misalnya dalam kotor-
an hewan dan dibutuhkan dalam pembentukan sel bakteri.
- Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber energi bagi
pertumbuhan jasad renik, dan 1/3 lainnya digunakan untuk pembentukan sel bakteri.
Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25 - 30
(satuan berat n kering), sedang C/N diakhir proses adalah 12 - 15. Pada rasio yang
lebih rendah, akan dihasilkan amoniak dan aktivitas b iologi akan terhambat, sedang
pada rasio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi variabel pembatas.
- Harga C/N tanah adalah 10 - 12, sehingga bahan-bahan yang mempunyai harga C/N
mendekati C/N tanah, dapat berlangsung digunakan.
- Waktu pengomposan
LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
SEMESTER GANJIL 2008/2009
Ketua Pelaksana
Ir. Rudy Yulianto, M.T
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2008
Judul Kegiatan : Pembuatan Kompos Menggunakan Mesin Perajang
Daun
Ketua Pelaksana Kegiatan :
- Nama : Ir. Rudy Yulianto, M.T
- Tempat/Tanggal Lahir : Boyolali, 20 Juli 1968
- Jenis Kelamin : Laki-Laki
- Jabatan/Pangkat Akademik : Asisten Ahli
- Jurusan/Program Studi : Teknik Mesin
- Fakultas : Teknologi Industri
Nama Anggota Pelaksana :
- Staf Pengajar : 1. Drs. Achmad Dahlan, M.Si
2. Ir. Iwan Setiono, M.T
3. Dr. Dianta Mustofa Kemal, ST, MT
- Tenaga Pembantu : Mugiyanto
Peserta (Khalayak Sasaran) : Masyarakat Desa Cikoredas Parungkuda Jawa
Barat
Jumlah Peserta : 70 Orang
Lama Kegiatan : 2 hari
Jakarta, 27 November 2008
Mengetahui :
Kepala Program Teknik Mesin D-III Ketua Pelaksana
Ir. Agus Budi Djatmiko, M.T Ir. Rudy Yulianto, M.T
Menyetujui :
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Ir. Darma Setiawan, M.Si
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Kami Tim Pengabdian Pada Masyarakat dari FTI-UJ memberikan pelatihan dan pembuatan kompos. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai.
Oleh karena itu kami dengan Tim Pengabdian Pada Masyarakat dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya mengajak maupun berbagi pengalaman kepada masyarakat Desa Cikoredas Parungkuda Sukabumi, Jawa Barat, secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan olehmikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
BAB II
TUJUAN, TARGET LUARAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
2.1. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dengan program ini adalah :
2.2. Target Luaran
Target luaran adalah alat pengubahan bahan sampah pembuatan kompos yang efektif dan efisien.
2.3. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah :
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Tempat Pelaksanaan
Kampung Desa Cikoredas Kecamatan Parungkuda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
3.2. Waktu Pelaksanaan
Hari Senin s/d Selasa Tanggal 27 & 28 November 2008 dengan jangka waktu penyuluhan dan pelatihan 2 (dua) hari.
Metodologi yang dilakukan adalah :
3.3. Pelaksanaan Kegiatan
Hari Senin Tanggal 27 Desember 2008
Pukul Kegiatan Nara Sumber
19.00 – 19.15 Pembukaan dan Sambutan Panitia
19.15 – 20.30 Penyuluhan tentang Kompos Achmad Dahlan
20.30 – 22.00 Penyuluhan tentang Pengomposan Rudy Yulianto
Hari Selasa Tanggal 28 Desember 2008
09.00 – 10.30 Pelatihan dan Pembuatan Mesin
Perajang Sampah atau Daun Iwan Setiono
10.30 – 11.45 Pembuatan Kompos Dengan
Mesin Perajang Sampah atau
Daun Dianta MK
11.45 - 12.00 Penutupan
3.5. Analisa Kegiatan
Pada Pelaksanaan Penyuluhan dan Pelatihan ini, peserta yang hadir sebanyak 70 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat, pemuda dan komponen masyarakat lainnya.
Selama Penyuluhan dan Pelatihan berlangsung, terlihat bahwa antusias peserta cukup tinggi, karena materi yang disajikan dirasa sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Bahkan beberapa sesepuh (kaum tua) setempat teringat masa-masa lalu (jaman penjajahan), dimana pada masa itu pemanfaat pupuk kompos dengan mengunakan sampah dedauanan.
Antusias warga yang mengikuti Penyuluhan dan Pelatihan ini terlihat juga dari tingkat keaktifan peserta dalam menanggapi dan penyampaikan harapan, serta keinginan mereka tentang tindak lanjut kegitan serupa dikemudian hari pada saat sesi diskusi berlangsung.
Terkait dengan potensi wilayah, di desa Cikoredas terdapat area perkebunan teh seluas ± 500 hektar dan dekat gunung Salak Jawa Barat, maka bahan sampah atau daun-daunan akan mudah di dapat dengan volume yang lebih besar.
BAB IV
PENUTUP
Dengan Penyuluhan dan Pelatihan tentang Pembuatan Alat Pengubah Bahan Sampah atau daun-daunan menjadi Pupuk Kompos kepada masyarakat ini diharapkan pemahaman, pemanfaatan, dan kemampuan membuat Pupuk Kompos ini sangat sederhana sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Membuat Kompos Secara Kilat, Yovita Hety Indriani
[2]. Pupuk Organik.
[3]. Memanfaatkan Sampah
[4]. http://practicallygreen-sn.blogspot.com.
LAMPIRAN 1
MODUL 1
KOMPOS
Oleh
Drs. Achmad Dahlan, M. Si
1.1. Pengertian Kompos
Kompos adalah Bahan organik penguraian bahan yang berasal dari mahluk hidup yang dapat terurai (biodegradable) yang secara biologi bersifat stabil dan dapat dimanfaatkan unsur hara (nutrient) dalam buangannya secara maksimal seperti nitrogen, phosphor, kalium (potassium), serta dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah. Zat hara yang dikandung kompos bergantung pada jenis bahan yang digunakan.
Bahan baku kompos antara lain : sampah rumah tangga (sampah kota), limbah pertanian, limbah hutan, dan kotoran ternak.
Karena sampah kota jenisnya beragam (bermacam-macam) dan komposisinya berubah-ubah (fluktuatif), maka kualitasnya akan mengikuti karakteristik sampah yang digunakan sebagai bahan kompos.
1.2. Kandungan Kompos
Kompos matang yang sudah siap digunakan memiliki kandungan unsur hara yang beragam bergantung pada bahan baku yang digunakan.
Tabel 1.1. Jenis Bahan Baku dan Kandungan Phospor (%)
Jenis Bahan Baku Kandungan Phospor (%)
Daun Lamtoro 0,65 + 0,01
Daun Jati 2,97 + 0,15
Sampah Kota 2,68 + 0,15
1.3. Manfaat dan Kekurangan Kompos
1. Lebih ramah lingkungan, tidak merugikan kesehatan dan tidak mencemari lingkungan.
2. Bahan mudah didapat, selalu tersedia setiap hari dan tentunya tidak perlu membeli.
3. Cara membuatnya sederhana, tidak memerlukan peralatan canggih ataupun mahal.
4. Dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan jumlah makhluk hidup (mikroba) di dalam tanah yang mampu membantu pertumbuhan tanaman.
Manfaat Kompos dalam Memperbaiki Sifat Tanah adalah :
1. Memperkaya unsur hara tanah (bahan makanan untuk tanaman).
2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir.
3. Memperbaiki struktur tanah berlempung.
4. Mempertinggi kemampuan menyimpan air.
5. Memperbaiki drinase dan porositas tanah.
6. Menjaga kestabilan suhu tanah.
7. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara.
8. Meningkatkan pengaruh (efisiensi) pupuk kimia (pupuk buatan).
Kekurangan Kompos adalah :
1. Kandungan unsur hara tidak bisa diketahui secara pasti.
2. Kandungan unsur hara lebih rendah dibandingkan dengan pupuk anorganik.
3. Tanaman tidak bisa menyerap unsur hara dari kompos lebih cepat, dibandingkan dengan pupuk organik.
4. Proses pembuatan yang tidak hati-hati dapat mengandung telur dan larva hama.
1.4. Pengomposan
Proses pengomposan dibedakan berdasarkan pengelompokkan antara lain :
a. Ketersediaan Oksigen
- Aerob bila dalam prosesnya menggunakan oksigen.
- Anaerob bila dalam prosesnya tidak memerlukan adanya oksigen.
b. Kondisi suhu
- Suhu mesofilik : Berlangsung pada suhu normal, biasanya proses Aerob.
- Suhu termofilik : Berlangsung di atas 40 derajat Celsius terjadi pada kondisi Aerob.
c. Teknologi yang digunakan
- Pengomposan tradisional (alamiah) misalnya : dengan cara windrow.
- Pengomposan dipercepat (high rate) yang bersasaran mengkondisikan dengan rekayasa lingkungan
proses yang mengoptimalkan kerja mikroorganisme, seperti : pengaturan pH, asupan udara, kelembab-
an, suhu, pencampuran, dsb.
Pengomposan Aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau, waktu pengomposan lebih cepat, temperatur proses pembuatannya tinggi sehingga dapat membunuh bakteri pathogen dan telur cacing, sehingga kompos yang dihasilkan lebih higienis.
Proses penguraian (pembusukan) yang berlangsung secara alami (aerob) dapat menghasilkan unsur yang diperlukan oleh tanaman seperti : N, P, dan K (Nitrogen, Phospor, dan Kalium).
CHON + O2 + Nutrien Sel-sel baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4 + Panas + Kompos
Adapun perbedaan antara proses Aerob dengan Anaerob pada Tabel 1.2. berikut ini. Proses pembuatan kompos adalah penguraian bahan organik limbah padat (sampah) secara biologis dibawah kendali kondisi proses yang berlangsung. Dalam produk akhir, bahan organik belumlah dapat dikatakan stabil, namun dapat disebut stabil secara biologis.
Tabel 1.2. Perbandingan Pengomposan Aerob dengan Anaerob.
No. Karakteristik Aerob Anaerob
1. Reaksi Pembentukan Eksotermis, dihasilkan panas Endotermis, dihasilkan
bio-gas
2. Hasil Akhir Humus, CO2, H2O Lumpur, CO2, CH4
3. Reduksi volume Lebih dari 50% Lebih dari 50%
4. Waktu Proses 20 - 30 hari 20 - 40 hari
5. Tujuan Utama Reduksi Volume Produksi Energi
6. Tujuan Sampingan Produksi Kompos Stabilisasi limbah
7. Estetika Tidak menimbulkan bau Menimbulkan bau
Kandungan Karbon dan nitrogen pada kompos (lihat Tabel 1.3)
- Karbon (C) adalah komponen utama penyusun bahan organik sebagai sumber energi,
terdapat dalam bahan organik yang akan dikomposkan seperti jerami, batang tebu, sampah
kota, daun-daunan dsb.
- Nitrogen (N) adalah komponen utama yang berasal dari protein, misalnya pada kotoran
hewan dan dibutuhkan dalam pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang
baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25 - 30 (satuan berat n kering), sedang C/N
diakhir proses adalah 12 - 15. Pada rasio yang lebih rendah, amoniak akan dihasilkan dan
aktivitas biologi akan terlambat, sedang pada ratio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi
variabel pembatas.
- Harga C/N tanah adalah 10 - 12, sehingga bahan-bahan yang mempunyai harga C/N men-
dekati C/N tanah, dapat langsung digunakan.
Tabel 1.3. Perbandingan C/N dan Kadar Air
Jenis Bahan Harga C/N Kadar Air (%)
Kayu 200 - 400 75 - 90
Jerami Padi 50 - 70 75 - 85
Kertas 50 55 - 65
Kotoran Ternak 10 - 20 55 - 65
Sampah Kota 30 50 - 60
Sistem Windrow merupakan teknologi yang relatif paling sederhana setelah pengomposan
melalui penumpukan bahan kompos secara tradisional. Proses ini membutuhkan waktu
sekitar 2 - 3 minggu untuk mencapai kompos matang.
Di negara industri, pengomposan sampah kota sudah biasa dilaksanakan secara mekanis
dikenal sebagai pengomposan dipercepat (accelerated composting). Percepatan ini di-
laksanakan pada proses pembuatan kompos setengah matang, yang pada pengomposan
tradisional (konvensional) membutuhkan waktu sekitar 3 minggu. Pada pengomposan ini,
waktu yang dibutuhkan dipercepat sampai menjadi 1 minggu.
MODUL 2
PENGOMPOSAN
Oleh
Dr. Dianta Mustofa Kamal, ST, MT
Proses pengomposan (composting) adalah Proses penguraian (dekomposisi) bahan organik yang dapat diuraikan (biodegradable) oleh jasad renik (mikroorganisme, bakteri). Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses penguraian (dekomposisi) secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan jasad renik yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda pengolahan sampah organik menjadi material baru, seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.
Pengomposan dengan bahan baku sampah domestik merupakan teknologi yang ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill.
2.2. Keuntungan Pengomposan
Pengomposan sampah kota mempunyai banyak keuntungan sebagai berikut :
A. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah perkotaan
Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri dari sampah organik, sekitar 50 s/d 60% dapat dikomposkan. Apabila pengomposan ini dapat diwujudkan, tentunya dapat membantu pengelolaan sampah di perkotaan, yaitu :
1. Memperpanjang masa pakai Tempat Pembuangan Akhir (TPA), karena semakin
banyak sampah yang dapat dikomposkan, semakin sedikit sampah yang dikelola di TPA.
banyak sampah yang dapat dikomposkan, semakin sedikit sampah yang dikelola di TPA.
2. Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah, disebabkan jumlah sampah yang
diangkut ke TPA semakin berkurang.
3. Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan
Semakin banyak sampah yang dibuat kompos, diharapkan semakin sedikit
pula masalah kesehatan lingkungan masyarakat yang timbul. Dalam proses
pengomposan, panas yang dihasilkan dapat mencapai 60 derajat Celsius, sehingga
kondisi ini dapat memusnahkan mikroorganisme patogen yang terdapat dalam massa
sampah.
B. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomosan dapat meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga.
C. Pengomosan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan, karena jumlah sampah
yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu penggunaan kompos
ada lahan pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan
pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan.
D. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pemakaian kompos pada perkebunan akan
meningkatkan kemampuan lahan kebun dalam menahan air, sehingga kandungan air
permukaan lebih terjaga. Selain itu pemakaian humus sebagai media tanaman dapat di-
gantikan oleh kompos, sehingga pengambilan (eksploitasi) humus hutan dapat dicegah.
E. Pengomposan juga berarti menghasilkan sumber daya baru dari sampah, yaitu kompos,
yang kaya akan unsur hara mikro.
Pengomposan merupakan salah satu jalan keluar yang baik bagi negara berkembang dalam rangka mengurangi sampah domestik, terutama bagi negara-negara yang mempunyai masalah dengan tanah yang kurang subur.
Selanjutnya WHO (Wold Health Organization) menyatakan bahwa agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan baik, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Jenis sampah sesuai untuk pengomosan;
2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota;
3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian;
4. Harga kompos terjangkau oleh petani.
Pengomosan dapat dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga berada dalam kondisi optimum untuk proses pengomposan.
Secara umum, tujuan pengomposan adalah :
a. Mengubahah bahan organik yang dapat terurai menjadi bahan yang secara biologi ber-
sifat stabil dengan demikian mengurangi volume dan massanya.
b. Bila proses pembuatannya secara aerob, maka proses ini akan membunuh bakteri pa-
thogen, telur serangga, dan jasad renik lain yang tidak tahan ada temperatur diatas
temperatur normal.
c. Memanfaatkan nutrient dalam buangan secara maksimal seerti nitrogen (N), phospor (P),
dan potassium (K).
d. Menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah.
Reaksi penguraian karbohidrat secara umum dituliskan :
(CHO) + O2 + NH3 CO2 + H2O + sel mikro organisme + Energi + mikro organisme aerob dan enzim
Reaksi penguraian protein atau N-organik Nitrosomonas dan Nitrosobacter menjadi NH4+, nitrit, nitrat dan energi dalam proses nitrifikasi dituliskan :
NH4+ + O2 --> NO2- + H2O + Energi
NO2- + O2 NO3- + Energi
Mineral sulfur oleh bakteri Beggiatoa diuraikan dari hidrogen sulfida menjadi sulfur dan air. Sulfur dikonsumsi oleh bakteri, dan di dalam bakteri dioksida menjadi asam sulfat.
2H2S + O2 ----> 2S + 2H2O + 65 kkal
2S + 2H2O ----> 3O2 2H2SO4 + 283,6 kkal
2H2SO4 + CaCO3 ----> CaSO4 + CO2 + H2O
Energi hasil reaksi digunakan untuk asimilasi CO2 yang terlarut pada CaCO3. Karbohidrat, protein dan lemak dengan unsur utama C, H, O dan N pada pengomposan secara aerob sebagai berikut :
Ca Hb Oc Nd + eO2 ----> fCO2 + gH2O + h'NH3 + Ck'HmOn No + Qr
Kompos kurang tepat bila disebut sebagai pupuk, walaupun dikenal pula sebagai pupuk organik, karena zat hara yang dikandungnya akan tergantung pada macam bahan baku yang digunakan. Karena sampah kota macam sampah yang digunakan sebagai bahan kompos.
pula masalah kesehatan lingkungan masyarakat yang timbul. Dalam proses
pengomposan, panas yang dihasilkan dapat mencapai 60 derajat Celsius, sehingga
kondisi ini dapat memusnahkan mikroorganisme patogen yang terdapat dalam massa
sampah.
B. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomosan dapat meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga.
C. Pengomosan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan, karena jumlah sampah
yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu penggunaan kompos
ada lahan pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan
pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan.
D. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pemakaian kompos pada perkebunan akan
meningkatkan kemampuan lahan kebun dalam menahan air, sehingga kandungan air
permukaan lebih terjaga. Selain itu pemakaian humus sebagai media tanaman dapat di-
gantikan oleh kompos, sehingga pengambilan (eksploitasi) humus hutan dapat dicegah.
E. Pengomposan juga berarti menghasilkan sumber daya baru dari sampah, yaitu kompos,
yang kaya akan unsur hara mikro.
Pengomposan merupakan salah satu jalan keluar yang baik bagi negara berkembang dalam rangka mengurangi sampah domestik, terutama bagi negara-negara yang mempunyai masalah dengan tanah yang kurang subur.
Selanjutnya WHO (Wold Health Organization) menyatakan bahwa agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan baik, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Jenis sampah sesuai untuk pengomosan;
2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota;
3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian;
4. Harga kompos terjangkau oleh petani.
Pengomosan dapat dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga berada dalam kondisi optimum untuk proses pengomposan.
Secara umum, tujuan pengomposan adalah :
a. Mengubahah bahan organik yang dapat terurai menjadi bahan yang secara biologi ber-
sifat stabil dengan demikian mengurangi volume dan massanya.
b. Bila proses pembuatannya secara aerob, maka proses ini akan membunuh bakteri pa-
thogen, telur serangga, dan jasad renik lain yang tidak tahan ada temperatur diatas
temperatur normal.
c. Memanfaatkan nutrient dalam buangan secara maksimal seerti nitrogen (N), phospor (P),
dan potassium (K).
d. Menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah.
Reaksi penguraian karbohidrat secara umum dituliskan :
(CHO) + O2 + NH3 CO2 + H2O + sel mikro organisme + Energi + mikro organisme aerob dan enzim
Reaksi penguraian protein atau N-organik Nitrosomonas dan Nitrosobacter menjadi NH4+, nitrit, nitrat dan energi dalam proses nitrifikasi dituliskan :
NH4+ + O2 --> NO2- + H2O + Energi
NO2- + O2 NO3- + Energi
Mineral sulfur oleh bakteri Beggiatoa diuraikan dari hidrogen sulfida menjadi sulfur dan air. Sulfur dikonsumsi oleh bakteri, dan di dalam bakteri dioksida menjadi asam sulfat.
2H2S + O2 ----> 2S + 2H2O + 65 kkal
2S + 2H2O ----> 3O2 2H2SO4 + 283,6 kkal
2H2SO4 + CaCO3 ----> CaSO4 + CO2 + H2O
Energi hasil reaksi digunakan untuk asimilasi CO2 yang terlarut pada CaCO3. Karbohidrat, protein dan lemak dengan unsur utama C, H, O dan N pada pengomposan secara aerob sebagai berikut :
Ca Hb Oc Nd + eO2 ----> fCO2 + gH2O + h'NH3 + Ck'HmOn No + Qr
Kompos kurang tepat bila disebut sebagai pupuk, walaupun dikenal pula sebagai pupuk organik, karena zat hara yang dikandungnya akan tergantung pada macam bahan baku yang digunakan. Karena sampah kota macam sampah yang digunakan sebagai bahan kompos.
2.3. Perubahan Biokimia
Berdasarkan atas kebutuhan oksigen, perubahan (transformasi) biokimia proses pengomposan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :1. Transformasi Aerobik
Transformasi aerobik pada proses pengomposan dapat digambarkan dalam persamaan
reaksi sebagai berikut :
CHON + O2 + Nutrien ----> Sel-sel Baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4 + panas +
Kompos
Pada prīnsipnya hasil akhir proses ini adalah sel-sel baru, CO2, air, amoniak, sulfat dan senyawa organik baru bersifat stabil yang dinamakan kompos. Kompos biasanya mengandung unsur lignin yang sukar terurai dalam jangka waktu singkat.
2. Transformasi Anaerobik
Proses penguraian senyawa organik yang berasal dari sampah dapat berlangsung
dalam kondisi anaerobik menjadi gas - gas yang mengandung karbon dioksida dan
metan. Perubahan tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan reaksi sebagai berikut
CHON + O2 + Nutrien ---> sel-sel baru + CO2 + CH4 + NH3 + H2S + panas + kompos
Pada prinsipnya produk akhir yang dihasilkan adalah karbon dioksida, gas methan,
amoniak, hidrogen sulfida dan kompos. Karbon dioksida dan methan yang dihasilkan
biasanya mencapai 99% dari total gas yang diproduksi.
Kualifikasi umum pengomposan antara lain dapat dikelompokkan atas dasar :
a. Ketersediaan Oksigen
- Aerob bila dalam prosesnya menggunakan oksigen.
- Anaerob bila dalam prosesnya tidak memerlukan oksigen.
b. Kondisi suhu
- Suhu mesofilik : Berlangsung pada suhu normal, biasanya proses anaerob.
- Suhu termofilik : Berlangsung di atas 40 derajat Celcius terjadi pada kondisi aerob.
c. Teknologi yang digunakan
- Pengomposan tradsisional (alamiah), misalnya dengan cara window.
- Pengomposan dipercepat (high rate) yang bersasaran mengkondisikan dengan
rekayasa lingkungan proses yang mengoptimalkan kerja mikroorganisme, seperti
pengaturan pH, asuan udara, kelembaban, suhu, pencampuran, dsb.
Pengomposan aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau, waktu pengomposan lebih cepat, temperatur proses pembuatannya tinggi sehingga dapat membunuh bakteri pathogen dan telur cacing, sehingga kompos yang dihasilkan lebih higienis.
Adapun perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini. Proses pembuatan kompos adalah penguraian bahan organik limbah padat (sampah) secara biologis dibawah kendali keadaan proses yang berlangsung. Dalam produk akhir, materi organik belumlah dapat dikatakan stabil, namun secara biologis dapat dikatakan stabil.
Tabel 2.2. Perbandingan Pengomposan Aerob dan Anaerob.
No. Karakteristik Aerob Anaerob
1. Reaksi Pembentukan Ekosistem, dihasilkan Endotermis, dihasilkan biogas
panas
2. Hasil akhir Humus, CO2, H2O Lumpur, CO2, CH4
3. Reduksi volume Lebih dari 50% Lebih dari 50%
4. Waktu proses 20 s/d 30 hari 20 s/d 40 hari
5. Tujuan utama Reduksi volume Produksi energi
6. Tujuan sampingan Produksi kompos Stabilisasi limbah
7. Estetika Tidak menimbulkan bau Menimbulkan bau
Karena pertimbangan diatas, maka biasanya proses pengomposan dilakukan secara aerob. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan antara lain :
a. Bahan yang dikomposkan : apakah mudah terurai atau sulit terurai, misalnya :
makin banyak kandungan kayu atau bahan yang mengandung lignin, maka akan makin sulit terurai.
b. Mikroorganisme : Mikroorganisme, seperti bakteri, ragi, jamur yang sesuai dengan
bahan yang akan diuraikan akan dapat menguraikan bahan organik.
c. Ukuran bahan yang dikomposkan : Bila ukuran sampah makin kecil, akan makin luas
permukaan sehingga makin baik kontak antara bakteri dan materi organik, akibatnya
akan makin cepat proses pembusukan. Namun bila diameter terlalu kecil, kondisi biasa
menjadi anaerob karena ruang untuk udara mengecil. Diameter yang baik adalah antara
25 - 27 mm.
d. Kadar air
- Timbunan kompos harus selalu lembab, biasanya sekitar nilai 30 - 60%. Nilai
optimum adalah 55% kurang lebih selembab karet busa yang diperas.
- Adanya panas yang terbentuk, menyebabkan air menguap, sehingga tumpukan
menjadi kering.
- Bila terlalu basah, maka pori-pori timbunan akan t erisi air, dan oksidigen berkurang
sehingga proses menjadi anaerob. Biasanya pengadukan atau pembalikan kompos
pada proses konvensional akan mengembalikan kondisi dalam timbunan dapat men-
jadi normal kembali.
- Timbunan akan berasap bila panas mulai timbul. Pada saat itu bagian tengah tumpuk-
an dapat menjadi kering, proses pembusukan dapat terganggu.
- Untuk mengukur suhu secara mudah, tancapkan bamboo ke tengah tumpukan. Bila
bamboo basah dan hangat, serta tidak berbau busuk, maka proses pengomposan ber-
jalan dengan baik.
- Kadang-kadang diperlukan penambahan air ke dalam timbunan setiap 4 - 5 hari sekali.
Sebaliknya, untuk daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi, maka timbunan
kompos harus dilindungi dari hujan, misalnya diberi tutup plastik atau terpal.
e. Ketersediaan Oksigen
- Pada proses aerob selalu dibutuhkan adanya oksigen. Pada proses konvensional,
asupan oksigen dilakukan dengan pembalikan tumpukan sampah. Pembalikan
menyebabkan distribusi sampah dan jasad renik akan lebih merata. Secara praktis,
pembalikan biasanya dilakukan setiap 1,25 - 2 m.
- Pada proses mekanis, asupan oksigen dilakukan secara mekanis, biasanya dengan
menarik udara yang berada dalam kompos, sehingga udara dari luar yang kaya
oksigen menggantikan udara yang ditarik keluar yang kaca CO2. Untuk hasil yang
optimum, diperlukan udara yang mengandung lebih dari 50% oksigen.
f. Kandungan karbon dan nitrogen
- Karbon (C) adalah kompos utama penyusun bahan organik sebagai sumber energi,
terdapat dalam bahan organik yang akan dikomposkan seperti jerami, batang tebu,
sampah kota, daun-daunan, dsb.
- Nitrogen (N) adalah Komponen utama yang berasal dari protein, misalnya dalam kotor-
an hewan dan dibutuhkan dalam pembentukan sel bakteri.
- Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber energi bagi
pertumbuhan jasad renik, dan 1/3 lainnya digunakan untuk pembentukan sel bakteri.
Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25 - 30
(satuan berat n kering), sedang C/N diakhir proses adalah 12 - 15. Pada rasio yang
lebih rendah, akan dihasilkan amoniak dan aktivitas b iologi akan terhambat, sedang
pada rasio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi variabel pembatas.
- Harga C/N tanah adalah 10 - 12, sehingga bahan-bahan yang mempunyai harga C/N
mendekati C/N tanah, dapat berlangsung digunakan.
- Waktu pengomposan
0Awesome Comments!