Kumpulan Jurnal Yang Di Bimbing


PERENCANAAN PERBAIKAN SISTEM PADA PROSES PEMBUATAN MODEL BARU CETAKAN PIJAKAN KAKI JENIS KWBA KAPASITAS 650 TON DI PT. Y

Joko Suryanto [¹]
Rudi Yulianto [²]

[1]. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri FTI-UJ
[2]. Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin FTI-UJ

Abstrak

Pada skripsi ini membahas tentang improvement atau perbaikan system pada pembuatan model baru cetakan pijakan kaki jenis KWBA dengan kapasitas 650 ton. System yang diperbaiki adalah meliputi pengontrolan delivery atau pengiriman, kualitas, cost dan life time dies atau cetakan dengan tujuan mendapatkan biaya yang lebih murah dari supplier, pengiriman ke customer lebih cepat dan life time dies atau cetakan yang lebih panjang dari cetakan supplier adapun metodenya adalah sebagai berikut :
Pengontrolan delivery atau pengiriman Target objective yang ingin dicapai adalah 2 bulan atau 60 hari yang artinya lebih cepat 1 bulan jika pengerjaanya di lakukan di supplier dalam hal ini PT Yung Maun Taiwan karena standart pengiriman sample OK dari supplier adalah 3 bulan.pengontrolan delivery harus menggunakan metode seefisien mungkin biar target diatas bisa tercapai maka metode yang digunakan adalah menggunakan metode perencanaan kegiatan.
Pengontrolan cost atau biaya proses Untuk mandapatkan cost yang lebih rendah dari cetakan supplier maka untuk mengejar target tersebut hal pertama yang dilakukan adalah waktu proses pengerjaan harus lebih cepat seperti yang ditargetkan diatas yaitu 2 bulan atau 60 hari. Selain itu analisa biaya juga dibutuhkan mengenai analisa biaya tetap, dan analisa biaya variable dengan tujuan mendapatkan biaya proses yang lebih murah dan mendapatkan biaya titik pulang pokok atau Break even point ( BEP ).
Pengontrolan life time dies atau cetakan Target objective adalah lebih dari 100 ribu shot atau kurang lebih 3 bulan dies tersebut dipakai. Untuk mencapai target tersebut maka ada beberapa metode yang harus diterapkan yaitu proses maintenance atau perawatan dies dengan menggunakan proses coating dan tempering.
  
Abstract

At skripsi this research obout  improvement system at making new model step braket KWBA mold with capacity 650 ton. This system which is improvement include delivery control, Quality control, and cost control. With purpose can be able cost more than cheap from supplier, delivery to customer more faster and life time mold more length from supplier.

For delivery control target objective with wish reach attain is 2 month or 60 day . with meaning is more fast 1 month if this mold worked in supplier. Because delivery standart sample OK from supplier is 3 month. Method in used is with method activity planning.
Cost control for can be able cost more more than cheap mold from supplier then for chase target mentioned. Method in used is with analisys break even point ( BEP ).
Life time mold control target objective with wish reach attain is more from 100.000 shot or plus minus 3 month mold in used. For reach out for talked about then some method at have to appliying. That is maintenance process with used coating proses and tempering process.



1.PENDAHULUAN

Perkembangan dunia industri saat ini menuntut terciptanya maksimalisasi penggunaan suatu alat dan mesin untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas suatu produk (dies) yang lebih baik dengan menekan biaya seminimal mungkin (cost down). Maksimalisasi penggunaan alat dan mesin tersebut salah satunya adalah pemilihan tahapan proses yang tepat dalam pembuatan cetakan (dies) sehingga diharapkan dapat menghasilkan dies yang lebih baik dengan menekan biaya seminimal mungkin (cost down).
Maksimalisasi penggunaan mesin tersebut salah satunya adalah pembuatan program yang efisien pada mesin-mesin otomatis sehingga diharapkan dapat menghasilkan dies dalam waktu yang lebih singkat dan kualitas baik.  Untuk mencapai target tujuan maka perlu dibuat perencanaan ( planning ) kegiatan yang bagus. Dan seorang PPIC dituntut untuk melakukan improvement-improvement dalam metode pembuatan planning ( master planning ), penjadwalan ( scheduling ), perencanaan dan pengendian persediaan ( inventory planning & control ), pengawasan & pengendalian ( controlling ), dan organizing tanpa mengesampingkan cost yang dibutuhkan.
Untuk mencapai tuntutan tersebut penulis akan melakukan beberapa langkah / metode dalam hal ini production planning & inventory control dalam pembuatan dies casting.




2    2.LANDASAN TEORI


2    2.1 Proses Engineering Dalam Pembuatan dies
      Dalam pembuatan dies ada tahapan proses yang harus dijalankan yaitu meliputi proses drawing 2D 
      sampai dengan proses trial casting adapun proses tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
      
     



          Gambar 2.1. Flow proses pembuatan mold ( Ref Company profil PT Y Hal 29 )

2    2.2 Perencanaan Dan Pengendalian Produksi
      Perencanaan dan pengendalian produksi diterjemahkan dari istilah production planning and 
     control.merupakan activitas manajemen produksi / industri yang bertujuan untuk merencanakan ( plan )   dan mengendalikan ( control ) aliran material ( khususnya bahan baku ) yang masuk, melalui berbagai 
      tahapan proses, dan kemudian keluar dari pabrik.
    
            
      Dalam proses manajemen produksi / industri, aktivitas perencanaan dan penendalian produksi akan
      merupakan langkah manajemen yang sangat penting terutama untuk menjaga kelancaran aliran 
     material dari saat awal sampai dengan akhir produksi, dalam kaitan ini fungsi-fungsi perencanaan dan 
     pengendalian produksi dapat dijabarkan secara sistematis sebagai berikut :

a   a. Fungsi peramalan (forecasting). Fungsi ini akan membuat ramalan kebutuhan (demand) dari 
    produk yang harus dibuat yang dinyatakan dalam kuantitas (jumlah) produk sebagai fungsi dari         
    waktu. 
     Peramalan dilakukan dalam jangka panjang ( long term ), jangka menengah      (medium term), dan
     jangka pendek ( short term ). Estimasi yang berkaitan dengan pertanyaan (1) what will be demanded,
     (2) how many, dan (3) when it should be supplied? Monitoring peramalan sangat diperlukan dengan 
     jalan melakukan perbandingan antara kebutuhan yang diramalkan dengan yang senyatanya. Untuk itu 
     bisa segera dilakukan tindak koreksi terhadap kebutuhan yang diramalkan.

     b. Fungsi Perencanaan Produksi ( Aggregate Production Planning ). Seperti halnya dengan
     peramalan kebutuhan, maka perencanaan produksi juga dibuat dalam jangka panjang,menengah dan 
     pendek. Perencanaan produksi dibuat dengan memperhatikan berbagai macam alternative produksi 
     yang didasarkan pada kapasitas internal yang dimiliki (sub-kontrak, inventory, overtime dan regular
   untuk bisa menghasilkan strategi ber-produksi yang optimal. Singkatnya semua sumber daya produktif 
    harus dialokasikan dan selalu siap tersedia untuk memenuhi rencana produksi berdasarkan peramalan
    kebutuhan yang dibuat.

    c.      Fungsi Perencanaan Dan Pengendalian Persedian ( Inventory Planning & Control ). Merupakan
    fungsi perencanaan dan pengendalian persediaan, terutama yang berkaitan dengan persediaan bahan 
   aku (material) baik yang berupa material langsung, ataupun tidak langsung, (spare-parts, supplies,             finished good, dll) dalam jumlah yang optimal untuk menjaga kelancaran proses operasional. 
    Spesifikasi dari system dan prosedur persediaan meliputi (1) macam / system pengorderan, (2) jumlah
    atau besar order setiap kali dibuat, dan (3) ada tidaknya safety atau buffer stock. Karena persediaan 
    merupakan “ the hidden cost “ maka diperlukan analisa perhitungan yang seksama agar bisa
    ditetapkan level persediaan yang ekonomis.

    d.   Fungsi Penjadwalan Produksi / Operasional ( Operation Scheduling ). Proses untuk membuat 
   perencanaan produksi agregat menjadi lebih berjalan mulus. Dalam hal ini proses produksi dijadwalkan d alam skala waktu yang singkat / pendek ( minggu, hari ataupun jam ) untuk memenuhi permintaan 
(  (demand) akan produk.

f.   e. Fungsi Pengendalian Performans ( performance control ). Meliputi fungsi pengendalian kualitas
    produk maupun proses, perawatan untuk menjaga keandalan kinerja dari system produksi. 
    Pengendalian biaya (budget) dll. Merupakan tindakan (action) konkrit dari fungsi perencanaan dan 
    pengendalian produksi yang akan berfungsi “progress control” yaitu untuk memberikan umpan balik 
    (feed back) dan tidak koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi bilamana perlu dilakukan
    perencanaan ulang (replanning) kembali.

2  2.3 Analisa Titik Pulang Pokok ( Break Even Analysis )
      Analisa Titik Pulang Pokok (B.E. Analisys) merupakan analisis ekonomi yang umum diaplikasikan 
    dalam proses pengambilan keputusan. Dengan analisys ini, maka keputusan mengenai berapa volume
    produksi harus dibuat agar suatu operasi produksi tetap menguntungkan akan bisa ditetapkan.      
    Analisys dibuat dengan mempertimbangkan unit-unit biaya tetap (fixed cost), biaya variable dan harga
    (price) per unit produknya.dengan analisis titik pulang pokok ini, maka dengan cepat manajemen
    industri akan dapat menganilisis dan mengevaluasi tentang bagaimana pengaruh perubahan volume
    produksi / penjualan terhadap besarnya keuntungan yang bisa diperoleh. Perlu diketahui disini, 
    analisis ini dilaksanakan dengan mangabaikan hal-hal seperti :
·     Kondisi masa yang akan datang yang berkaitan dengan perubahan tingkat kebutuhan yang serba pasti. 
    ·    Nilai uang tidak akan berubah seiring dengan periode waktu berjalan (time value of money).
       B.E analisis akan dapat dievaluasi dengan cepat dan sistematis dengan cara mengambarkanya.        
       Dalam bentuk peta (break – even chart)seperti contoh berikut ini :

        


                                     Gambar 2.15. Peta Ulang Pokok (Break Even Chart

     Catatan :
S   B.X         :  Menggambarkan Jumlah / volume produk (N) yang dihasilkan atau                   
                        dijual. Selain itu juga bisa digunakan untuk menunjukan % kapasitas pendayagunaan dari 
                        fasilitas produksi.
     NB           :  Jumlah / volume produk yang menyebabkan terjadinya titik pulang pokok.
S   b.Y          :  Menggambarkan besarnya biaya (cost) atau penerimaan (revens) untuk berbagai jumlah / 
                        output produk.
     BEP        :  Titik pulang pokok yaitu titik yang menunjukkan kondisi impas, 
                       dimana pada jumlah / volume produksi sebesar NB terjadi keadaan 
                       total biaya = total penerimaan
                       Bilamana :  TC > TR – Rugi (Loss)
                                       TC < TR – Untung (Profit)
    Untuk melakukan analisis perhitungan, maka hal tersebut bisa dilihat dari hubungan-hubungan berikut 
    ini :
    Untung (profit) atau rugi (loss) = Total penerimaan – Total biaya
    Atau : Z = TR – TC
    Bilamana Z harganya positif atau TR > TC kondisi yang menguntungkan (profit) yang akan dijumpai.       Sebaliknya bila Z negative atau TR < TC kerugian (loss) yang terjadi. Pada kondisi pulang pokok
   (break-even), maka disini berlaku Z = TR = TC, sehingga berawal dari hubungan ini bisa dilakukan 
    analisis lebih lanjut sebagai berikut :



    Dengan sedikit modifikasi maka formulasi diatas dapat dibuat sebagai berikut :    

                                                                                     
P  Perbedaan / selisih antara P – V disebut dengan istilah “ contribution per unit of out put “. Dari 
    analisis B.E dijumpai adanya asumsi dan batasan antara sebagai berikut :
a   .    Harga jual per unit produk (unit price) atau P akan selalu konstan, tidak perduli berapapun jumlah 
        unit output yang bisa terjual. Dalam kondisi  yang nyata, unit price ini akan tergantung pada hukum 
        supply-demand yang ada.
b   .     Biaya variable per unit out put (V) juga dianggap konstan tidak perduli berapapun jumlah unit
        output yang dijual, disini tidak dikenal adanya potongan harga (discount price).
c   .     Asumsi nilai P dan V yang konstan memberikan asumsi baru yaitu semua yang berhubungan
        dengan biaya (cost) akan linier.
d   .     Analisa B.E hanya bisa diaplikasikan untuk menganalisa fasilitas produksi yang menghasilkan produk
        atas jasa tunggal (single output).

     Selanjutnya berdasarkan peta pulang pokok  ( B.E. Chart ) manajemen industry akan dapat menjawab 
     beberapa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan telah ditetapkanya jumlah / volume 
     produk yang mengakibatkan kondisi pulang pokok terjadi (NB).
  
3  3. ANALISA TERJADINYA MASALAH
      Dalam bab ini penulis akan menjabarkan pokok permasalahan yang terjadi di PT Y sehingga muncul 
      ide untuk memperbaiki system yang terjadi khususnya dalam pembuatan pijakan kaki jenis KWBA
      selama ini dies yang digunakan untuk memproduksi pijakan kaki KWBA adalah buatan dari PT Yung      Maun dari Taiwan karena harga dies yang begitu mahal dan proses pengiriman (delivery) yang begitu 
     lama sekitar 3 bulan maka penulis selaku bagian engineering di PT Y berinisiatif akan membuat dies 
     tersebut dengan improvement system yang berjalan selama ini sehingga akan diperoleh menurunkan 
     cost yang dikeluarkan PT Y dan akan menghasilkan kualitas produk yang sesuai dengan PT Yung     
     Maun Taiwan.
                                        
    

                                      Gambar.3.11  Sample Part Pijakan Kaki Jenis KWBA.

     3.1. Forecasting Dan Purchase Order
      Purchase Order ( PO ) untuk step braket KWBA cukup tinggi yaitu kurang lebih ± 927.153 dalam 1 
      tahun atau sekitar 77.263 / bulan. Sehingga dibutuhkan sekitar 9 dies dengan asumsi Life time 1 dies 
      bisa sampai 100 ribu shot. Total untuk kebutuhan produksi di PT Y tahun 2009 adalah 155.811.588 
     part dan dibutuhkan sekitar 165 dies. dengan kebutuhan dies sebanyak itu maka engineering dept
     selaku pembuat dies inhouse di PT Y dituntut untuk menurunkan cost sekaligus improvement 
     sehingga akan menghasilkan cost down yang cukup besar dengan salah satunya adalah step braket 
     jenis KWBA karena masih produk baru / new item maka dies tersebut adalah salah satu tujuan dari 
     penulis untuk melakukan improvement. Berikut data Purchase Order PT Y berikut supplier-suplier 
     yang membuat dies tersebut sehingga akan tercapai persentase seberapa besar cost down 
     yang diperoleh jika dies tersebut dikerjakan di engineering dept.
   
     
                                 Gambar.3.12  Forecast Part Pijakan Kaki Jenis KWBA Di PT Y.    
    
     


                                  Gambar.3.13  Persentase Forecast Pembuatan Cetakan  Di PT Y.
    Total kebutuhan die PT Y untuk tahun 2009 adalah 194 dies yang masing-masing di suplierkan ke PT       Yung Maun 71 dies, PT Gine Lee 17 dies, PT BMT 33 dies, PT GIGA 6 dies dan Engineering Dept 67     Die. disini engineering dept dituntut untuk cost down perusahaan sebesar 67 die atau 34.54 persent.     
    Melihat kondisi diatas penulis selaku PPIC di engineering dept harus melakukan improvement supaya
    target yang dituntut perusahaan bisa tercapai.
   

                                    Gambar.3.14  Total Pembuatan Cetakan  Pijakan Di PT Y.
Text Box: TOTAL PEMBUATAN  CETAKAN PIJAKAN KAKI JENIS KWBA PT Y 

TAHUN 2009
    Target delivery untuk pembuatan dies di engineering dept adalah 67 dies / tahun yang masing-masing 
    akan dikerjakan pada bulan jan 11 set , feb 10 set, mar 10 set, apr 7 set, may 7 set, jun 4 set, jul 7 set, 
    agust 4 set, sept 4 set, oct 3 set. Jika target yang diplanning tidak sesuai schedule maka produksi akan 
   off line maka dari itu pembuatan schedule harus seksama dan pengontrolan harus bagus untuk menjaga 
    agar planning tidak meleset.
          
                      Gambar.3.15  Total Pembuatan Cetakan  Pijakan Kaki Jenis KWBA Di PT Y

    Pengirimaan dies dari supplier dalam bentuk kondisi ok atau massprod sangat penting untuk    
    kelangsungan produksi, jika terlambat dalam pengiriman dies maka produksi akan off line sehingga 
    tidak bisa mengirim barang ke customer. Efek yang ditimbulkan jika sampai terlambat mengirim 
    barang maka akan hilang kepercayaan dari customer sehingga akan mengurangi purchase order maka
    perusahaan akan rugi dalam jumlah yang sangat besar, maka dari itu seksi repair maintenance die atau 
    (RMD)selaku yang bertanggung jawab penuh atas ketersedianya die harus bisa memplanning kapan    
    dies akan turun,
    life time habis sehingga dies yang baru datang, maka produksi akan tetap berlangsung.
    Untuk pembuatan schedule pijakan kaki KWBA sendiri adalah untuk bulan januari 4 set, bulan mei 2 
    set dan juni 2 set. Dengan pertimbangan pada bulan januari die yang tersisa tahun 2008 akan habis 
    (crack) sehingga untuk mengganti dies tersebut dan agar produksi tetap berjalan maka dibutuhkan 
    sekitar 8 set selama 1 tahun. Jika order ke suplier dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk pengerjaan       dies sehingga akan menghambat jalannya produksi.
       
                                Gambar.3.16  Order Pijakan Kaki Jenis KWBA Di Suplier.


  4. PEMBAHASAN
        Dengan adanya target delivery dan cost down mengenai project pijakan kaki jenis KWBA dari management perusahaan maka penulis sebagai pembuat planning dan sekaligus project leader maka penulis membuat suatu improvement system yang berjalan selama ini yang nantinya bertujuan untuk cost down perusahaan mengenai pembuatan cetakan kaki jenis KWBA yaitu cost lebih rendah dari harga supplier.
            Beberapa system yang akan penulis improve adalah mengenai pengontrolan  schedule proses dan metode proses yang diharapkan bisa sesuai planning sehingga bisa cost down proses dan membuang lost time proses.selama ini proses yang berjalan adalah dalam pembuatan dies / cetakan ditargetkan dalam waktu 3 bulan dies / cetakan harus massprod sehingga tidak memperhitungkan cost yang dikeluarkan waktu pembuatan dies tersebut.
Tabel 4.7 Network Diagram Proses Pembuatan Cetakan Pijakan Kaki Jenis KWBA
Tabel 4.7 Waktu Proses Pembuatan Cetakan Pijakan Kaki Jenis KWBA
  
Tabel 4.13 Analisa Biaya Tetap

Biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja langsung, biaya utility penunjang, biaya over head, dan biaya depresiasi, sehingga total biaya tetap untuk proses pembuatan cetakan pijakan kaki di PT Y adalah Rp 759,298,500 / tahun
            Tabel 4.19 Estimasi Biaya Variable

Dari table diatas diketahui total biaya variable proses pembuatan cetakan pijakan kaki jenis KWBA di PT Y adalah Rp. 150.322.981,- dengan waktu yang dibutuhkan 44 hari ( 6 minggu ).

4.1. Analisa Titik Pulang Pokok ( Break Even Analisis )
Dari survey pasar diketahui harga beli cetakan pijakan kaki jenis KWBA adalah Rp 163.800.000,- dengan waktu yang dibutuhkan 3 bulan sedangkan jika dibuat in house estimasi harga sekitar Rp. 150.322.981 dengan waktu yang dibutuhkan sekitar 6 minggu. Sehingga dapat diasumsikan harga percepatan proyek per minggu adalah :
Percepatan Proyek = Harga / Waktu
                             = 163.800.000,- / 3 Bulan
                               = 13.650.000,- / minggu

Jika waktu yang dibutuhkan adalah 12 minggu maka harga terbarunya adalah :
Harga ( waktu 12 minggu ) = Harga Awal + Biaya percepatan
 = Rp 163.800.000,- + ( 3 X 13.650.000 )
 = Rp 204.750.000,-
Dari data diatas dapat diketahui jumlah out put produksi pulang pokok menggunakan rumus sebagai berikut
   Untuk melakukan analisis perhitungan biaya, maka hal tersebut bisa diliat dari hubungan sebagai berikut ini :
            Untung ( Profit ) atau rugi  ( loss ) = Total Penerimaan – Total Biaya
            Atau, Z = TR - TC
Bilaman Z harganya positif atau TR > TC kondisi yang mengguntungkan ( profit ) yang akan dijumpai. Sebaliknya bila Z negative atau TR < TC kerugian (loss) yang terjadi.
            Dalam setahun PT Y membutuhkan cetakan pijakan kaki sebanyak 14 set cetakan sehingga total penerimaan dari penjualan
TR = 14 X Rp 204.750.000,-
 = 2.866.500.000,-
Dari data diatas dapat diketahui total biaya pembuatan cetakan pijakan dengan menggunakan formulasi sebagai berikut
TC = TFC + V = 759.298.500,- + ( 14 X Rp. 150.322.981
  = 2.568.898.500
        Dari data diatas dapat diketahui bahwa dalam pembuatan cetakan pijakan kaki jenis KWBA di PT Y mengalami keuntungan ( profit ) karena TR > TC. Adapun keuntungan yang diperoleh adalah
Z = TR – TC
  = Rp 2.866.500.000 – Rp 2.568.898.500
               = Rp 297.601.500,-
Keuntungan tersebut masih dipotong dengan pajak penghasilan ( PPN ) sebesar 10% sehingga keuntungan bersih ( net profit ) adalah

Net Profit = Rp. 297.601.500 – ( 10% X Rp 297.601.500 )
                 = Rp 297.601.500 – 29.706.150
                 = Rp. 267.841.35

5. KESIMPULAN
   Dapat disimpulkan bahwa pembuatan pembuatan model baru cetakan pijakan kaki jenis KWBA          dengan kapasitas 650 ton layak dilaksanakan karena mencapai tujuan yang ditargetkan penulis     
   yaitu adalah sebagai berikut :
1       1.   Pengontrolan delivery atau pengiriman
       Pengiriman cetakan ok jika pembelian cetakan di supplier dalam hal ini PT Yung Maun Taiwan          adalah standart 3 bulan, jika pembuatan cetakan pijakan kaki jenis KWBA dilakukan 
      di engineering department adalah 65 hari atau 2.5 bulan kesimpulanya lebih cepat 0.5 bulan dari         suplier
2      2. Pengontrolan cost atau biaya proses
            Cost yang dikeluarkan PT CHN jika cetakan pijakan kaki jenis KWBA di lakukan di supplier              adalah Rp 163.800.000,- jika pembuatan dilakukan di engineering department adalah 
             Rp    108.352.981,- kesimpulanya cost yang dikeluarkan untuk pembuatan cetakan pijakan kaki          jenis KWBA adalah untung karena biaya pembuatan di engineering department lebih rendah 
             dari harga suplier
3      3. Pengontrolan life time dies atau cetakan
      Dari data yang diperoleh penulis rata-rata umur life time dies atau cetakan pijakan kaki jenis        
     KWBA setelah dilakukan maintenance adalah lebih dari 100 ribu shot kesimpulanya umur cetakan      lebih lama jika dilakukan maintenance di engineering departmen.

DAFTAR PUSTAKA
      [1].      Ir Arman Hakim Nasution, M Eng, “Manajemen Industri” , Andi Yogyakarta 2007
      [2].      Sritomo Wignjosoebroto, Pengantar Teknik & Manajemen Industri, Institut Sepuluh November,          2006
      [3].      Sam bodho Sumani, Ekonomi & Manajemen Teknik, Graha Ilmu, 2009



Studi Kelayakan Investasi Genset 365 kVA Sebagai Peralatan Sewa di PT. XYZ

Ibnu Nurman Siswantoro [1]
Rudy Yulianto[2]


[1]. Mahasiwa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri FTI-UJ
[2]. Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin FTI-Uj

Abstrak
Kegiatan investasi sangat penting peranannya dalam suatu perusahaan. Kegiatan ini membutuhkan modal yang cukup besar, karena itu setiap akan dilakukan investasi maka perlu dilakukan studi kelayakan untuk dapat memberikan masukan kepada para pengambil keputusan pada suatu perusahaan   apakah suatu proyek investasi itu layak atau tidak untuk dapat dijalankan.
Dalam menganalisis layak atau tidaknya suatu investasi maka dapat di gunakan beberapa metode. Metode - Metode yang dapat digunakan antara lain : Metode Periode Pengembalian / Payback Period.(PP), Metode Nilai Sekarang Bersih (NSB) / Net Present Value (NPV), Metode Tingkat Pengembalian Internal / Internal Rate of Return Analysis (IRR),  Metode Rasio Manfaat - Biaya (RMB) / Benefit Cost Ratio Analysis dan Metode Titik Impas / Break Even Point (BEP).

Abstract
Investment is a vital activity in a company. This activity require big capital, therefore before  investment decision is taken, feasibility study is need to be done so it can give input to decision maker of a company whether an investment is proper or not to be run.
In analyzing an investment we can use several methods. Those method are : Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return analysis (IRR), Benefit Cost Ratio analysis and Break Even Point (BEP).



1.      Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah. Kekayaan alam ini berada dihampir seluruh wilayah Indonesia. Pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya alam ini penting untuk dapat dilaksanakan agar hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Energi listrik diperlukan untuk pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya alam ini.
PT. XYZ merupakan salah satu penyedia daya listrik terutama dalam penyewaan diesel genset. Diesel genset ini diperlukan oleh berbagai macam industri baik sebagai sumber energi listrik utama maupun sebagai sumber energi listrik cadangan apabila sumber energi listrik dari PT. PLN mengalami gangguan/ pemadaman.
Persaingan usaha dibidang penyewaan genset sangat ketat , oleh sebab itu PT. XYZ dituntut untuk dapat sebanyak mungkin memenangkan persaingan. Pelayanan, kualitas dan kehandalan genset yang disewakan merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi agar dapat memuaskan pelanggan.

2.   Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi perusahaan saat ini adalah adanya sebagian besar jumlah genset yang memiliki unjuk kerja / performace yang sudah menurun, terutama untuk genset Caterpillar tipe 3406 TA 365 kVA. Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan, perusahaan merencanakan untuk melakukan investasi genset 365 kVA sehubungan dengan adanya permintaan salah satu pelanggan PT. XYZ yang ingin menyewa genset tersebut.
            PT. XYZ mempunyai rencana untuk melakukan kegiatan investasi genset CAT 3406 TA, 365 kVA yang akan disewakan kepada salah satu pelanggan PT. XYZ berkenaan dengan adanya suatu proyek di lokasi pelanggan tersebut. Kegiatan investasi ini dilakukan sesuai dengan keinginan pelanggan yang ingin menyewa genset dengan unjuk kerja yang baik dan minimal tahun pembuatan tahun 2007. PT. XYZ memiliki genset 365 kVA yang sudah berumur lebih dari lima tahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pelanggan ini perusahaan akan melakukan investasi ini.

2.1  Definisi Investasi
      Investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Sedangkan menurut Van Horne (1998: 6) Investasi adalah arus pengeluaran kas pada saat ini dengan tujuan menghasilkan keuntungan dimasa yang akan datang.

2.2  Penggolongan Investasi
      Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (atau pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran/ perbelanjaan yang berikut:
1.      Pembelian berbagai jenis barang modal.
2.      Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
3.      Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.

2.3  Faktor-faktor Penentu Tingkat Investasi
a.       Tingkat suku bunga
b.      Tingkat keuntungan perusahaan
c    Perkiraan kondisi ekonomi dimasa yang akan datang
  
2.4  Studi Kelayakan
Menurut H.M. Yacob Ibrahim (2003:1), Studi Kelayakan Bisnis adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam mengikuti kegiatan usaha/proyek. Tujuan dilakukannya studi kelayakan terhadap investasi adalah untuk menghindari kesalahan penanaman modal yang terlalu besar, untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Husnan dan Suwarsono, 2000:7).

2.5  Aspek-aspek Dalam Studi Kelayakan
a.       Aspek Pasar
b.      Aspek Teknis
c.       Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya pemerataan kesempatan kerja terhadap masyarakat sekitar.
d.      Aspek Lingkungan.
e.       Aspek Keuangan / Finansial

2.6  Alat-Alat Pendukung Penilaian Kelayakan Finansial Investasi
a.      Aliran Kas
b.      Penyusutan atau Depresiasi
1.Metode garis lurus (straight-line method)
2.Metode pembebanan yang menurun
a. Metode jumlah angka tahun (sum of year digit method)
b.Metode saldo menurun (declining balance method)
c.       Unsur Pajak

Metode Penilaian Kelayakan Investasi :
a.       Metode Periode Pengembalian (PP)/ Payback Period.
Payback period adalah waktu yang dibutuhkan agar jumlah penerimaan sama dengan jumlah investasi / biaya.
Kriteria penilaian yang terdapat dalam metode payback period adalah:
-   Investasi akan diterima apabila PP lebih pendek daripada PP yang disyaratkan.
-   Investasi akan ditolak apabila PP lebih panjang daripada PP yang disyaratkan.
b.      Metode Nilai Sekarang Bersih (NSB)/ Net Present Value (NPV).
Husein Umar (2005:200) mendefinisikan Nilai Sekarang Bersih sebagai  berikut: ”Nilai Sekarang Bersih yaitu selisih antara Nilai Sekarang dari investasi dengan Nilai Sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas terminal) dimasa yang akan datang”. Formula Nilai Sekarang Bersih / Net Present Value (NPV) oleh  Keown (2005:311) 
   
              

                                                                                                         (2-1)                    
Dimana :         
NPV  = Net Present Value / Nilai Sekarang bersih
  =Arus kas tahunan setelah pajak pada periode t     
k          =Tingkat diskonto atau tingkat pengembalian yang disyaratkan (suku bunga / discount rate)
       = Pengeluaran kas awal
n          =Usia proyek yang diharapkan
Kriteria penilaian dalam metode Nilai Sekarang bersih (NSB)
-   Jika NSB > 0, Maka investasi dapat diterima (layak)
-   Jika NSB < 0, Maka investasi ditolak (tidak layak)

c.       Metode Tingkat Pengembalian Intenal/ Internal Rate Of Return Analysis.
      DeGarmo (1999:147) menyatakan metode tingkat pengembalian internal adalah metode tingkat pengembalian yang paling luas digunakan untuk menjalankan analisis ekonomi teknik.
Formula Internal Rate of Return (IRR) oleh DeGarmo (1999:147)
                                   
(2-3)


Dimana :      
PW    = Present Worth (Nilai Sekarang)
 Rk   =  Penghasilan netto untuk tahun ke – k
 Ek   = Pengeluaran netto termasuk biaya investasi untuk tahun ke - k
n       = Umur proyek
i        = Tingkat pengembalian internal proyek (IRR)

d.      Metode Rasio Manfaat- Biaya/ Benefit-Cost Ratio Analysis.
   Metode ini merupakan perbandingan antara nilai ekivalen manfaat dengan nilai ekivalen biaya. Rasio Manfaat Biaya dirumuskan sebagi berikut:
RMB = Nilai Sekarang Manfaat/Nilai Sekarang Biaya 
atau 
RMB = Nilai Tahunan Manfaat/Nilai Tahunan Biaya 
Kriteria penilaian dalam metode Rasio Manfaat – Biaya
-       Jika RMB > 1, Maka investasi dapat diterima (layak)
-       Jika RMB < 1, Maka investasi ditolak (tidak layak)
 
3.1  Biaya Investasi Awal
Biaya investasi awal yang akan dikeluarkan oleh PT. XYZ adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Biaya Investasi Awal
Kurs 1 US $ = Rp 9.463 (Kurs Bank Indonesia 2 Desember 2009)


3.2  Depresiasi
      Depresiasi untuk Investasi ini adalah
  1. Biaya Investasi (B)                              = Rp 784.040.000
  2. Nilai Sisa / Salvage Value (SV)            = 20% x Biaya Investasi = 20% x Rp 784.080.000,-                                                                              = Rp 156.808.000,-
  1. Jumlah Tahun (N)                                = 5 Tahun
  2. Depresiasi (D) per Tahun :
                                                  

3.3  Harga Sewa
         Harga sewa pertahun untuk tahun 2009 adalah Rp  400.000.000 pertahun. Untuk tahun berikutnya harga sewa tersebut akan diberikan kenaikan sebesar 10% per tahun.

3.4  Biaya Administrasi dan Gaji Manajemen Umum
         Biaya adminstrasi dan gaji manajemen umum adalah biaya untuk administrasi dan gaji manajemen. Setiap pendapatan proyek dikenakan biaya administrasi dan gaji manajemen umum sebesar 5%.

3.5  Biaya Instalasi
Biaya Instalasi adalah biaya yang muncul pada setiap genset yang akan di install di lokasi pelanggan.yaitu srbesar Rp 4.900.000.

3.6  Biaya Tunjangan Harian Operator Genset
Biaya tunjangan harian operator adalah biaya tunjangan yang diberikan kepada operator yang mengoperasikan genset yang bertugas di lokasi Pelanggan yang menyewa Genset PT. XYZ, sedangkan biaya akomodasi ditanggung oleh pelanggan jika lokasi pelanggan diluar kota Jakarta. Biaya untuk 2 orang operator sebesar Rp 25.550.000 per bulan.
Biaya kenaikan tunjangan harian untuk operator yang mengoperasikan genset adalah 8% pertahun.
  
3.7  Biaya Perawatan Genset

Genset yang dioperasikan membutuhkan perawatan berkala. Biaya perawatan per jam untuk Genset 365 kVA untuk tahun 2009 adalah Rp. 40.000.000. Biaya kenaikan perawatan per jam genset 365 kVA adalah 10% pertahun.

3.8  Bunga / Interest
PT. XYZ akan meminjam investasi awal sebesar Rp 784.040.000 dengan bunga sebesar 6.5% (sesuai dengan suku bunga Bank Indonesia per tanggal 1 Desember 2009) selama 5 tahun dengan pembayaran uang seragam.

4.1        Aliran Dana / Cash Flow
Keuntungan suatu kegiatan usaha ditentukan oleh aliran dana / cash flow yang dapat dihasilkan kegiatan tersebut, sedangkan profitabilitas suatu rencana ditentukan oleh perkiraan aliran dananya. Aliran dana tersebut menyatakan jumlah pemasukan tunai dan jumlah biaya tunai dari suatu rencana investasi. Aliran Dana disusun dengan memperhatikan semua elemen pemasukan tunai (cash income) dan semua elemen biaya tunai (cash cost) pada setiap periode selama umur investasi tersebut.

4.2         Perhitungan dengan Metode – metode Penilaian Kelayakan Investasi.

4.2.1        Metode Periode Pengembalian / Payback Period
Payback period adalah waktu yang dibutuhkan agar jumlah penerimaan sama dengan jumlah investasi / biaya. Metode mengabaikan konsep nilai waktu dari uang dan konsekuensi ekonomi setelah periode pengembalian diabaikan.
            Berdasarkan hasil penelitian didapatkan periode pengembalian (PP) sebesar 3.51 tshun. Perusahaan mensyaratkan investasi kembali dalam jangka waktu maksimal 5 tahun. Berdasarkan hasil perhitungan, periode pengembalian adalah 3,51 tahun. Hal ini berarti periode pengembalian lebih pendek dari yang disyaratkan dan layak untuk diterima.

4.2.2    Metode Nilai Sekarang Bersih / Net Present Value
            Metode nilai sekarang bersih adalah metode yang digunakan untuk menentukan nilai ekivalen pada saat ini dari aliran dana pendapatan dan pengeluaran. Metode nilai sekarang bersih membandingkan selisih antara nilai sekarang arus kas tahunan dan pengeluaran.
            Dari hasil penelitian, Nilai Sekarang Bersih / Net Present Value (NPV) bernilai positif yaitu sebesar Rp 282.459.893, oleh karena itu maka usulan invesasi layak diterima.


4.2.3        Metode Internal Rate of Return (IRR)
Metode Internal Rate of Return menghitung tingkat bunga yang akan menyebabkan nilai ekivalen biaya atau investasi sama dengan nilai ekivalen penerimaan. Perhitungan IRR ini dilakukan dengan usaha coba coba (trial and error)
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan Internal Rate of Return sebesar 17,72%. Hal ini berarti investasi mesin layak untuk di jalankankarena IRR lebih besar dari cost of capital sebesar 6,5 %

4.2.4    Metode Rasio Manfaat – Biaya/ Benefit Cost Ratio
            Metode rasio manfaat – biaya menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan kas dengan nilai sekarang investasi.
RMB = Nilai Sekarang Manfaat/Nilai Sekarang Biaya
Hasil perhitungan rasio manfaat - biaya lebih besar dari 1 yaitu 1,02 maka investasi layak untuk dijalankan.
  
4.2.5        Metode Titik Impas / Break Even Point
Formula Break Even Point oleh Rita Nurmalita (2009:91)

Dimana :         
FC        = Biaya tetap / fixed Cost
P          = Harga perbulan
V         = Biaya tidak tetap / Variable cost perbulan
Dari hasil penelitian didapatkan besaran Titik Impas / Break Even Point sebesar 39,02 bulan, dimana nilai BEP lebih kecil dari yang disyaratkan yaitu sebesar 60 bulan, maka investasi layak di jalankan


5.1       Kesimpulan
PT. XYZ merencanakan untuk melakukan investasi pembelian genset 365 kVA sehubungan dengan adanya kebutuhan sewa di salah satu lokasi pelanggan . Berdasarkan perhitungan dengan metode –metode kelayakan investasi, maka dapat diambil kesimpulan dari segi financial adalah sebagai berikut :
1.      Analisis kelayakan investasi dengan menggunakan metode periode pengembalian dimana dari hasil perhitungan didapatkan periode pengembalian 3,51 tahun. Periode ini lebih pendek dari periode yang disayaratkan perusahaan yaitu 5 tahun. Berdasarkan metode ini maka investasi layak untuk dilaksanakan.
2.      Analisis kelayakan investasi dalam perhitungan Nilai Sekarang Bersih, proyek investasi layak untuk dilaksanakan, karena didapat nilai NSB positif sebesar Rp 282.459.893
3.      Analisis kelayakan investasi dengan menggunakan analisis Internal Rate of Return (IRR), untuk investasi ini diperoleh IRR  sebesar 17,72 % lebih besar dari rate of return yang dikehendaki atau cost of capital-nya 6,5%, maka proyek investasi layak untuk dilaksanakan.
4.      Analisis kelayakan investasi dengan menggunakan metode Rasio Manfaat - Biaya dimana nilai sekarang dari arus kas dibandingkan dengan investasi awal hasilnya lebih besar dari 1 yaitu 1,02, maka proyek investasi layak untuk dilaksanakan.
5.      Analisis kelayakan investasi dengan menggunakan metode Break Even Point mencari suatu titik dimana biaya sama dengan pendapatan dan didapatkan hasil 39,02 bulan. Hal ini masih dapat diterima, karena masih lebih pendek dari periode yang disyaratkan yaitu 60 bulan sehingga investasi layak untuk dilaksanakan

Daftar Pustaka

[1].   Ibrahim, H.M. Yacob. Studi Kelayakan Bisnis, Jakarta: Bineka Cipta, 2003.
[2].  Van Horne, James C. Financial Management and Policy, Tenth Edition, New Jersey, Prentice Hall International Inc, 1998
[3].    Nurmalina dkk, Rita. Studi Kelayakan Bisnis, Bogor: Departemen Agribisnis FEM IPB, 2009
[4]. Sutojo, Siswanto. Studi Kelayakan Proyek (Konsep dan Teknik), Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo,1983
[5].    Husnan, Suad. Manajemen Keuangan, Edisi 4, Yogyakarta: BPFE Gajah Mada, 1998
[6].    Umar, Husein. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 3, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005
[7].   DeGarmo, E. Paul. Ekonomi Teknik (Engineering Economy Tenth Edition), Jakarta: Prentice Hall, 1999


Analisa Pengembangan Sistem Pengeboran dengan menggunakan Drifter sebagai Alat Pengeboran Pada PT.FI

Juniawan Limbong[1]
Rudy Yulianto[2]
[1]. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri FTI-UJ
[2]. Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin FTI-UJ
Abstrack
PT.FI is a mining Company which ekspolaration of type of gold-mine and copper which is located in papua, Indonesia. Company mine this open two eksplorasio that is in area of open pit (tambang terbuka) and tunnel;cutting ( mine underground). To support the operational mine this, Various equipments type mine used [in] the area, accommodated by requirement and capacities its use.
At  drilling mine the underground ( terowongan) used by a heavy equipments / equipment drilling to make the infrastructure mine the underground, improve; repairing stone draping and ekploarasi mine itself.
media Or component from drilling used to do the activity recognized by the name of " DRIFTER". Is functioning as a means of drilling which is attributed to by Still drill or steel which its back part is paired by a eye drill.
            With the existence of this Equipments Consumer is very supporting in operational activity of mine claiming work which retinitis and no desisting. Slain Equipments Quickly, nimble, is easy to used also agronomis in treatment expense mine.
Drifter is development appliance from drilling.
Kata kunci : Drifter adalah alat pengembangan pengeboran.                  

1.      Pendahuluan
Seiring dalam perkembangan dunia pertambangan di butuhkan kemajuan teknologi guna menunjang produktifitas produksi dalam suatu perusahaan.  Dalam hal ini banyak peralatan ataupun unit equipment yg di pergunakan dalam proses pengeboran. Pengeboran adalah Sistem pengambilan material baik berupa cairan, gas, bebatuan dari dalam tanah atau perut bumi.
Perusahan Pertambangan Pengeboran pada PT.FI membuka dua tempat ekspolarasinya yaitu tambang terbuka (Open Pit) dan tambang bawah tanah (Toworongan). Pada kedua tempat tersebut mempunyai kandungan tambang yang konsentrat kadar yang berbeda. Dimana hasil bebatuan tambang tergantung kadar grade yang terkandung didalamnya. Untuk mengambil hasil bebatuan atau kandungan tambang yang berada pada kedalaman tertentu harus dilakukan dengan cara pengeboran dimana terlebih dahulu membuka jalur/jalan dan infrastruktur tambang untuk mempermudah dan menunjang aktifitas/kegiatan dalam proses penambangan. Sebelum Pada Awalnya Perusahan tambang di PT.FI menggunakan mesin peralatan tambang yang manual yang dikenal dengan nama “JAG LAG“. Jag lag ini dioperasikan secara manual dengan menggunakan satu operator dan menggunakan sumber tenaga mekanis dan Pneumatik (Angin). Dimana cara kerja Peralatan Jag lag ini menggunakan prinsip kerja impack Percussion sebagai tumbukan yang sumber penggeraknya dari angin yang dihubungan melalui hose angin. Kekuatan dan Keakuratan pada alat Jag lag ini sangat terbatas. Dimana seringnya ke tidak tepatan atau kurang presisinya dalam pembuatan diameter lobang-lobang yang dapat merusak struktrur bebatuan yang ada disekitar lobang dan membuat pecahan yang besar dalam pembuatan lobang-lobang pengeboran Sehingga pada saat dilakukan peledakan, hasil yang diinginkan tdk sesuai dan peledakan tidak tepat dimana bongkahan bebatuan yang diinginkan kurang banyak bahkan merusak bebatuan yang lainnya akibat daya ledak yang tidak sempurna. Target yang akan dicapai per meternya jauh dari yang diharapkan, sehingga menghambat laju produktifitas perusahaan. Sehingga pada saat ini digunakanlah pengembangan sistem pengeboran dengan menggunakan DRIFTER sebagai alat pengeboran. Dimana pada Alat Drifter ini juga bisa diguanakan sebagai alat bantu perbaikan infrastruktur.
Peralatan Berat itu menggunakan dua sumber tenaga penggerak, yaitu mesin dan listrik dalam menjalankan pengoprasiannya dalam pertambangan. Dalam pengoperasian dan pengeboraannya, semua menggunakan sytem hydrolik yang dipadukan dengan listrik dalam menggerakan komponen-komponen peralatan tersebut.

2. Tujuan
Penulisan Makalah ini bertujuan mengkaji dan Melihat Dampak pengaruh yg ditimbulkan dalam pengoprasional proses produksi, Melihat perbedaan jam kerja operasional Drifter. Menghitung cost maintenance akibat operasional jam kerja Drifter, Menganalisa Biaya produksi yang hilang karena adanya break down akibat pengantian dan perawatan di luar plan. Memberikan Gambaran beberapa peralatan equipment yang lain pada ruang lingkup bidang maintenance sehingga ada pembahasan lebih lanjut.

3. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah kaji pustaka dan metode perbandingan. Dimana membadingkan JAG LAG sebagai sitem pengeboran lama (manual) dengan sistem pengeboran baru dalam hal ini adalah “DRIFTER”.

3.1 PERBANDINGAN
3.1.1 Perbandingan Antara JAG LAG dan DRIFTER
Adapun keuntungan dan kelebihan masing-masing dari sistem pengeboran ini sebagai berikut :
Kelebihan dan Kekurangan dari JAG LAG adalah :
Keuntungan Jag lag yaitu :
1.      Mudah dalam Pengeoprasiannya
2.      Biaya Operasional dan perawatan rendah
3.      Perawatannya cukup sederhana
4.      Pengoprasionalnya menggunakan satu operator
5.      Menggunakan tenaga Angin (pneumatik) sebagai tumbukan / impack.
Kekurangannya Jag lag yaitu :
1.      Tingkat resiko kecelakaan yang bisa ditimbulkan cukup tinggi
2.      Tingkat ketelitian dan akurasi pengeboran  rendah
3.      Pencapaian kedalaman pengeboran terbatas
4.      Membutuhkan waktu 6-7 jam dalam pengeboran
5.      Target pencapaian dalam pembuatan lobang tidak terpenuhi
Kelebihan dan Kekurangan dari DRIFTER adalah :
1.      Tingkat resiko kecelekaan rendah
2.      Tingkat akurasi dan ketepatan dalam pengeboran lebih  diperhatikan
3.      Menggunakan 2 sumber tenaga, Engine dan Listrik. Dapat melakukan tumbukan (impack) dan Berputar (rotasi).
4.      Dapat dioperasikan dalam sudut kemiringan tertentu (300 ,450 )
5.      Dapat dioperasikan secara Vertikal dan Horizontal
6.      Membutuhkan 2-3 jam dalam pembuatan lobang pengeboran
7.      Pencapaian target pengeboran dapat tercapai dan terpenuhi

3.1.2 Cara Kerja JAG LAG dan DRIFTER
            Adapun cara kerja sistem pengeboran JAG LAG yaitu menggunakan tenaga penggerak Angin dimana dalam komponen JAG LAG angin di mapatkan sehingga terjadi tumbukan (impack).
            Sedangkan Cara kerja Drifter menggunkan tenaga penggerak Listrik dan Engine. Dimana pada saat pengeboran dilakukan tenaga listrik yang digunakan untuk memutar motor listrik, motor listrik memutar pompa hidrolik sehingga oli diteruskan ke komponen drifter dan menggerakkan piston yang ada di dalam komponen drifter sehingga piston melakukan tumbukan (impack) sedangkan untuk rotarinya di putar dengan motor rotasi yang ada dalam komponen drifter tersebut yang telah dihubungkan dengan poros/shaft ke gear chuck dan memutarkan shank bar / striking bar yang berhubungan dengan poros/shaft motor rotasi tersebut.
3.1.3  Alur Skematik kerja Hydrolik komponen Drifter
   

  
Gambar. 3.2  Alur Skematik Kerja Hydrolik pada Drifter
Pengetesan :
1.      Hubungkan Drifter (Rock Drill) dengan Skematik bagan yang ada diatas
2.      Pastikan dengan pengecekan :
·      Kondisi Oli yang ada di dalam tanki
·      Posisi pengontrolan valve berada pada posisi netral
3.      Power pack pada posisi ON ( dijalankan)
4.      Tekan control valve (4) untuk menjalankan percussion (hammer/tumbukan)
5.      Takan control valve (5) untuk menjalankan rotation (putaran)
Dapat dijalankan/dioperasikan secara bergantian.
6.      Pengetesan dapat dilanjutkan sekitar 5 menit secara berkala.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Permasalahan Drifter pada Euipment
Adapun permasalahan yang sering dijumpai dalam penanganan Drifter adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Contoh permasalahan yang biasa ada pada drifter.

PROBLEM NAME
TROUBLE SHOOT
REPAIR
TOTAL REPAIR
TIME
FINISH
Low power
check pressure n pump
10:00
12:00
2:00
Hammer low
check pressure hammer n check valve
16:30
19:00
3:30
rotation low
check pressure rotation n check valve
9:00
10:00
1:00
drifter no run
check pressure n conection hose
13:00
13:40
1:30
drifter not moved
check pressure n stiil position
8:00
10:00
2:00
drifter slow moved
adjust pressure speed
14:00
14:25
0:25
           
 4.2. Evaluasi jam operasional Drifter pada euipment
4.2.1       Evaluasi Jam kerja pada kondisi normal
Evaluasi estimate kerja operasional drifter pada saat keadaan bekerja tanpa masalah/normal kondisi dengan tingkat kerusakan ringan, adalah :
·            Drifter beroperasi / shift                           : 8 jam / shift.
·            Pekerjaan produksi 3 shift                        : 3 x 8 jam = 24jam / 3shift
·            Berarti dalam 22 hari / 1bulan                  : 22 x 24 jam = 528 jam/22 hari
Jika downtime yang terjadi selama sehari 2 x /shift = 6 x problem
Dengan estimate kira-kira 2 jam / shiftnya maka : 12 jam.
Tingkat ketersediaan peralatan drifter adalah :
TK = Total Operasi peralatan(drifter) / Total operasi drifter + lost time/down time x 100%
Dimana :  TK = 528 / 528 + 12  x 100%
                           = 97%
Kondisi diatas adalah menunjukan pada saat waktu keadaan normal dengan tingkat kerusakaan yang masih dalam batas toleransi yang diperkiraan dapat diselesaikan dengan cepat. Sehingga tingkat keberhasilannya dapat menunjang KPI ( Kualitas performance indicator) yang telah ditetapkan oleh pimpinan dan management PT.FI
Akan tetapi actual yang terjadi di lapangan berbeda yang diharapkan oleh pimpinan dikarenakan berbagi kendala yang disebabkan, sehingga target yang akan dicapai bersama jauh dari yang diharapkan.

4.2.2       4.2.2 Evaluasi Jam Kerja dengan kondisi yang tidak Normal produksi
Evaluasi estimate jam operasional yang tidak normal dalam hal ini dikarenakan berbagai factor di lapangan seperti kerusakan yang membutuhkan penanganan yang cukup lama, menunggu part yang tak tersedia, dan factor non tehknis lainnya.
·      Jam Kerja Main Power (pekerja)                :  10 Jam
·      Pekerjaan bergilir ( Shift)                           :   3 x Shift
·      Pengoprasian Alat /Drifter                         :   8 Jam / Shift
·      Hari kerja berlangsung 22 Hari /bulan       : 22 x 24 jam = 528 jam
Jika Down timenya dirata-ratakan terjadi 35 jam dalam 7 hari kerja maka : 35 jam x 7 hari =  245 jam / week.
Sehingga, untuk performance equipment Drilling tersebut adalah :
TK = Total Operasi peralatan(drifter) / Total operasi drifter + lost time/down time x 100%
Dimana :




 
        
 Dari contoh kasus permasalahan diatas ini, dapat ditarik kesimpulan hasil total operasional kinerja drifter sebesar 68,3 % tidak masuk dalam KPI ( kualitas performance indicator) dalam kurung waktu sebulan.  Hal ini dapat kita lihat dari besarnya lost time / down time yang terjadi pada alat tersebut. Sehingga dapat disimpulkan, makin besar lost time / down time yang terjadi maka makin kecil presentasi atau performance yang dicapai

5. Penutup
5.1. Kesimpulan
1. Jam Kerja Main Power (pekerja)                :  10 Jam
2. Pekerjaan bergilir ( Shift)                           :   3 x Shift
3. Pengoprasian Alat /Drifter                         :   8 Jam / Shift
4. Hari kerja berlangsung 22 Hari /bulan       : 22 x 24 jam = 528 jam
Jika Down timenya dirata-ratakan terjadi 35 jam dalam 7 hari kerja maka : 35 jam x 7 hari =  245 jam / week.
5. TK = Total Operasi peralatan(drifter) = 68,3%
5.2. Saran
1. Sistem pemiliharaan dan perbaikan peralatan ini belum terlaksana secara optimal. Terbukti dapat dilihat dari tingkat total operasi peralatan (drifter) belum mencapai hasil yang diinginkan dan tidak masuk dalam standar KPI yang telah ditetapkan. Sehingga dapat mempengaruhi produkstifitas kinerja produksi dalam tambang bawah tanah. 
2. Kurangnya presentasi yang dihasilkan yang diakibatkan besarnya lost time / down time yang terjadi dalam kurung waktu kerja seminggu. Untuk mencapai tingkat presentasi besar yang telah ditetapkan oleh KPI, maka tingkat lost time / down time harus di tekan bahkan jika bisa tidak terjadi kerusakan dalam seminggu peralatan tersebut. 
3. Pentingnya perawatan komponen drifter sangat berpengaruh terhadap produktifitas dan kerja euipment / alat berat itu sendiri. Sehingga juga berpengaruh terhadap cost dan benefit perusahaan. Komunikasi yang baik antara pihak produksi dan pihak maintenance sangat diperlukan dalam kegiatan maintenance  dan produksi. Karena untuk menghindari downtime yang banyak, yang mengakibatkan kerlambatan proses pengeboran dilapangan sehingga waktu estimasi yang telah ditentukan oleh enginer tambang molor atau mundur dari target yang telah ditentukan secara bersama.
4. Perencanaan yang tepat dalam perawatan/maintenance sangat diperlukan disini dalam menunjang/mensupport kelangsungan proses produktifitas  produksi. Sehingga sangatlah penting perencanaan maintenance yang bertahap-tahap & pengontrolan baik di dalam shop (bengkel kerja) dan di lapangan.
5. Kerja sama team maintenance yang solid dan tanggap sangat dibutuhkan dalam pekerjaan ini. Mulai dari pihak  top maintenance organisasi sampai pihak mechanik itu sendiri dan juga pihak pemakai peralatan berat/ euipment tersebut.

VI. Daftar Pustaka
[1]     Driil part book maintenance oleh Team Sandvick, smc
[2]     Preventive Maintenance & Total Productive Maintenance, P2M jurusan Teknik Mesin
[3]     Modul Kuliah pengantar Teknik Industri dari Fakultas Teknik Mesin Universitas Jayabaya
[4]     Modul Training Service & Maintenance Driling Axera dari Sandvik,mtc

PENERAPAN TOTAL PERAWATAN PRODUKTIF
(TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE) DI PT. XY
Agus FitriyadiI[1]
Rudy Yulianto[2]

[1]. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri
[2]. Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin FTI-UJ

Jl. Raya Bogor Km. 28,8 Cimanggis
Jakarta Timur
  

ABSTRAK


Pada tugas akhir ini dianalisa salah satu metode penerapan sistim pemeliharaan yaitu  Total Produktive Maintenance yang mana selama ini, PT. XY, masih dalam tahap awal menjalankan dan masih dirasa kurang berhasil atau tidak berjalan dalam penerapan dilapangan karena kurang didukung oleh pelaksana lapangan. Total Produktive Maintenance adalah suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan cara mengoptimalkan keefektifan peralatan, mengurangi / menghilangkan kerusakan mendadak ( breakdown ), dan melakukan autonomous operator maintenance, yang diikuti oleh seluruh karyawan yang terlibat dalam suatu perusahaan dengan penggabungan dari sistim Breakdown Maintenance, Preventive Maintenance, Prediktive Maintenance dan Produktive Maintenance.
Dalam analisa ini saya akan menerapkan maksimasi effektifitas peralatan keseluruhan
(overall equipment effectiveness, OEE) karena dirasa dengan menggunakan metode ini diharapkan hasil yang diperoleh lebih akurat karena didukung oleh data-data yang banyak, menerapkan dan mempromosikannya dalam rentang waktu umur suatu peralatan. Dan melibatkan seluruh personil mulai dari manajemen puncak hingga pekerja shop floor.


ABSTRACTION.

            At this final duty analysed one of the method applying of conservancy systems that is Total Produktive Maintenance which during the time, PT. XY, still in early stage run and still felt less success or do not walk in applying of field because less support by executor of field. Total Produktive Maintenance is an approach which is inovatif in maintenance by optimal of effectiveness of equipments, lessening / eliminating sudden damage ( breakdown ), and do operator autonomous of maintenance, followed by entire/all involved in employees a company with merger of systems of Breakdown Maintenance, Preventive Maintenance, Prediktive Maintenance and of Produktive Maintenance.

            In this analysis is I will apply effektifitas maksimasi equipments of entirety (Overall Equipment Effectiveness, OEE ) because felt by using this method is expected by more accurate obtained result because supported by datas which applying, many and promoting him in spanning of old age time an equipments. And entangle entire/all personnel start from management culminate till worker of Shop floor.

1. PENDAHULUAN

 1.1       Latar Belakang Permasalah

       Pada kebanyakan industri, Pemeliharaan saat ini menjadi biaya operasi ketiga terbesar setelah bahan baku dan biaya produksi langsung ataupun energi. Pada beberapa kasus, malahan mencapai peringkat kedua ataupun pertama. Oleh karena itu mengontrol biaya ini menjadi suatu prioritas utama.
       Dengan demikian pemeliharaan berfungsi sebagai penunjang untuk menjaga agar peralatan dapat bekerja secara efektif guna mempertahankan standar mutu selain juga mempertahankan standar kuantitatif dan biaya keluaran.
       Ada pilihan-pilihan kebijakan yang mungkin cocok, bergantung pada situasi dan biaya relatifnya. Pertama, apakah pemeliharaan preventif rutin ekonomis, sehingga tidak perlu lagi dilakukan TPM atau apakah akan lebih murah untuk menunggu sampai kerusakan terjadi dan kemudian mereparasi peralatan?
       Keputusan mengenai tingkat Total Produktive Maintenance yang sesuai didasarkan pada keseimbangan biaya. Seorang manajer perawatan perlu memilih kebijakan yang dapat meminimalkan jumlah biaya pemeliharaan preventif ditambah biaya perbaikan, waktu hilang (downtime), dan biaya-biaya yang berkaitan dengan mutu.
       Penekanan pada kegiatan-kegiatan on-condition membantu untuk menjamin bahwa kegagalan-kegagalan potensial dideteksi sebelum hal tersebut menjadi kegagalan fungsi. Ini membantu menurunkan konsekuensi-konsekuensi operasional dengan tiga cara :

1.      Masalah-masalah dapat diselesaikan pada suatu saat di mana penghentian mesin yang dilakukan memiliki efek paling kecil terhadap operasi.
2.      Memungkinkan untuk menjamin bahwa seluruh sumber daya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kegagalan telah siap sebelum pelaksanaannya, yang memperpendek waktu reparasi.
3.      Penanganan masalah hanya dilakukan apabila mesin memang memerlukannya, sehingga memperpanjang interval-interval dari intervensi-intervensi korektif.

 1.2       Perumusan Masalah
       Pada tugas akhir ini penulis mencoba untuk menganalisa sejauh mana efektifitas dari pelaksanaan program pemeliharaan preventif tahunan di PT. XY, dengan membandingkan antara frekuensi pencapaian pelaksanaan program Total Produktive Maintenance terhadap jumlah waktu hilang (downtime) yang diakibatkan oleh kerusakan mesin secara tiba-tiba.
       Ada dua acuan yang juga merupakan target internal department pemeliharaan di PT. XY, yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengelola aktivitas pemeliharaan antara lain :
1.         Program Total Produktive Maintenance harus terpenuhi sekurang-kurangnya 70% dari program yang telah dijadualkan semula.
2.       Waktu hilang (Downtime) harus dapat dikurangi sekurang-kurangnya 5% dari jumlah total waktu hilang (Downtime) pada tahun sebelumnya.
       Dalam hal ini penulis akan menfokuskan analisanya pada salah satu mesin yang ada di PT. XY yakni Mesin pengisian (Filler) minuman isotonik. Sesuai dengan namanya mesin ini digunakan untuk mengisi larutan minuman dan penutupan kaleng.
       Permasalahan yang dihadapi adalah sering terjadinya low-pressure                                                      yang disebabkan oleh beberapa hal seperti valve pengisi (Filling Valve) nya sering kotor dan pengaturan (Setting) dan kebocoran-kebocoran pada pengisi dll Mesin tersebut beroperasi selama 3 shift dari hari senin sampai dengan sabtu dan 2 shift pada hari minggu.
       Dengan waktu operasi yang demikian ketat sangat memungkinkan untuk sering terjadinya kerusakan baik yang skalanya kecil maupun besar.

1.3       Tujuan Penelitian
Membuat analisa untuk mengetahui sejauhmana program TPM yang sedang diterapkan dapat memberikan usulan rencana peningkatan program pemeliharaan terhadap mesin dan peralatan  tersebut agar tercapai produktivitas yang tinggi efektifitas pelaksanaan program Total Produktive Maintenance dengan membandingkan antara hasil pencapaian program pemeliharaan preventif dengan tingkat waktu hilang (Downtime) mesin yang terjadi, sehingga dapat dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan yang paling efektif yang dapat  dilakukan berkaitan dengan aktifitas pemeliharaan mesin untuk masa yang akan datang.

1.4              Metode Penelitian
       Adapun metode penelitian yang digunakan :
1.      Studi Literatur
2.      Studi Lapangan 
Metode ini dengan berbagai cara, diantaranya:
*     Melakukan pengamatan secara langsung
*      Wawancara dan tanya jawab dengan karyawan perusahaan
*     Analisa effectivitas peralatan kritis     
            Disamping itu juga dilakukan observasi langsung terhadap kegiatan proses produksi serta jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam aktifitas tersebut.
       Untuk melengkapi penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data-data dan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang dibahas melalui buku-buku panduan dan dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan materi pokok bahasan.

2. LANDASAN TEORI

2.1.            Perkembangan Manajemen Pemeliharaan
Kebutuhan untuk mengembangkan menejemen pemeliharaan baru timbul setelah gagalnya target produksi akibat banyaknya breakdown  yang terjadi.
Manajemen pemeliharaan yang paling tua adalah apa yang dikenal dengan  pemeliharaan breakdown (breakdown maintenance),  kemudian manajemen preventif (preventive maintenance), pemeliharaan produktif (produktive maintenance), dan pemeliharaan produksi total  (total productive maintenence) yang lebih dikenal sebagai TPM.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, menejemen  pemeliharaan lahir lebih belakangan dibandingkan dengan menejemen produksi. Menejemen pemeliharaan yang akan kita bahas disini dimulai dengan  apa yang disebut “breakdown  maintenance”  hingga “total productive maintenance”

2.1.1.      Breakdown Maintenance
Metode ini memiliki perencanaan apapun, sehingga apa yang akan terjadi maupun cara mengulangi kejadian sesungguhnya tergantung pada keterampilan masing-masing personil. Suatu saat mungkin saja tidak ada peralatan yang mengalami gangguan sehingga personil bisa lebih “santai “, terutama pada peralatan yang lebih baru. Namun seiring dengan berlalunya waktu, keausan yang terjadi pada komponen akan bertambah besar sehingga ancaman terjadinya breakdown semakin menjadi kenyataan. Kalau jumlah alat yang mengalami gangguan Cuma sedikit dan tingkat kerusakannya juga ringan, gangguan yang terjadi bisa ditanggulangi dengan baik.
Namun, bila suatu saat jumlah peralatan yang mengalami gangguan cukup besar dengan tingkat kerusakan  yang tinggi, penanggulangan menjadi sulit dengan terbatasnya poersonil yang ada. Akibatnya terjadi penundaan-penundaan yang berarti terganggunya target produksi. Sementara yang tertunda belum dituntaskan, breakdown  baru terus bermunculan sehingga sangat merepotkan bagi personil pelaksana. Kondisi demikian mengakibatkan personil pemeliharaan tidak memiliki waktu untuk memikirkan perkembangan dan peningkatan sehingga kemajuan dalam pekerjaan nyaris tidak ada.

2.1.2.      Preventive Maintenance
Akibat banyaknya breakdown yang terjadi, manusia berusaha untuk menekannya menjadi semaksimal mungkin. Preventive maintenance  mampu melakukan hal ini dengan mengandalkan inspeksi yang efektif. Sistim ini memiliki perencanaan dalam kegiatan inspeksi yang disusun secara sistimatis dan sesuai kondisi. Dengan adanya perencanaan maka segala sesuatu bisa disiapkan lebih dahulu dengan seksama.
Metode pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah metode pemeliharaan yang bertujuan untuk mencegah atau meniadakan kemungkinan terjadinya gangguan kemacetan atau kerusakan manakala mesin sedang dioperasikan. Pelaksanaannya dilakukan dengan jadwal interval waktu harian, mingguan, bulanan, dan tahunan dengan mengunakan kartu berisikan semau tindakan pemeliharaan yang harus dilakukan pada waktu-waktu tersebut dari awal sampai akhir kegiatan sesuai prosedur.

2.1.3.      Predictive Maintenance
Teknik pemeliharaan ini bertujuan untuk meramalkan kapan suatup eralatan yang akan rusak sehingga persiapan yang memadai dalam  menghadapi hal tersebut dapat dilakukan sedini mungkin tanpa terlalu banyak mempengaruhi proses produksi. Teknik ini menuntut  peralatan diagnosis yang (sehingga mahal) dan pengetahuan personil yang memadai akan berbagai gejala kerusakan  yang muncul seperti  perubahan getara/vibrasi, suara, temperatur, tekanan aliran gas dan sebaginya,

dari suatu peralatan. Seperti yang sudah diketahui bersama salah satu kegiatan pemeliharaan masin adalh menganti komponen yang telah rusak atau aus, akan tetapi kadang-kadang rusaknya diikuti oleh rusaknya komponen yang lain atau paling tidak menurun  kondisinya.
Untuk mengatasi masalah ini maka diterapkan teknik pemeliharaan ramalan atau predictive  yaitu yang bentuk baru dari teknik pemeliharaan yang terencana dimana pergantian komponen  atau suku cadang dilakukan lebih awal dari waktu terjadinya kerusakan untuk industri-industri yang besar dan berproduksi secara berantai seperti industri kimia, pengecoran logam, obat-obatan dan lain-lain, akan tetapi sangat menguntungkan sekali menerapkan sistim pemeliharaan ini karena terhentinya aliran produksi beberapa menit saja akan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar.

2.1.4.      Productive maintenance
Productive maintenance  adalah hasil pengembangan dan kombinasi dari preventive maintenance , predictive maintenance dan  maintainability inprovement  dengan prinsip-prinsip desing-tool-life-cycle-cost.
desing-tool-life-cycle-cost  adalah suatu perancagan yang mempertimbangkan biaya siklus umur suatu peralatan. Biaya  siklus  umur (life cycle cost)  adalah biaya yang terjadi selam masa pemakaian  peralatan.
Maintainability  improvement  adalah memperbaiki  atau memodifikasi suatu peralatan agar terhindar dari breakdown dan mudah untuk dirawat.

2.1.5.      Total Productive Maintenance
Siichi Nakajima, Vice Chairman  Of The Japan intitut  of plan maintenance  mendefinisikan total productive maintenance (TPM)  sebagai suatu pendekatan  yang inovatif dalam  maintenance  dengan cara mengoptimasikan  keefektipan peralatan, mengurangi / mengilangkan kerusakan mendadak (breakdown), dan melakukan autonomous operator maintenance, kata ‘ total’ dalam Total productive Maintenance mengandung tiga arti, yaitu
1.      Total Effectiveness, menunjukan bahwa TPM bertujuan untuk efesiensi ekonomi dan mencapai keuntugan.
2.      Total Maintenance System, meliputi maintenance prevention, maintainability improvement dan preventive maintenance.
3.      Total Participation of all employees, meliputi autonomous maintenance oleh operator melalui kegiatan sesuatu grup kecil (small group activities).
Dengan demikian pemeliharaan total produktif adalah metode pemeliharaan yang melibatkan semua orang yang ada dalam pabrik tersebut untuk melakukan pemeliharaan dimana saja, kapan saja, dan siapa saja yang bertujuan untuk menghindari kerugian akibat kegagalan proses manufaktur. Esensi TPM adalah kerjasama tim yang terpokus pada kondisi dan perfomansi suatu fasilitas tertentu. Tim ini terdiri atas orang – orang yang mengoperasikan, memelihara, dan (terkandang) merancang fasilitas tersebut. Secara singkat tim ini merupakan tim yang terdiri dari orang – orang yang berasal dari disiplin ilmu dan tugas – tugas fungsional beragam.
TPM pada awal masa pengembangan sangat berfokus pada peralatan (bagian produksi dari suatu perusahaan) sehingga pada saat itu Japan Institute Of Plant Maintenance (JIPM) memberikan batasan operasional dari TPM sebagai berikut:
1.          Maksimasi Efektivitas peralatan keseluruhan (Overall equipment effectivenees, OEE)
2.          Menerapkan sistem PM (Preventive Maintenance) dalam rentang waktu umur suatu peralatan.
3.          melibatkan seluruh bagian perusahaan yang ikut merencanakan, menggunakan, dan menjaga kondisi peralatan tersebut.
4.          melibatkan seluruh perssonil, mulai dari manajemen puncak hingga pekerja shop floor.
5.          mempromosikan PM melalui manajemen motivasi yang dalam TPM adalah kegiatan – kegiatan kelompok otonom.
Akan tetapi seiring dengan berajalan waktu dan makin meluasnya penerapan TPM dibanyak organisasi; baik manufaktur dan jasa, mulai dari bagian produksi hingga penjualan dan administrasi, JIPM kemudian memperkenalkan komponen strategi baru sebagai berkut :
1.      Membangun suatu badan perusahaan yang akan memmaksimasi efektifitas sistem produksi sepanjang umur pemakaiannya.
2.      Menggunakan pendekatan shop floor guna membangun suatu organisasi yang mencegah setiap bentuk rugi – rugi (loss) pada sistem produksi tersebut.
3.      Melibatkan seluruh bagian dalam mengimplementasikan TPM, termasuk bagian pengembangan, penjualan, dan administrasi.
4.      melibatkan semua orang dalam perusahaan.
5.      Melaksanakan kegiatan Zero-loss melalui aktifitas kelompok – kelompok kecil (Small Group Activities).

2.2.            Tujuan dan Sasaran TPM
Tujuan utama dari TPM adalah
Ø  Mengurangi waktu tunggu (delay time) saat operasi.
Ø  Meningkatkan ketersediaan (availability), menambah waktu yang produktif.
Ø  Meningkatkan umur peralatan.
Ø  Melibatkan pemakaian peralatan dalam pemeliharaan, dibantu oleh personil maintenance.
Ø  Melaksanakan preventive maintenance (Regular dan condition based).
Ø  Meningkatkan kemampuan merawat peralatan dengan menggunakan expert sistem untuk mendiagnosis serta mempertimbangkan langkah – langkah perancangannya.
Ø  Meningkatkan produktifitas.


2.3.            Manfaat TPM
TPM menjadi sangat popular di dunia karena program ini menjadi perubahan yang dramatis, perubahan positif lingkungan kerja dan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan pekerja, baik dibagian operasi atau pemeliharaan.
1.      Hasil – hasil yang nyata dan terukur
Perusahaan yang telah mengimplementasikan TPM yang baik memiliki rendahnya tingkat kerusakan peralatan, kecelakaan kerja, produk cacat, keluhan konsumen, tingkat inventory peralatan, biaya produksi, dan tenaga kerja.
2.      Merubah lingkungan kerja
Dengan TPM, pabrik yang sebelumnya kotor penuh dengan sisa – sisa material produksi, kebocoran – kebocoran aliran, peralatan berkarat dan lainnnya berubah menjadi lingkungan kerja yang bersih dan aman.
3.      Merubah pekerja
Dalam melakukan aktivitas TPM , pekerja menjadi lebih termotivasi, lebih terlibat, dan lebih berpengetahuan dan terampil dalam melakukan pekerajaannya. TPM membantu operator mengenal lebih jauh peralatan kerjanya, memperluas dan kebanggaan atas tempat kerjanya.

2.4.            Tahapan Implementasi  TPM
TPM biasanya diimplementasikan dalam 4 tahap (persiapan, pengenalan, implementasi, dan konsolidasi), yang dapat dibedakan menjadi duabelas langkah penerapan seperti tabel dibawah ini:
1.    Secara resmi memutuskan untuk memperkenalkan TPM
2.    Melakukan kegiatan pendidikan yang bertujuan memperkenalkan  TPM dan kampanye
3.    Membentuk suatu badan promosi TPM
4.      Menetapkan kebijakan san sasaran TPM (basic)
5.      Pembuatan Rencana Induk TPM
6.      Meluncurkan inisiatif TPM
7.      Membangun suatu konstitusi perusahaan yang bertujuan  memaksimalkan aktifitas produksi
8.      Membangun sistim early management (manajemen penanganan awal) bagi produk dan peralatan baru
9.      Membangun sistim pemeliharaan Kualitas
10.   Membangun sistem bagi penanganan masalah kesehatan, keamanan dan lingkungan
11.  Membangun suatu sistim bagi penanganan masalah kesehatan, keamanan dan lingkungan
12.  Melanjutkan implementasi TPM secara penuh dan menetapkan sasaran/derajat keberhasilan yang lebih
      tinggi lagi
·         Indikator harus secara jelas menunjukan hasil – hasil kegiatan
Dalam proses produksi yang kontinyu dan panjang, hasil-hasil TPM mungkin tidak langsung terlihat dalam skala  besar (overall performance). Oleh karena itu performasi subproses, seperti proses pembuatan, pemisahan partikulat dari produk dan lain sebagainya, bahkan peralatan-peralatan vital dalam subproses tersebut.
·         Indikator harus mengevaluasi usaha-usaha dalam TPM secara adil
Indikator TPM harus tebal terhadap fluktuasi tingkat permintaan atau perubahan  musiman, dan harus secara adil merefleksikan akumulasi hasil-hasil kegiatan harian dan ukuran-ukuran tandingannya ( countermeasures).
·         Indikator harus mampu menunjukan prioritas bagi perbaikan
Indikator yang baik adalah indikator yang mampu menunjukan masalah-masalah utama apa yang harus ditangani, perubahan-perubahan yang terjadi, dan fokus kegiatan TPM dimasa mendatang.


3. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1.    Data Peralatan Kritis
Berikut ini, saya tampilkan data dari mesin tersebut
Nama   : Mesin Pengisi (Filler) Fillstar HF
Merek  : Procomac Spa ITALY, 2008
Model  : 112.12.141
Kapasitas: 500 BPM
Fungsi  : Pengisian produk (Filling)
Berdasarkan data historis yang ada dari pihak produksi dan engineering. Dimana data tersebut dijadikan sebagai acuan yang dibutuhkan untuk menghitung OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari tiap mesin yaitu:
1.   Jam kerja sehari satuan dalam menit
2. Aktual perencanaan Downtime sehari dalam satuan menit, rencana tersebut termasuk pemeliharaan yang   direncanakan, meeting dari pihak manajemen
3. Waktu tinggal (Downtime loss) termasuk kerusakan mendadak (breakdown), pengaturan (setup) mesin dan pensetelan (adjustment).
4.   Putaran waktu (Cycle time) aktual satuan dalam produk per detik.
 5.   Jumlah total produksi.
6.   Jumlah produk cacat

4. ANALISA DATA 
4.1  Cara Perhitungan OEE
            Berikut adalah contoh langkah atau cara menghitung Overall Effectiveness Equipment tiap satu bulan berjalan, sedangkan bulan selanjutnya dapat dilihat dalam tabel 4.1
 OEE = Availabelity X Effisiensi performa X Tingkat Mutu Produk
Diketahui data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
·         Machine working = 8 jam X 3 shift x 60 menit
= 1440 menit per hari
·         Planned down time = 1.5 jam / 60 menit  = 90 menit
·         Down time loss   = total semua down time / jumlah hari pada bulan januari
= 340 menit / 21 hari, karena dalam 1 bulan      terkadang mesin bekerja selama 21 hari  =  17 menit per hari
·         Operational time     = Loading time –  planned down time - down time
 = 1350 - 34.28 – 280.9 =  1034.82 menit
·         Idle cycle time ( waktu cycle teoritis) data dari perusahaan = 0.12 menit
·         Actual cycle time (waktu cycle sesungguhnya dilapangan) = 0.2 menit
·         Total produksi rata-rata per bulan = 8480100,
diambil rata-rata per hari  8480100 /21 = 424005 pet
·         Total Waste 11060 pet,
Ø  Avaibility/Operation Time Ratio (OTR)

Atau

Jadi


Ø   Performance Effisiensi/Operation Performa Ratio (OPR)

                              
                       
                     



Jadi
    

Ø  Rate of Quality Product/Quality Good Ratio (GR)
                     




Overall Equipment Effectiveness 
                                                                                                                     
OEE = Availabelity X Effisiensi performa     X Tingkat Mutu Produk
OEE  = 98.74 X 63.62 X 99.75 X 100 %
                                                
OEE = 62.66 %

Ini adalah perhitungan untuk Bulan Januari

5. PENUTUP

5.1  Kesimpulan
 Hasil yang didapatkan dari pelaksanaan TPM di P.T. XY yaitu;
1       Pelaksanaan program TPM secara konsisten dapat mendukung peningkatan produktivitas dan kehandalan mesin kususnya dalam menunjang aktivitas produksi sehari-hari, dan telah mampu menurunkan tingkat kegagalan fungsi mesin yang menyebabkan terjadinya perawatan darurat  ( breakdown  maintenance ) dari 62.66 % hingga  80.63 %  
2       Sasaran Penerapan TPM (The Goal of TPM) : Mengurangi 6 Kesalahan terbesar (Eliminate the Six Major Losses) Turun Mesin, Penyalaan Awal, Pengaturan, Berhenti secara tiba-tiba, Mengurangi kecepatan, Cacat & Pengerjaan ulang. (Breakdowns, Startup/Yield Loss, Setup/Adjustments, Indling & Minor Stop, Reduce Speed, Defects & Rework).
3  Dengan adanya small Group Activity maka terjadinya keharmonisan yang dimulai dari Top manajemen sampai pekerja operator (shoop floor)
5.2       Saran
      Secara keseluruhan pelaksanaan TPM di P.T. XY, berjalan sebagiaman mestinya tetapi masih banyak memerlukan peningkatan, antara lain:
1.        Sebaiknya perusahaan melaksanakan program TPM secara baik dan berkesinambungan.
2.     Sebaiknya  menjalankan mesin sesuai standar yang telah ditetapkan dalam spesifikasi pada masing-masing mesin tersebut.
3.    Sebaiknya training TPM dilaksanakan secara berkesinambungan untuk seluruh karyawan mulai dari operator sampai top manajemen.

DAFTAR PUSTAKA
      [1]. Nakajima seiichi, TPM development Program, productivity press inc,cambridge,1989                
             (www.reliabilityweb.com)
[2]. TPM_Gulf Software TQM and Six Sigma Division, 2009
[3].   Introduce to total produktive maintenance, Toyota manufakturs Club QC seminar, 1992.
[4].   Productivity Center Training, 2009.
[5].   TPM Introduction Program – Tupperware India, 2006
[6]. Manajemen pemeliharaan, lembaga manajemen PPM, 1995)
[7].Zen Power International Presentation, TPM Implementation Blue-Print


Analisa Kualitas Proses Penyeimbangan Ban Untuk Mengurangi Cacat Produksi Pada Kendaraan Van Merk “T”

Jerry Birrmann Zitauli [1]
Rudi Yulianto [2]
[1]. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri FTI-UJ
[2]. Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin FTI-Uj

Abstrak
Banyaknya klaim purnajual untuk Van merek “T” di Jepang berkaitan dengan ketidakseimbangan ban yang sangat besar mendasari analitas terhadap kualitas proses penyeimbangan ban ini. Hasil analisa menunjukkan beberapa kendala dari manusia, mesin, metode, material, serta lingkungan dan faktor penyebabnya yang berkaitan dengan kualitas proses penyeimbangan ban tersebut beserta kualitas produk yang dihasilkan. Hasil pengukuran berdasarkan metode SPC menunjukkan bahwa kualitas proses penyeimbangan ban pada Mesin 1, Mesin 2, Mesin 3, dan Mesin 4 memiliki nilai Indeks Kemampuan Proses sebesar 1,003 (1), 0,993 (2), 1,437 (3), dan 0,97 (4). Setelah dilakukan perbaikan pada proses ini, terjadi penurunan jumlah klaim dari 11 unit kendaraan per Juni 2009 menjadi 3 unit kendaraan per Januari 2010.
Abstract
With so many aftermarket claim for “T” Van at Japan connecting with big value of tire unbalance become a reason to have analysis of the quality of wheel balancing process. Analysis results show several problem factor from man, machine, method, material, and environment and also its root cause that influence to the quality of the process and the quality of the product. Measurement results based on SPC method show the quality of tire balancing process for Machine 1, Machine 2, Machine 3, Machine has each Process Capability Index in the amount of 1.003 (1), 0.993 (3), 1.437 (3), 0.97 (4). After the improvement of tire balancing process has been implemented, aftermarket claim amount drastically decrease from 11 units per June 2009 to 3 units per January 2010.

1.      Pendahuluan

Pada awal 2008 silam, PT ADM, salah satu produsen mobil terbesar di Indonesia melakukan terobosan dengan mengekspor mobil jenis Van dan Pick Up merk ”T” ke Jepang. Ini merupakan kebanggan tersendiri bagi Indonesia, karena Jepang yang merupakan salah satu raksasa di industri otomotif dunia, memiliki standar kualitas produk yang sangat ketat. Sehingga PT. ADM dituntut untuk menciptakan produk dengan kualitas standar Jepang.
Secara teknis, untuk menciptakan produk-produk yang berkualitas tinggi maka pabrik tersebut harus ditunjang dengan proses produksi dan inspeksi yang baik. Kedua proses tersebut merupakan kunci dalam menciptakan produk berkualitas standar Jepang. Kualitas mobil utamanya ditentukan oleh beberapa hal, yakni :
  1. Kualitas komponen-komponen pembentuk mobil.
  2. Kualitas proses produksi, yaitu mulai dari pemasangan komponen-komponen hingga menjadi mobil yang utuh.
  3. Kualitas pengecekan komponen-komponen mobil serta mobil yang sudah jadi.

Berdasarkan itu, penulis mengambil salah satu hal untuk dijadikan pembahasan, yaitu kualitas proses. Secara khusus proses yang dibahas adalah kualitas proses penyeimbangan ban atau Tire Balancing pada jalur perakitan atau assembling. Proses ini sangat penting dan berkaitan langsung terhadap fungsi dan kenyamanan mobil dan juga salah satu poin regulasi yang ditetapkan pemerintah Jepang. Banyaknya klaim purna jual di Jepang untuk mobil ini berkaitan dengan proses penyeimbangan ban ini.
Proses penyeimbangan ban merupakan merupakan akhir dari proses sub-assy tire. Adapun aliran proses sub-assy tire dapat dilihat pada gambar 1-1.


                                      Gambar 1-1. Diagram alir proses Sub-assy tire.
Proses identifikasi masalah dilakukan dengan menggunakan metode Diagram Sebab-Akibat atau Cause-Effect Diagram, dimana analisa dilakukan terhadap metode pekerjaan, mesin yang digunakan, man power atau tenaga kerja, material atau bahan baku, dan environment atau lingkungan (5M+1E).
Untuk menganalisa kualitas proses penyeimbangan ban, metode yang dipakai adalah SPC atau Statistical Process Control. Dimana kemampuan proses dalam melaksanakan proses penyeimbangan ban dapat diketahui, sehingga mesin dapat dinilai masih layak atau tidak untuk digunakan pada proses tersebut.

2.  Metode Analisa
2.1 Diagram Sebab-Akibat (Ishikawa Diagram) 
 Diagram sebab-akibat merupakan alat kualitas yang mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan penyebab yang mengakibatkan suatu masalah terjadi.
Untuk setiap masalah yang terjadi dapat diakibatkan beberapa penyebab. Penyebab-penyebab tersebut dibagi menjadi lima kategori, yaitu material, mesin atau peralatan, manusia, metode, dan lingkungan.
Diagram ini dipakai untuk mengetahui penyebab masalah yang terjadi pada proses penyeimbangan ban di jalur assembling PT. ADM.
2.2 Histogram
Histogram menunjukkan cakupan nilai sebuah perhitungan dan frekuensi dari setiap nilai yang terjadi. Histogram menunjukkan peristiwa yang paling sering terjadi dan juga variasi dalam pengukuran [1].
Histogram digunakan untuk mengetahui distribusi nilai ketidakseimbangan pada sampel ban setelah proses penyeimbangan ban. Distribusi nilai pada histogram tersebut menandakan variabilitas proses penyeimbangan ban tersebut.  
2.3 Menetapkan Batas Bagan Rata-Rata (Bagan -)

Bagan- digunakan untuk mengetahui kecenderungan proses berada di area mana. Menghitung Batas Kendali Atas dan Batas Kendali Bawah dengan rumus sebagai berikut :
a). Batas Kendali Atas (Upper Control Limit = UCL)
UCL =
           

b). Batas Kendali Bawah (Lower Control Limit = LCL)
LCL =
            

Dimana :
= Rata-rata rangkap sampel atau nilai target yang ditetapkan untuk proses.
        Z = Jumlah standar deviasi (2 untuk tingkat keyakinan 95,45%,  3 untuk 99,73% ).

= Standar deviasi dari rata-rata sample

2.4 Rasio Kemampuan Proses (Cp)
Sebuah proses untuk dapat dikatakan mampu, nilainya harus jatuh di antara spesifikasi atas dan bawah (Heizer, 303). Untuk mengetahui  apakah proses penyeimbangan ban memenuhi spesifikasi yang ditentukan, maka digunakan perhitungan Rasio kemampuan proses, Cp.
Rasio kemampuan proses, Cp dihitung sebagai :


2.5 Indeks Kemampuan Proses (Cpk)
Indeks Kemampuan Proses, Cpk digunakan untuk mengetahui kemampuan aktual sebuah proses. Dalam hal ini, kemampuan aktual proses penyeimbangan di jalur perakitan PT. ADM akan diketahui dengan menghitung Cpk dari proses tersebut.
Formula Cpk adalah :


dimana,           
 = Rata-rata proses.
= Standar deviasi proses

3. Analisa Kualitas Proses Penyeimbangan Ban dengan Metode Diagram Ishikawa
Dalam analisa proses penyeimbangan ban dengan menggunakan metode diagram sebab-akibat atau diagram Ishikawa, penyebab masalah dikategorikan menjadi lima, yaitu  manusia, mesin, metode, material, dan lingkungan.
Berdasarkan diagram Ishikawa pada gambar, penyebab masalah over unbalance terjadi oleh beberapa faktor.
1.      Faktor manusia. Faktor manusia mempunyai beberapa kemungkinan  yang mengakibatkan buruknya kualitas proses penyeimbangan ban beserta produk yang dihasilkannya, yakni operator salah membaca nilai di mesin, operator salah memberikan timah penyeimbang, dan operator tidak menjalankan petunjuk kerja.
2.      Faktor mesin. Faktor mesin mempunyai dua penyebab. Penyebab pertama yakni mesin seringkali error, yang terjadi akibat beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu perawatan mesin tidak bagus, tidak dilakukan kalibrasi terhadap mesin, mesin tidak cocok digunakan untuk tujuan manufakturing, dan tidak dilakukannya pemanasan terhadap mesin saat sebelum proses produksi dimulai. Sedangkan penyebab kedua yaitu jumlah mesin yang kurang memadai.
3.      Faktor material. Material di sini adalah ban, roda dan timah penyeimbang. Kemungkinan penyebab masalah dapat terjadi akibat nilai ketidakseimbangan pada ban melebihi standar, dan ban mengalami keadaan abnormal.
4.      Faktor metode. Kemungkinan yang mungkin terjadi akibat faktor metode adalah setting parameter mesin yang salah dan saat sesudah proses pemberian timah penyeimbang tidak dilakukan konfirmasi ulang terhadap nilai ketidakseimbangan sesudahnya.


4. Perhitungan Bagan -  Pada Mesin 1


Berdasarkan data Mesin 1 (Juli-Oktober 2009) variabel yang didapat adalah
      
   = 7,075 gram

  = 0,806 gram
Dengan menggunakan z = 3, dimana tingkat keyakinan sebesar 99.73%, maka UCL dan LCL dihitung dengan menggunakan persamaan :
UCL     = 
            = 7,075 gr + 3.0,806 gr
            = 9,492 gram
dan,
LCL     = 
            = 7,075 gr – 3. 0,806 gr
            = 4,658 gram

5. Menghitung Rasio Kemampuan Proses  (Cp)
Untuk mengetahui  kemampuan proses penyeimbangan ban dalam memenuhi spesifikasi, maka Cp harus dihitung. Cp dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.5). Berdasarkan data-data sebelumnya, maka Rasio Kemampuan Proses untuk setiap mesin adalah :
a.      Mesin 1
               = 0,806 gram
Untuk Spesifikasi atas dan spesifikasi bawah ditentukan berdasarkan desain, yaitu :
         LCL = 0 gram,
         UCL = 9,5 gram

Maka,
            
            
            
            




Dari perhitungan tersebut, Cp untuk Mesin 1 adalah 1,965. Karena Cp > 1, maka proses dapat dikatakan sangat mampu.

6. Menghitung Indeks Kemampuan Proses (Cpk)
Untuk mengetahui apakah nilai rata-rata pengukuran berada dalam nilai tengah spesifikasi yang ditentukan, maka Cpk untuk proses penyeimbangan ban harus dihitung. Dengan menggunakan persamaan (2.6), Cpk dapat diketahui.
Indeks Kemampuan Rasio untuk tiap-tiap mesin adalah :
a.      Mesin 1
  = 0,806 gram
    = 7,075 gram

Maka,





Nilai Cpk adalah nilai yang paling kecil, maka Cpk dari Mesin 1 adalah 1,003. Karena Cpk > 1,0, maka proses memenuhi spesifikasi.

7. Data Cacat Produksi Setelah Analisa dan Perbaikan
Setelah dilakukan analisa terhadap proses dan mesin penyeimbangan ban pada jalur perakitan Van merek “T”, maka dilakukan perbaikan pada bagian-bagian yang bermasalah. Setelah dilakukan perbaikan, terjadi penurunan cacat produksi dan klaim dari purnajual yang sangat signifikan dibandingkan sebelumnya, yaitu 3 unit kendaraan.

8. Kesimpulan
Dari hasil analisa kualitas proses penyeimbangan ban dengan metode diagram Ishikawa, didapat bahwa dalam pelaksanaannya terdapat banyak faktor penyebab masalah yang berpengaruh pada kualitas proses tersebut beserta kualitas produk yang dihasilkannya. Faktor manusia, mesin, material, metode, dan lingkungan mempunyai andil masing-masing dalam menyebabkan masalah pada proses penyeimbangan ban yang berakibat kualitas produk yang dihasilkan menjadi buruk.
Sedangkan berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode SPC didapat bahwa :
No. Mesin
Cp
Cpk
1
1,965
1,003
2
1,478
0,993
3
2,295
1,437
4
1,376
0,97

Berdasarkan data hasil analisa tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Kondisi mesin no. 1 memiliki proses yang sangat stabil  dilihat dari nilai Cp 1,965 yang artinya variasi nilai unbalance yang dihasilkan kecil. Namun dari Cpk sebesar 1,003 diketahui bahwa proses di mesin no. 1 menghasilkan nilai unbalance yang memiliki kemungkinan kecil keluar dari standar yang ditentukan.
2.      Dengan nilai Cp 1,478 menunjukkan bahwa mesin no. 2 mempunyai proses yang stabil dengan sebaran data yang tidak terlalu menyebar. Namun dengan nilai Cpk 0,993, ini menunjukkan bahwa mesin no. 2 memiliki kemungkinan agak besar menghasilkan ban dengan nilai unbalance keluar dari standar.
3.      Dengan Cp 2,295 menunjukkan bahwa mesin no.3 mempunyai proses yang sangat stabil dengan variasi nilai yang dihasilkan sangat kecil. Mesin no.3 juga menghasilkan produk dengan kemungkinan nilai unbalance dalam rentang standar, dilihat dari nilai Cpk 1,437.
4.      Mesin no. 4 memiliki kemampuan proses yang stabil berdasarkan nilai Cp 1,376. Namun mesin ini mempunyai kemungkinan kecil menghasilkan produk dengan nilai unbalance di luar standar, dilihat dari nilai Cpk 0,97.
Dengan hasil tesebut maka perusahaan harus melakukan perbaikan terhadap mesin yang memiliki indikasi menghasilkan produk dengan nilai di luar standar. Perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan diagram sebab-akibat.
Setelah dilakukan perbaikan didapat hasil yang signifikan pada jumlah cacat produksi dibandingkan sebelumnya. Yang mana pada Februari 2008 hingga Juni 2009 terdapat 11 unit kendaraan yang mengalami masalah, menurun menjadi 3 unit kendaraan sejak Desember 2009.

Daftar Pustaka


[1]. Heizer, J., B. Render., Operation Management., Prentice Hall, New Jersey, 2005.

[2].  Jeya Chandra, M., Statistical Quality Control., CRC Press LLC., Florida, 2001.

[3].   Cox, Neil D., How To Perform Statistical Tolerance Analysis., Quality Press, Wisconsin, 1986.

[4].  Naidu, NVR., KM. Babu, G. Rajendra, Total Quality Management., New Age International Ltd.,   Publishers, New Delhi, 2006.



Utilization of Product Failure Analysis For Additional Raw Materials And Making Cost Pressing Preform (Prebottle) at PT. "X"


Napih Hidayat[1]
Rudy Yulianto[2]


[1]. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri FTI-UJ
[2]. Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin FTI-UJ




Abstract




In the preform manufacturing process in PT. "X", the likelihood of rejected products can not be avoided. This happens due to engine trouble and other problems that result in rejected product. During this rejek product that produced by the department only in the capacity of the solid waste department to be ground and sold as factory waste. Actually reject the product can still be used for more productive things like re-used for additional material preform manufacture limited by the number and ratio. So as to suppress the use of new materials and can reduce production costs.
In the manufacture of raw material preform is needed is a resin PET (Polyethylene Terephthalate), PET is a type of thermoplastic polymer resin that is often used for packaging food and beverage products. Preform manufacturing process can be broadly divided into three stages, namely: Draying process, Plasticizing process and injection process. Based on the results of the analysis, the use of reject can not exceed 5% of new material. This means that each new resin filling a bag in add 5% reject that will be used. Reject is used only reject the preform product for CSD bottles only. If you reject the use exceeds 5%, it will cause defects in the preform such as black spot, yellow tint, Hazy body and water bubbles.
With the additional use them reject the product as a raw material production, then reject that occur can be minimized or even eliminated. So it can reduce the level of solid waste and production costs of making preform, otherwise it rejects use can reduce the cost of Rp.306, 634.452, -


Keywords : Preform manufacturing, raw material preform, preform defect, reject preform, 5% reject





1.         PENDAHULUAN

PT. X adalah perusahaan Soft Dink terkemuka yang membuat berbagai macam produk baik CSD(Carbonated Soft Drink) maupun non CSD (Carbonated Soft Drink), prodak yang di hasilkan oleh PT. X dikemas dengan dua cara yaitu prodak kemasan returnable dan prodak dengan kemasan OWP(oneway package).  Kemasan returenable yang dibuat PT. X adalah kemasan dalam bentuk glass bottle sedangkan kemasan OWP yang dibuat berupa kemasan dalam bentuk can, TWA (Tetra Weidge Aseptic) dan PET Bottle. Di jaman sekarang ini, semua industri minuman lebih mengarah kepada proses pengemasan secara OWP karena dinilai lebih praktis.
Mengingat pentingnya proses pengemasan secara OWP. Maka pada tahun 2009 PT. X membangun satu departemen khusus untuk memproduksi bahan prebottle (preform) untuk PET Bottle, karena PT. X lebih banyak menghasilkan prodak yang dikemas dengan PET Bottle. Selain hal tersebut diatas departement ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan akan preform diberbagai plant di daerah seperti Cibitung, Medan, Bandung dan Surabaya.
Dalam proses pembuatan preform ini, kemungkinan terjadinya prodak reject tidak bisa di hindari. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan adanya trouble pada mesin dan kendala-kendala lain yang mengakibatkan timbulnya prodak reject. Selama ini prodak rejek yang di hasilkan oleh departemen ini hanya di tampung oleh solid waste departement untuk digiling dan dijual sebagai limbah pabrik. Sebetulnya prodak reject ini masih bisa digunakan untuk hal yang lebih produktif seperti digunakan kembali untuk material tambahan pembuatan preform dengan jumlah dan perbandingan terbatas. Sehingga dapat menekan pemakaian material baru dan dapat menekan biaya produksi tentunya. Hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam melakukan penyusunan tugas akhir yang berjudul : Analisis Pemanfaatan Kegagalan Produk (Reject Product) Sebagai Tambahan Bahan Baku Untuk Menekan Biaya Pembuatan Preform (Prebottle) di PT. “X”.


1.1       Maksud dan Tujuan Penelitian
 Maksud dan tujuan dari penelitian tugas akhir ini, adalah:
·       Maksud dari penelitian ini adalah menjawab permasalahan yang ada dalam perusahaan berkaitan dengan reject product yang menjadi solid waste di departemen preform manufacturing
·       Mengurangi solid waste yang dihasilkan oleh departement preform manufacturing PT. X
·       Mengurangi biaya yang timbul akibat reject produk
·       Menekan biaya produksi pembuatan preform (prebottle)
·       Meningkatkan efisiensi material
1.2       Batasan Masalah
 Adapun yang akan menjadi batasan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
§  Tingkat perbandingan reject product yang digunakan tidak melebihi 5% dari material baru.
§  Penggunaan reject  terbatas pada reject product clear NON HOTFILL saja.
§  Penambahan reject hanya dilakukan pada produksi preform monolayer saja.
 2.       LANDASAN TEORI
     2.1       Proses Produksi Preform
 Dalam proses pembuatan perform ada tiga proses penting yang sangat berpengaruh terhadap kualitas
 produk yang dihasilkan, proses tersebuat adalah :
 ·       Drying Process
    Tujuan dari proses drying adalah mengurangi kandungan air di dalam granular resin. Material dikeringkan dalam hopper dryer dengan suhu 175 – 185 °C  selama + 5 jam. Parameter yang dikontrol dalam proses ini adalah :
a. Dew Point Udara (minimum (-) 35 °C)
b. Aliran Udara Panas
c. Temperatur Drying (175 - 185  °C)
d. Waktu Pemanasan dalam Hopper  + 5 jam
e. Derajat Humiditynya (<10ppm)
f. Kandungan kadar air maksimun 0,02 %
 ·        Plasticizing Process
          Proses ini berlangsung didalam extruder (Barel) dengan parameter sebagai berikut :
a.   Tekanan plastifikasi rendah (100 - 150 bar )
b.   Jumlah putaran permenit rendah (30 - 50 Rpm)
c.   Temperatur plastifikasi rendah (275 - 280 °C)


      Hasil yang ingin dicapai dari proses diatas adalah :
a.   Meminimize jumlah Acetal Dehyde yang terbentuk.
b.   Mengendalikan nilai “Instrinstic Viscocity” dari resin.
c.   Resin yang dilelehkan menjadi optimal (homogen)
 ·       Injection Process
 Material yang keluar dari extruder dialirkan ke hot runner yang kemudian mendistribusikan ke cetakan
 preform.

      Parameter utama dalam proses ini adalah :
a.   Kontrol Kecepatan (Speed)
Fungsinya :
ü waktu pengisian material yang      konsisten
ü pendinginan preform yang konsisten

b.  Kontrol Tekanan  (Pressure)
Fungsinya :
ü Membentuk dimensi dari      preform yang konsisten.
ü Density dan berat dari preform amorphous yang     konsisten.
ü Orientasi rantai molekul yang benar.
     Kedua faktor tersebut diatur oleh sistim hidrolik proporsional sehingga menghasilkan kualitas preform yang konsisten dan uniform (seragam) yaitu :
-  Profil suhu optimal
-  Karakteristik fisik & kimianya bagus.

2.2       Preform Defect

          Preform merupakan produk yang sangat sensitive. Dalam proses produksinya semua parameter baik di mesin injection maupun komponen – komponen pendukung seperti drying system, chiller water system dan cooling water system harus sesuai dengan standar operasi. Jika tidak sesuai dengan standar, maka kemungkinan – kemungkinan terjadinya defect sangatlah besar. Defect – defect yang terjadi pada preform adalah debagai berikut :
·       Opaque preform
·       Eccentricity
·       Preform incomplete in the thread and body area
·       Yellow preform
·       Preform with bubbles

2.3       Tingkat Perbandingan Reject Product
          Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, reject product dapat digunakan kembali sebagai tambahan bahan baku dengan cara dicampur bersama material yang baru. Pencampuran reject berdasarkan penelitian tidak lebih dari 5% material baru, karena jika lebih dari 5% kualitas preform yang dihasilkan kurang bagus.

Tabel 2.1 Tingkat Perbandingan Reject Product
      Reject Product
     Kualitas
Defect
≤ 5%
Good
No



≥ 5% 
     Not Good
Air Bubble


Yellow Tint


Hazy Body


Black Spot


3.          ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1     Flow Proses Preform Manufacturing


Gambar 3.1 Flow proses preform manufacturing

          Dari gambar diatas dapat diketahui flow proses preform manufacturing di mulai dari raw material resin PET kemasan 1 ton dimasukan kedalam silo kapasitas 10 ton, kemudian resin ditransfer ke dryer dengan menggunakan vaccum pums. Dryer berfungsi untuk menghilangkan kadar air resin dengan menggunakan udara panas (170 - 180 oC) selama 5 jam dan dew point ≤ - 35 oC, setelah dew point tercapai barulah resin siap untuk di pakai untuk produksi. Apa bila dalam waktu 5 jam dew point belum tercapai, maka proses drying di tambah menjadi 6 jam. Proses produksi preform menggunakan mesin injection molding 72 cavity dengan cycle time ± 13,5 seconed. Dari mesin injection, preform di transfer menggunakan conveyor menuju soft droft untuk di kemas kedalam oktabin. Kapsitas kemasan oktabin preform sebanyak 9792 pieces, dari soft dropt preform ditarik keluar untuk disusun dan disimpan di gudang.

3.2       Kebutuhan Bahan Baku

Dalam pembuatan preform bahan baku yang di butuhkan adalah resin PET (Polyethylene Terephthalate), PET merupakan resin jenis  thermoplastic  polymer yang sering digunakan untuk kemasan prodak makanan dan minuman.

Gambar 3.2 Struktur kimia PET[5]

          Kebutuhan bahan baku resin PET untuk pembuatan preform adalah sebagai berikut

Tabel 3.1 Kebutuhan Material Resin PET Tahun 2010


3.3     Jumlah Reject Product

      Reject  yang terjadi pada proses produksi preform ini disebabkan oleh :
·       Trip listrik
·       Trouble pada mesin
·       Proses drying material yang tidak sempurna
·       Start up
·       Cooling water yang tidak stabil

  
Tabel 3.5 Reject produksi preform tahun 2010
 
           
4.            IMPLEMENTASI DAN ANALISA HASIL

4.1     Analisa Defect Product

Berdasarkan data yang didapat dari perform manufacturing, defect – defect yang terjadi pada preform yang diproduksi adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Persentase defect prefom

 
           Preform defect
      Persentase (%)
      Hazy body
20
      Eccentricity
6
     Yellow tint
13
     Crystalline tip
40
     Air bubbles
8
     Sinking
4
     Condensation marks
3
     Short shot
6
                     Total
100

   
Tabel 4.2 Jumlah  defect preform selama tahun 2010


  
4.2     Penyebab Defect Product

Defect perform yang terjadi disebabkan oleh adanya masalah – masalah baik dari mesin injection maupun komponen pendukung seperti di gambarkan dalam diagram dibawah ini :

 

 Gambar 4.1 Diagram distribusi penyebab reject preform

          Dari diagram diagram diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa penyebab defect atau reject pada preform berkisar pada masalah – masalah sebagai berikut :

  
Tabel 4.3 Persentase penyebab defect

           Penyebab defect
Persentase (%)
      Masalah Drying
5
      Chilled water not ok
10
      Cooling water not ok
3
      Trouble pada mesin injection
35
      Start up
15
      Change over
7
      Listrik trip
15
      Speed terlalu cepat
10
                  Total
100

          Sebetulnya masalah – masalah diatas dapat di minimalisasi dengan melakukan perbaikan pada komponen – komponen pendukung seperti :

Tabel 4.4 Perbaikan untuk meminimalisasi penyebab defect



4.3     Biaya Reject Product

Berdasarkan data yang diperoleh, perhitungan biaya reject product dapat dihitung dengan mengacu kepada harga material resin PET per kilogramnya.

1.   Perhitungan biaya reject product pada bulan januari

Bi                    biaya reject ­­-->
 =                    Total reject (kg) X Harga material (kg)
 
 




          Dimana harga material = Rp.12.436,-
          Maka,
          Biaya reject   =   3.145 kg X Rp.12.436,-
=   Rp.39.111.220,-
2.   Perhitungan biaya reject product pada bulan Februari
      Biaya reject  =   2.614 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.32.507.704,-
3.   Perhitungan biaya reject product pada bulan Maret
      Biaya reject  =   2.368 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.29.448.448,-

4.   Perhitungan biaya reject product pada bulan April
Biaya reject  =   1.842 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.22.907.112,-

5.   Perhitungan biaya reject product pada bulan Mei
      Biaya reject  =   2.065 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.25.680.340,-

6.   Perhitungan biaya reject product pada bulan Juni
      Biaya reject  =   1.615 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.20.084.140,-

7.   Perhitungan biaya reject product pada bulan Juli
      Biaya reject  =   1.077 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.13.393.572,-

8.   Perhitungan biaya reject product pada bulan Agustus
      Biaya reject  =   2.222 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.27.632.792,-

9.   Perhitungan biaya reject product pada bulan September
      Biaya reject  =   2.466 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.30.667.176,-

10. Perhitungan biaya reject product pada bulan Oktober
      Biaya reject  =   2.705 kg X Rp.12.436,-
                        =   Rp.33.639.380,-

11. Perhitungan biaya reject product pada bulan November
Biaya reject  =   2.538 kg X Rp.12.436,-
                              =   Rp.31.562.568,-

12. Perhitungan biaya reject product pada bulan Desember
Biaya reject  =   3.752 kg X Rp.12.436,-
                              =   Rp.46.659.872,-
          Dari hasil perhitungan diatas maka dapat digambarkan grafik dari biaya reject produk sebagai berikut.



Gambar 4.2 Biaya reject produk

          Dari grafik diatas dapat diketahui biaya reject product dari bulan januari sampai juli cenderung menurun, tapi grafik cenderung menanjak kembali dari juli sampai desember. Hal ini disebabkan oleh jumlah produksi yang tinggi pada bulan agustus – februari, karena pada interval Agustus – Februari merupakan puncak dari tingkat penjualan di PT. “X”.
4.4  Analisa Penggunaan Reject

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penambahan bahan reject pada material yang baru tidak boleh melebihi 5% dari total material yang akan dipakai untuk produksi. Jika penambahan lebih dari 5% maka kualitas preform yang dihasilkan tidak bagus.

Table 4.5 Defect preform akibat penambahan reject melebihi 5%
     No
          Jenis Defect
1
           Black Spot
2
           Yellow tint
3
           Hazy body
 4  
           Air bubbles

          Mengacu dari data reject pada tahun 2010 di atas, maka analisa penambahan reject terhadap material baru yang akan dipakai untuk pembuatan preform adalah sebagai berikut :

1.   Penggunaan reject pada bulan Januari
Karena bulan januari merupakan awal dari produksi maka penggunaan reject tidak dilakukan di bulan ini.

2.   Penggunaan reject pada bulan Februari
                                            = (3.145 kg/107.100 kg) x 100%
                                            
                                            = 2,94% < 5%  diperbolehkan

3

               
Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan januari dapat dipakai seluruhnya di bulan Februari dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :
Perbandingan pemakaian reject
       =  1050 kg x 0,0294
       =  30,87 ≈ 31 kg

Jadi, setap pengisian satu bag resin ditambahkan 31 kg reject yang sudah di crasser.
3.     Penggunaan reject pada bulan Maret


                                                 
                                              = 2,26% < 5% à Diperbolehkan
     

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan februari dapat dipakai seluruhnya di bulan
maret dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject

     =  1050 kg x 0,0226
     =  23,73 ≈ 24 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 24 kg reject yang sudah di crasser.

4.     Penggunaan reject pada bulan April






                                                =   1,05% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan maret dapat dipakai seluruhnya di bulan april dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject

     =  1050 kg x 0,0105
     =  11.03 ≈ 12 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 12 kg reject yang sudah di crasser.

5.        Penggunaan reject pada bulan Mei
     
       


   
                                                   =   1% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan april dapat dipakai seluruhnya di bulan mei
dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :



Perbandingan pemakaian reject      
=  1050 kg x 0,0            1                                  =  10,5 ≈ 11 kg
Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 11 kg reject yang sudah di crasser.

6.      Penggunaan reject pada bulan Juni

                                            =   0,7% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan mei dapat dipakai seluruhnya di bulan juni 
dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject      
=  1050 kg x 0,007
=  7,35 ≈ 8 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 8 kg reject yang sudah di crasser.

7.      Penggunaan reject pada bulan Juli


                                             =   0,68% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan juni dapat dipakai seluruhnya di bulan juli
dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :


Perbandingan pemakaian reject     =  1050 kg x 0,0068
                                                  =  7,14 ≈ 8 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 8 kg reject yang sudah di crasser.

8.      Penggunaan reject pada bulan Agustus





                                            =   0,4% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan juli dapat dipakai seluruhnya di bulan
agustus dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject   =  1050 kg x 0,004
                                                =  4,2 ≈ 5 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 5 kg reject yang sudah di crasser.

9.      Penggunaan reject pada bulan September
         
            




                                                  =   0,89% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan agustus dapat dipakai seluruhnya di bulan
agustus dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject      =  1050 kg x 0,0089
                                                   =  9,345 ≈ 10 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 10 kg reject yang sudah di crasser.

10.    Penggunaan reject pada bulan Oktober


                                                        =   0,97% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan september dapat dipakai seluruhnya
dibulan oktober dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject     =  1050 kg x 0,0097
                                                  =  10,2 ≈ 11 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 11 kg reject yang sudah di crasser.

11.    Penggunaan reject pada bulan November

  

                                                            =   1,09% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan oktober dapat dipakai seluruhnya di bulan
november dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject     =  1050 kg x 0,0109
                                             =  11,46 ≈ 12 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 12 kg reject yang sudah di crasser.

12.    Penggunaan reject pada bulan Desember    


                                            =   0,95% < 5% à Diperbolehkan

Karena reject lebih kecil dari 5%, maka reject prodak pada bulan oktober dapat dipakai seluruhnya di bulan
november dengan perbandingan pemakaian sebagai berikut :

Perbandingan pemakaian reject      =  1050 kg x 0,0109
                                                          =  11,46 ≈ 12 kg

Jadi, setiap pengisian satu bag resin ditambahkan 12 kg reject yang sudah di crasser
.


Gambar 4.3 Penambahan reject perbulan

          Dari grafik diatas, penambahan reject terbanyak terjadi pada bulan Februari. Hal ini disebabkan karena reject pada bulan sebelumnya yaitu bulan Januari jumlahnya paling banyak, karena pada bulan Januari department preform manufacturing masih dalam kondisi trial. Sehingga reject yang dihasilkan begitu banyak.
 
5.       Kesimpulan
          Berdasarkan analisa dari hasil perhitungan yang ada, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.   Berdasarkan data yang diperoleh jumlah reject product pada tahun 2010 mencapai 1.064.008 pieces atau 28.409 kilogram.
2.   Kebutuhan material resin tahun 2010 sebesar 2.557.800 kilogram atau seharga Rp.31.808.800.800,-
3.   Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, biaya reject product pada tahun 2010 sebesar Rp.353.294.324,-
4.   Defect perform yang terjadi disebabkan oleh adanya masalah – masalah baik dari mesin injection maupun komponen pendukung seperti :
a.   Masalah Drying
b.   Chilled water not ok
c.   Cooling water not ok
d.   Trouble pada mesin injection
e.   Start up
f.    Change over
g.   Listrik trip
h.   Speed terlalu cepat
5.   Agar kualitas preform yang dihasilkan bagus, maka tingkat perbandingan reject yang digunakan tidak boleh melebihi 5% dari material baru. Apabila reject yang digunakan melebihi 5% maka akan timbul defect seperti :
a.   Black spot
b.   Yellow tint
c.   Hazy body
d.   Air bubbles
6.   Penggunaan reject selama satu tahun dapat menekan biaya sebesar Rp.306.634.452,-


DAFTAR PUSTAKA

1.     Arifin, Z. Ahmad, Analisis Pengukuran Produktivitas Pada Kinerja Area CNC-Membrane Dengan Metode MMR, Universitas Jayabaya, Jakarta, 2009.
2.     Halim, Mohamad, dkk., Manajemen, Institut Teknologi Bandung, Bandung,  1987.
3.     Haypet Manual Book, Husky Injection Molding Systems, 2005
4.     Kusuma, P. Bagus, Pengendalian Persediaan Bahan Baku Untuk Produksi Semen, di PT. “XYZ” Secara Optimal, Universitas Jayabaya, Jakarta. 2009.
5.     Plastic System Manual Hand Book, 2011
6.     Purnomo, Hari, Pengantar Teknik Industri, Graha Ilmu, Jogjakarta, 2004.
7.     Standar Oprating Procedure, Coca – Cola Bottling Indonesia, 2010
8.     www.wikipedia.com



Analisa Pengukuran Produktivitas Pada Kinerja Area CNC-Membrane Dengan Metode MMR (Machine Measurement Report) Di PT. Z


Achmad Zainal Arifin[1]
Rudi Yulianto[2]

[1]. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri FTI-UJ
[2]. Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin FTI-UJ
           
Abstrak
Rendahnya tingkat produktivitas di Area CNC-Membrane di tahun 2008 mengakibatkan tingkat suplai komponen dari area tersebut juga rendah. Hal ini mengakibatkan ketepatan jadwal ekspor menjadi bermasalah. Maka perlu adanya analisa lebih detil mengenai hal-hal apa saja yang menyebabkan produktivitas menjadi rendah. Dengan metode MMR (Machine Measurement Report) diharapkan semua temuan faktor yang menghambat produktivitas dapat diatasi. Dengan metode ini didapat data : Available Hours, Indirect Time, Applied Hours, Earned Hours sehingga dapt dihitung Efisiensi, Utilisasi & Efektivitas. Setelah dilakukan analisa ini akan ditemukan permasalahan yang ada dan dapat dibuat rencana  tindakan untuk meningkatkan produktivitas di Area CNC Membrane. Pada akhirnya dapat mensupport jadwal eksport dengan baik.
Abstract
Low productivity value in CNC- Membrane Area at 2008 resulted in supply level component from this area get low too. This condition  resulted in export schedule got the problem. So, need more detail analyze to know so many factors that cause low productivity. Analyze with MMR (Machine Measurement Report) methode we hope can solve that problem. With this methode we can get the data of : Available Hours, Indirect Time, Applied Hours, Earned Hours, so that can measure Efficiency, Utilization and Effectiveness. After analyzed can find so many inefficiency factors and we can make action plan for solve the productivity problem in CNC-Membrane Area. Finally, can support export schedule.


1.    Pendahuluan


Persaingan dunia industri, khususnya Panel Furniture dewasa ini semakin berkembang pesat. Kecepatan dan ketepatan pemenuhan order baik lokal maupun ekspor sangat menentukan diterimanya suatu produk oleh costumer.
PT. Z adalah market leader dalam industri panel furniture. Dimana masalah yang dihadapai adalah keterlambatan pemenuhan jadwal ekspor dikarenakan masih rendahnya tingkat produktivitas di area CNC-Membrane. Dimana area tersebut adalah area vital dalam mensupport komponen prioritas sebagai salah satu komponen produk ekspornya.
Oleh karena itu penulis merasa perlu melakukan analisa di area tersebut dengan metode MMR (Machine Measurement Report) dimana akan ada data lebih detil untuk menjadi bahan analisa untuk meningkatkan produktivitas di area tersebut.
Pengukuran dengan metode MMR ini akan dipengaruhi oleh beberapa hal :
·      Waktu yang tersedia (Available Hours)
·      Waktu yang terbuang (Indirect Time)         
·      Waktu yang terpakai (Applied Hours)
·      Waktu output standar (Earned Hours
·      Efisiensi (Efficiency)
·      Utilisasi (Utilization)
·      Efektifitas (Effectiveness)
2.    Landasan Teori

            Produktivitas merupakan ukuran utama yang digunakan untuk mengukur kinerja dari sebuah sistem atau dapat pula dikatakan produktivitas merupakan ukuran bagaimana baiknya sumber daya dikelola  dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
            Ada beberapa literatur yang mendefinisikan produktivitas, antara lain :
a.    Productivity is equal to output devided by one its production element , yaitu output dibagi dengan elemen produksi yang dimanfaatkan (Organization For Economic and Develpment / OECD )
b.    Perbandingan antara yang dihasilkan dari proses produksi dengan elemen-elemen produksinya. (International Labour Organization – ILO )
c.    Tingkat efektivitas pemanfaatan setiap elemen produktivitas (European Productivity Agency – EPA ).
d.    Produktivitas dapat didefinisikan sebagai hubungan antara masukan-masukan dan keluaran-keluaran suatu sistem produksi (T. Hani Handiko, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, edisi I, BPFE, Yogyakarta, 1984)
e.    Produktivitas adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan jasa yang diproduksi) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi dan sebagainya) yang dipakai untuk menghasilkan hasil tersebut (Dr. Basu Swastha DH, SE, MBA & Ibnu Sukotjo W, SE, Pengantar Bisnis Modern, edisi III, Yogyakarta, 1988)
Secara umum pengukuran produktivitas dinyatakan sebagai rasio antara keluaran terhadap masukan, atau rasio hasil  yang diperoleh terhadap sumber daya  yang dipakai :
keluaran
Produktivitas = -------------
masukan

 




                    hasil yg diperoleh
     Produktivitas =   ------------------------
                              Sumber yg digunakan

            Jika dalam rasio itu masukan yang dipakai untuk menghasilkan keluaran dihitung seluruhnya maka produktivitas total (Total Factor Productivity , TFT). Tetapi bila yang dihitung sebagai masukan hanya komponen tertentu saja maka disebut produktivitas parsial (Partial Productivity).

·      Produktivitas Total =
 


                 Keluaran
------------------------------------------
(tenaga kerja + mesin + material)


·      Produktivitas Parsial =
 


       Keluaran                  keluaran
           ------------------------  =   --------------
Biaya tenaga kerja         jam kerja


            Pengukuran produktivitas terutama berguna di dalam membandingkan hasil yang dicapai antara satu periode dengan periode lain. Karena produktivitas dapat diukur dalam berbagai cara maka sering digunakan indeks untuk mempermudah perbandingan. Apabila indeks digunakan maka produktivitas pada periode dasar diberi nilai 100, sehingga mudah untuk diketahui peningkatan atau penurunan produktivitas dari suatu periode tertentu dibandingkan dengan periode yang lain atau dari satu bagian dengan bagian yang lain pada periode yang sama. Indeks produktivitas dapat dituliskan  sebagai berikut :
 


    Produktivitas Periode tertentu
    ------------------------------------- x 100 %
       Produktivitas Periode Dasar


            Penekanan produktivitas lebih pada efektivitas dalam menghasilkan output dengan efisiensi pada penggunaan input. Hal tersebut dapat dilihat dari skema berikut :

















Untuk meningkatkan produktivitas maka langkah awal yang harus dilakukan adalah pengukuran produktivitas. Kemudian langkah berikutnya pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas dan memilih faktor-faktor peningkatan produktivitas yang sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dalam proses produksi di area CNC-Membrane PT. Z adalah sebagai berikut :
a      Waktu yang tersedia (Available Hours) :
Adalah waktu yang telah disediakan oleh perusahaan sebagai sumber daya yang harus dikelola untuk proses produksi menghasilkan output.

b.    Waktu yang terbuang (Indirect Time)
Adalah waktu yang tidak menghasilkan output (terbuang) dikarenakan oleh hal-hal sbb :
·           Waktu Setting (Convertion Time)
Disebut juga waktu setting mesin, mal, resetting yang disebabkan oleh adanya trouble saat proses. Pada awal proses selalu dilakukan setting mesin untuk mendapatkan panas mesin yang sesuai.
·  Ketiadaan Suplai Material (Material shortage)
Waktu proses produksi yang hilang diakibatkan oleh : menunggu material / komponen yang belum terkirim dari area / proses sebelumnya.

·  Pertemuan (Meeting / Briefing)
Waktu proses produksi yang hilang diakibatkan oleh Operator mesin harus meeting : briefing pengarahan, dipanggil atasan dan training.

·  Waktu Mesin Berhenti (Machine Down Time)
Waktu proses produksi yang hilang diakibatkan oleh mesin rusak dan perlu di service oleh teknisi atau karena Jadwal Preventive Maintenance.

·  Sholat
Waktu proses yang hilang diakibatkan operator harus mengerjakan sholat.

·  Permasalahan Power Listrik (Electrical Blackout)
Waktu proses yang hilang akibat adanya Power / listrik off (padam)

·  Loitering
Waktu proses yang hilang diakibatkan oleh opertor meninggalkan mesin karena kepentingan : ke toilet, mengambil air minum, sakit / kecelakaan kerja, ke personalia, dll.

·  Lain-lain (Others)
Waktu proses produksi yang hilang diakibatkan oleh selain hal-hal diatas, seperti : operator dinas luar / cuti, tooling mesin bermasalah sehingga operator harus menunggu keputusan, mensortir komponen reject, rework komponen dan operator diperbantukan ke mesin lain.

c.          Unit Per Hour (UPH)
Adalah standar output per jam yang harus dicapai. Rata-rata setiap  komponen proses membrane adalah 60 pcs per jam. Sehingga bisa ditetapkan bahwa standar UPH komponen adalah 60.

Metode MMR

Di PT. Z khususnya di area CNC-Membrane terdapat berbagai alat untuk monitoring / pengendalian output produksi, seperti :

1)      Check Sheet : untuk pencatatan & pengendalian hasil sampling output proses secara berkala.

2)      Daily Hourly Performance (DHP) : untuk pencatatan setiap output dari waktu ke waktu serta semua permasalahan yang terjadi yang menyebabkan proses terhambat. Dalam DHP ini lebih fokus ke jumlah output dan waktu proses.

3)      Kartu Pengendalian Proses Produksi (KP3) : untuk mengendalikan penyelesaian output per pallet per Order Produksi (OP) guna pengiriman ke area / proses selanjutnya.

Dari ketiga alat monitoring tersebut, yang berhubungan langsung dengan analisa produktivitas adalah DHP (Daily Hourly Performance). Karena hasil penulisan DHP yang dilakukan oleh operator akan menjadi parameter produktivitas area tersebut setelah diolah oleh bagian Data Process dalam bentuk MMR (Machine Measurement Report).

·      Applied Hours (waktu sesungguhnya dipakai untuk berproduksi)

·      Earned  Hours (waktu yang dibutuhkan sesuai standar)
·      Efficiency ( prosentase kesesuaian output proses terhadap standar UPH)


·      Utilization (prosentase pemanfaatan waktu yang disediakan)

·      Effectiveness (prosentase waktu yang dipakai dalam menghasilkan output)
atau



3. Gambaran Umum

Proses membrane di area CNC Membrane PT. Z adalah melapisi dengan mesin komponen hasil CNC Router komponen material Medium Dencity Fiberboard (MDF) dengan foil PVC (ketebalan 0.23 mm).
Mesin membrane bekerja sebagai alat bantu untuk melakukan pengepresan dengan karet bertekanan angin dan bertemperatur 110oC selama sekitar 120 detik per cycle proses per loader. Komponen sebelum di press dilakukan pengeleman dengan spray glue dan dikeringkan selama 15 menit.

Berikut adalah tahapan proses :

a.    Proses CNC Router
b.    Proses Pengeleman / Spray booth
c.    Proses pengeringan
d.   Proses Pengepresan / Membrane
e.    Proses penysetan foil
f.     Proses pendinginan
g.    Proses Penyusunan
4. Analisa & Pembahasan Data

Dalam penelitian dan pembahasan data ini metode yang digunakan penulis adalah melakukan observasi, interview dan analisa terhadap data-data yang ada dalam periode kurun waktu 12 bulan yaitu bulan Januari 2008 sampai Desember 2008.


Dari data tersebut, dilakukan perhitungan dengan metode Partial Productivity & Index Productivity dengan produktivitas bulan Januari sebagai periode dasar.



Sebagai bahan perbandingan untuk perhitungan produktivitas dapat dilakukan dengan penghitungan metode MMR (Machine Measurement Report). Dimana perhitungan dilakukan dengan mengolah data yang ada, sbb :
Untuk Bulan Januari 2008
·      Available Hours      =  16 jam x 20 hari                              =  320 jam

·      Indirect Time           =  29,95 jam

·      Applied Hours         =   320 – 29,95                                                =  290,05 jam

·      Earned Hours         =   16.179 / 60                                     =  269,65 jam

·      Efficiency    = (269,65 / 290,05) x 100%               =  92,96 %

·      Utilisasi       = (290,05 / 320 ) x 100 %                   =  90,64 %

·      Effectiveness           = (267,86 / 320 ) x 100 %                   =  84,27 %

Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa Effectiveness paling tinggi terjadi pada bulan Agustus (85,4%), dan terendah pada bulan Maret (81,5%). Hal yang sama juga dalam Efisiensi dan Utilisasi, bulan Agustus tertingi (94,1% dan 90,80%) dan terendah pada bulan Maret (91,3% dan 89,3%).
Bila dibandingkan dengan perhitungan produktivitas maka dapat diketahui bahwa kedua cara perhitungan dapat menghasilkan kesimpulan yang sama untuk pengukuran tingkat kinerja di suatu area.
Hanya saja pada perhitungan produktivitas sebenarnya hanyalah membandingkan antara output per jam dengan standar UPH yang telah ditetapkan / distandarisasi melalui time study. Semakin dekat dengan standar UPH, maka semakin produktif dan sebaliknya semakin jauh dari standar UPH akan semakin tidak produktif. Dalam hal ini yang menjadi ukuran standar UPH di area CNC-Membrane adalah 60 pcs/jam.
Penyebab rendahnya produktivitas adalah Indirect Time yang tinggi, maka analisa lebih jauh dengan data Indirect Time sbb :

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 8 faktor yang terdapat dalam Indirect Time. Dan dari 8 faktor tersebut dapat kita bagi dalam 4 kategori sebagai berikut :

·      Man (manusia)   :    Meeting, Sholat, Loitering
·      Machine (mesin) :   Convertion Time, Machine Down Time, Electrical  Blackout.
·      Material (matrial) : Material Shortage
·      Others (Lain-lain) :             Others

Maka tabel diatas dapat diringkas menjadi sebagai berikut :


Analisa Indirect Time faktor MAN :

·      Kegiatan sholat dilakukan serentak oleh semua operator mesin
·      Waktu sholat yang dilakukan lebih dari 15 menit (sesuai yang diberikan oleh perusahaan)
·      Pada saat setelah sholat, operator tidak langsung mengoperasikan mesin.
·      Kegiatan loitering, seperti pengambilan pallet, air minum dilakukan dengan memberhentikan mesin.
·      Meeting / briefing terlalu sering dilakukan untuk menyampaikan informasi yang sama.





Analisa Indirect Time faktor MACHINE :

·      Ketidakmerataan kemampuan / skill opertor dalam melakukan setting mesin
·      Ketidakmerataan kemampuan / skill opertor dalam melakukan penanganan masalah (troble shooting)
·      Ketidaksiapan menunggu spare part dalam servis mesin
·      Lamanya waktu penanganan masalah permesinan oleh bagian engineering (mekanik)

Analisa Indirect Time faktor MATERIAL :

·      Suplai komponen dari bagian glue spray tersendat karena lem lambat kering
·      Suplai komponen terhambat karena material tidak standar (gembur), sehingga perlu waktu spray lebih lama.
·      Kemampuan / skill opertor bagian glue spray yang tidak merta sehingga kecepatan proses tidak stabil.

Analisa Indirect Time faktor OTHERS :

·      Gagal proses / reject komponen sehingga harus dirework

Langkah – Langkah Untuk Meningkatkan Produktivitas

·      Pengaturan waktu sholat yang lebih baik
·      Melakukan supervisi dalam hal disiplin waktu kerja
·      Melakukan analisa efisiensi kerja (pengambilan palet, air minum tanpa memberhentikan mesin)
·      Melakukan meeting / briefing hanya bila diperlukan saja.
·      Melakukan operator skill mapping (pemetaan kemampuan operator)
·      Mengadakan training untuk meningkatkan kemampuan opertor dalam menekan waktu setting dan menagani masalah.
·      Pengadaan spare part secara terencana sesuai umur pakai (life time).
·      Melakukan sortir di bagian incoming material dengan baik agar material yang terkirim ke area produksi sesuai standar.
·      Bila harus menangani komponen reject, lakukan di bagian servis tanpa menggangu operator proses.

1.      KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan
a         Pengukuran produktivitas sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa efisien sitem produksi dapat diterapkan.
b        Dengan keakuratan analisa yang tinggi maka akan mempermudah dalam hal perbaikan sistem untuk meningkatkan produktivitas dan mengantisipasi terulangnya masalah yang pernah terjadi di masa lalu.
c         Tingkat produktivitas di area CNC-Membrane PT. Z dipengaruhi oleh :
-       Waktu yang terbuang (indirect time) karena tidak disiplinnya operator dalam memanfaatkan waktu sholat.
-       Tidak meratanya skill operator dalam mengoperasikan mesin dan menagani masalah (trouble shooting)
-       Penanganan trouble mesin yang lambat dari bagian engineering
-       Material unstandar yang lolos dari bagian incoming
-       Masih adanya proses rework komponen reject oleh operator mesin
d        Dari analisa korelasi diketahui terdapat hubungan yang sangat kuat (negatif) yang berati bahwa produktivitas dengan faktor indirect time diatas adalah berbanding terbalik yaitu semakin tinggi indirect time tersebut maka mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas dan sebaliknya.
e         Faktor yang paling berpengaruh dalam peningkatan dan penurunan produktivitas di area CNC-Membrane PT Z berdasarkan data tahun 2008 adalah indirect time karena faktor manusia (57.81%), mesin (29.94%), material (7.08%) dan lainnya (5.17%)

Saran
Dengan mengetahui hal-hal yang sangat berpengaruh pada produktivitas di area CNC-Membrane PT. Z, maka penulis memberikan saran antara lain :
·      Memonitoring secara berkelanjutan pengukuran produktivitas dan pelaksanaan  peningkatan produktivitas.
·      Memperketat disiplin waktu dalam bekerja sesuai dengan aturan yang sudah diberlakukan
·      Melakukan Operator Skill Mapping (pemetaan kemampuan opertor) untuk mengetahui pemerataan kemampuan kerja operator
·      Melakukan training sesuai kebutuhan guna mengoptimalkan kemampuan operator.

Contoh Format Operator Skill Mapping :






Daftar Pustaka

Buku

  1. Sukanto Reksohadiprojo & Indriyo Gitosudarmo, Manajemen Produksi, Edisi 4, BPFE Yogyakarta, 2000

  1. Manahan P. Tampubolon,  Manajemen Operasional, Edisi Pertama, Ghalia Indonesia, 2004

  1. Zulian Yamit, Manajemen Produksi Dan Operasi, Edisi Kedua, Ekonisia Fakultas Ekonomi UII, 2003

  1. Elwood S. Buffa & Rakesh K. Sarin, Modern Production / Operations Management, Eight Edition, John Wiley & Sons, Singapore

  1. -, Standard Operating Procedures, Perencanaan Dan Pengendalian Produksi, PT Z, 2006



















































pembahasan, yaitu kualitas proses. Secara khusus proses yang dibahas adalah kualitas proses penyeimbangan ban atau Tire Balancing pada jalur perakitan atau assembling. Proses ini sangat penting dan berkaitan langsung terhadap fungsi dan kenyamanan mobil dan juga salah satu poin regulasi yang ditetapkan pemerintah Jepang. Banyaknya klaim purna jual di Jepang untuk mobil ini berkaitan dengan proses penyeimbangan ban ini.
Proses penyeimbangan ban merupakan merupakan akhir dari proses sub-assy tire. Adapun aliran proses sub-assy tire dapat dilihat pada gambar 1-1.

Gambar 1-1. Diagram alir proses Sub-assy tire
Proses identifikasi masalah dilakukan dengan menggunakan metode Diagram Sebab-Akibat atau Cause-Effect Diagram, dimana analisa dilakukan terhadap metode pekerjaan, mesin yang digunakan, man power atau tenaga kerja, material atau bahan baku, dan environment atau lingkungan (5M+1E).
Untuk menganalisa kualitas proses penyeimbangan ban, metode yang dipakai adalah SPC atau Statistical Process Control. Dimana kemampuan proses dalam melaksanakan proses penyeimbangan ban dapat diketahui, sehingga mesin dapat dinilai masih layak atau tidak untuk digunakan pada proses tersebut.

2.  Metode Analisa
2.1 Diagram Sebab-Akibat (Ishikawa Diagram) 
 Diagram sebab-akibat merupakan alat kualitas yang mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan penyebab yang mengakibatkan suatu masalah terjadi.
Untuk setiap masalah yang terjadi dapat diakibatkan beberapa penyebab. Penyebab-penyebab tersebut dibagi menjadi lima kategori, yaitu material, mesin atau peralatan, manusia, metode, dan lingkungan.
Diagram ini dipakai untuk mengetahui penyebab masalah yang terjadi pada proses penyeimbangan ban di jalur assembling PT. ADM.
2.2 Histogram
Histogram menunjukkan cakupan nilai sebuah perhitungan dan frekuensi dari setiap nilai yang terjadi. Histogram menunjukkan peristiwa yang paling sering terjadi dan juga variasi dalam pengukuran [1].
Histogram digunakan untuk mengetahui distribusi nilai ketidakseimbangan pada sampel ban setelah proses penyeimbangan ban. Distribusi nilai pada histogram tersebut menandakan variabilitas proses penyeimbangan ban tersebut.  
2.3 Menetapkan Batas Bagan Rata-Rata (Bagan - )
Bagan- digunakan untuk mengetahui kecenderungan proses berada di area mana. Menghitung Batas Kendali Atas dan Batas Kendali Bawah dengan rumus sebagai berikut :
a). Batas Kendali Atas (Upper Control Limit = UCL)
            UCL =
b). Batas Kendali Bawah (Lower Control Limit = LCL)
            LCL = Dimana :
 = Rata-rata rangkap sampel atau nilai target yang ditetapkan untuk proses.
Z = Jumlah standar deviasi (2 untuk tingkat keyakinan 95,45%,  3 untuk 99,73% ).
= Standar deviasi dari rata-rata sample
2.4 Rasio Kemampuan Proses (Cp)
Sebuah proses untuk dapat dikatakan mampu, nilainya harus jatuh di antara spesifikasi atas dan bawah (Heizer, 303). Untuk mengetahui  apakah proses penyeimbangan ban memenuhi spesifikasi yang ditentukan, maka digunakan perhitungan Rasio kemampuan proses, Cp.
Rasio kemampuan proses, Cp dihitung sebagai :
2.5 Indeks Kemampuan Proses (Cpk)
Indeks Kemampuan Proses, Cpk digunakan untuk mengetahui kemampuan aktual sebuah proses. Dalam hal ini, kemampuan aktual proses penyeimbangan di jalur perakitan PT. ADM akan diketahui dengan menghitung Cpk dari proses tersebut.
Formula Cpk adalah :
dimana,           
 = Rata-rata proses.
= Standar deviasi proses
3. Analisa Kualitas Proses Penyeimbangan Ban dengan Metode Diagram Ishikawa
Dalam analisa proses penyeimbangan ban dengan menggunakan metode diagram sebab-akibat atau diagram Ishikawa, penyebab masalah dikategorikan menjadi lima, yaitu  manusia, mesin, metode, material, dan lingkungan.
Berdasarkan diagram Ishikawa pada gambar, penyebab masalah over unbalance terjadi oleh beberapa faktor.
1.      Faktor manusia. Faktor manusia mempunyai beberapa kemungkinan  yang mengakibatkan buruknya kualitas proses penyeimbangan ban beserta produk yang dihasilkannya, yakni operator salah membaca nilai di mesin, operator salah memberikan timah penyeimbang, dan operator tidak menjalankan petunjuk kerja.
2.      Faktor mesin. Faktor mesin mempunyai dua penyebab. Penyebab pertama yakni mesin seringkali error, yang terjadi akibat beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu perawatan mesin tidak bagus, tidak dilakukan kalibrasi terhadap mesin, mesin tidak cocok digunakan untuk tujuan manufakturing, dan tidak dilakukannya pemanasan terhadap mesin saat sebelum proses produksi dimulai. Sedangkan penyebab kedua yaitu jumlah mesin yang kurang memadai.
3.      Faktor material. Material di sini adalah ban, roda dan timah penyeimbang. Kemungkinan penyebab masalah dapat terjadi akibat nilai ketidakseimbangan pada ban melebihi standar, dan ban mengalami keadaan abnormal.
4.      Faktor metode. Kemungkinan yang mungkin terjadi akibat faktor metode adalah setting parameter mesin yang salah dan saat sesudah proses pemberian timah penyeimbang tidak dilakukan konfirmasi ulang terhadap nilai ketidakseimbangan sesudahnya.



4. Perhitungan Bagan -  Pada Mesin 1
Berdasarkan data Mesin 1 (Juli-Oktober 2009) variabel yang didapat adalah
         = 7,075 gram
       = 0,806 gram
Dengan menggunakan z = 3, dimana tingkat keyakinan sebesar 99.73%, maka UCL dan LCL dihitung dengan menggunakan persamaan :
UCL     =
            = 7,075 gr + 3.0,806 gr
            = 9,492 gram
dan,
LCL     =
            = 7,075 gr – 3. 0,806 gr
            = 4,658 gram
5. Menghitung Rasio Kemampuan Proses  (Cp)
Untuk mengetahui  kemampuan proses penyeimbangan ban dalam memenuhi spesifikasi, maka Cp harus dihitung. Cp dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.5). Berdasarkan data-data sebelumnya, maka Rasio Kemampuan Proses untuk setiap mesin adalah :
a.      Mesin 1
                   = 0,806 gram
Untuk Spesifikasi atas dan spesifikasi bawah ditentukan berdasarkan desain, yaitu :
         LCL = 0 gram,
         UCL = 9,5 gram

Maka,
           
           
           
           
Dari perhitungan tersebut, Cp untuk Mesin 1 adalah 1,965. Karena Cp > 1, maka proses dapat dikatakan sangat mampu.
6. Menghitung Indeks Kemampuan Proses (Cpk)
Untuk mengetahui apakah nilai rata-rata pengukuran berada dalam nilai tengah spesifikasi yang ditentukan, maka Cpk untuk proses penyeimbangan ban harus dihitung. Dengan menggunakan persamaan (2.6), Cpk dapat diketahui.
Indeks Kemampuan Rasio untuk tiap-tiap mesin adalah :
a.      Mesin 1
  = 0,806 gram
    = 7,075 gram

Maka,
Nilai Cpk adalah nilai yang paling kecil, maka Cpk dari Mesin 1 adalah 1,003. Karena Cpk > 1,0, maka proses memenuhi spesifikasi.
7. Data Cacat Produksi Setelah Analisa dan Perbaikan
Setelah dilakukan analisa terhadap proses dan mesin penyeimbangan ban pada jalur perakitan Van merek “T”, maka dilakukan perbaikan pada bagian-bagian yang bermasalah. Setelah dilakukan perbaikan, terjadi penurunan cacat produksi dan klaim dari purnajual yang sangat signifikan dibandingkan sebelumnya, yaitu 3 unit kendaraan.
8. Kesimpulan
Dari hasil analisa kualitas proses penyeimbangan ban dengan metode diagram Ishikawa, didapat bahwa dalam pelaksanaannya terdapat banyak faktor penyebab masalah yang berpengaruh pada kualitas proses tersebut beserta kualitas produk yang dihasilkannya. Faktor manusia, mesin, material, metode, dan lingkungan mempunyai andil masing-masing dalam menyebabkan masalah pada proses penyeimbangan ban yang berakibat kualitas produk yang dihasilkan menjadi buruk.
Sedangkan berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode SPC didapat bahwa :
No. Mesin
Cp
Cpk
1
1,965
1,003
2
1,478
0,993
3
2,295
1,437
4
1,376
0,97

Berdasarkan data hasil analisa tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Kondisi mesin no. 1 memiliki proses yang sangat stabil  dilihat dari nilai Cp 1,965 yang artinya variasi nilai unbalance yang dihasilkan kecil. Namun dari Cpk sebesar 1,003 diketahui bahwa proses di mesin no. 1 menghasilkan nilai unbalance yang memiliki kemungkinan kecil keluar dari standar yang ditentukan.
2.      Dengan nilai Cp 1,478 menunjukkan bahwa mesin no. 2 mempunyai proses yang stabil dengan sebaran data yang tidak terlalu menyebar. Namun dengan nilai Cpk 0,993, ini menunjukkan bahwa mesin no. 2 memiliki kemungkinan agak besar menghasilkan ban dengan nilai unbalance keluar dari standar.
3.      Dengan Cp 2,295 menunjukkan bahwa mesin no.3 mempunyai proses yang sangat stabil dengan variasi nilai yang dihasilkan sangat kecil. Mesin no.3 juga menghasilkan produk dengan kemungkinan nilai unbalance dalam rentang standar, dilihat dari nilai Cpk 1,437.
4.      Mesin no. 4 memiliki kemampuan proses yang stabil berdasarkan nilai Cp 1,376. Namun mesin ini mempunyai kemungkinan kecil menghasilkan produk dengan nilai unbalance di luar standar, dilihat dari nilai Cpk 0,97.
Dengan hasil tesebut maka perusahaan harus melakukan perbaikan terhadap mesin yang memiliki indikasi menghasilkan produk dengan nilai di luar standar. Perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan diagram sebab-akibat.
Setelah dilakukan perbaikan didapat hasil yang signifikan pada jumlah cacat produksi dibandingkan sebelumnya. Yang mana pada Februari 2008 hingga Juni 2009 terdapat 11 unit kendaraan yang mengalami masalah, menurun menjadi 3 unit kendaraan sejak Desember 2009.
Daftar Pustaka

Buku
1. Heizer, J., B. Render., Operation Management., Prentice Hall, New Jersey, 2005.

2.  Jeya Chandra, M., Statistical Quality Control., CRC Press LLC., Florida, 2001.

3.   Cox, Neil D., How To Perform Statistical Tolerance Analysis., Quality Press, Wisconsin, 1986.

4.   Naidu, NVR., KM. Babu, G. Rajendra, Total Quality Management., New Age International Ltd., Publishers, New Delhi, 2006.


PERENCANAAN SISTEM PENGUNGKIT PADA DONGKRAK HIDROLIK OTOMATIS DENGAN KAPASITAS 10 TON UNTUK KENDARAAN TRUK

Ade Permadi, Rudy Yulianto2
1Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Manufaktur PESM FTI-UJ
2Dosen Jurusan Teknik Mesin FTI-UJ

ABSTRAK
            Saat ini, dunia industri otomotif berkembang dengan sangat baik di berbagai bidang, termasuk di bidang kendaraan minibus. Hal ini juga harus terjadi pada industri pembuatan alat pengangkat dongkrak hidrolik pada kendaraan minibus. Saat ini alat pengangkat hidrolik yang dipakai pada kendaraan minibus mengalami perkembangan yang cukup baik, tetapi tidak cukup baik jika dilihat dari bervariasinya jenis. Bermacam jenis dongkrak yang diciptakan masih kurang praktis, efisien dan pengoperasiannya masih secara manual.
            Sehingga diupayakan untuk menciptakan terobosan baru untuk membuat dongkrak pengangkat mobil yang lebih praktis dan efisien. Maka dari itu sebagai calon sarjana teknik, didapat suatu ide pemikiran untuk merancang bangun suatu alat pengangkat hidrolik otomatis pada kendaraan truk.
ABSTRACT
            Today, the world's automotive industry has grown substantially in many areas, including in the field of minibus vehicles. It must also occur in the manufacture of hydraulic lifter jack on the minibus. Current tools used in the hydraulic lift minibus progressing quite well, but not good enough when seen from the variety of species. Various types of leverage that is created is still less practical, efficient and still manually operated.

            Thus sought to create new breakthroughs to make the jack lifting the car a more practical and efficient. Thus the technique as a degree candidate, got an idea thought up to design an automatic hydraulic lifter on the truck..






PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah
Kendaraan roda empat adalah salah satu teknologi yang berkembang pesat Pada masa ini. Oleh karena itu terdapat banyak sekali komponen yang sangat vital. Salah satunya ban, Ban mempunyai batas waktu untuk digunakan, dan bila terdapat kebocoran pada ban harus diganti. Oleh sebab itu, maka dibutuhkan alat untuk mengganti Ban tersebut. Alat yang biasnya digunakan adalah Dongkrak hidrolik otomatis.
1.2 Perumusan Masalah
            Pada tugas akhir ini membahas bagaimana merencanakan sistem pengungkit pada dongkrak hidrolik dengan kapasitas 10 Ton. 
            Beberapa jenis pengungkit yang digunakan pad dongkrak hidroliks untuk mengangkat sebuah beban. 
  1. Menggunakan sistem transmisi
            Pengaturan momen putar dan putaran didasarkan pada prinsip lengan ungkit.  Dengan lengan pengungkit yang panjang memungkinkan pemindahan beban yang berta dengan tenaga yang kecil. Sedangkan pengaturan momen putar dan putaran didasarkan pada prinsip kerja pasangan roda gigi.Poros kopling/Poros input
1.      Poros utama/Poros Output
2.      Poros bantu/Counter gear
3.      Garpu pemindah
4.      Roda gigi balik      
  1. Menggunakan sistem pakai piston
            Pada permukaan bejana dongkrak hidrolik terdapat penghisap ( piston ), dimana luas permukaan piston di sebalah kiri lebih kecil dari permukaan piston yang berada di sebelah kanan. Luas permukaan piston disesuaikan dengan luas permukaan bejana yang telah di isi oleh cairan pelumas. Apabila piston yang luas permukaan kecil ditekan kebawah, maka setiap bagian cairan juga ikut tertekan.
           
 



Gambar. Sistem pengungkit dengan memakai piston
1.3 Tujuan Penulisan
            Maksud dari tulisan Tugas Akhir ini, adalah menentukan sistem pengungkit  pada dongkrak ototomatis dengan kapasitas 10 Ton. Dengan didasari oleh beban kendaraan  dan mekanisme hidrolik yang terdapat pada dongkrak tersebut.
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1.              Memahami sistem pengungkit pada dongkrak hidrolik otomatis dengan kapasitas 10 Ton
2.              Memahami mekanisme Hidrolik yang terdapat pada dongkrak hidrolik otomatis dengan kapasitas 10 Ton
1.4 Pembatasan Masalah
            Supaya pembahasan permasalahan lebih tertuju dan terkonsentrasi pada permasalahan yang akan dibahas, maka tugas akhir ini dibatasi sebagai berikut :
1).        Sistem penggerak
            Sistem mesin ini menggunkan transmisi sabukm dan puli yang digerakkan oleh motor listrik 1 phasa yang mempunyai putaran 1400 rpm dan putaran rpm 220 rpm.
2)         Sistem pengungkit
            Sistem pengungkit yang dibuat dari plat stainless steel.
3).        Perhitungan
            Perhitungan dilakukan dengan melihat hasil gaya- gaya yang terjadi dan mekanisme penggerak yang terjadi pada sistem pengungkit.
           
1.5 Metoda  Penulisan
            Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data untuk menyusun tugas ini adalah ;
1)         Studi lapangan
            Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dan data yang praktis. Dengan melihat langsung kondisi suatu masalah, maka didapat suatu bahan perbandingan yang jelas.
2)         Studi Kepustakaan
            Meliputi teori dari buku penunjang dan literature yang didapat di
perpustakaan dan di toko buku yang berisi tentang :
·         Karakteristik jenis – jenis mekanisme sistem pengungkit beserta gaya – gaya yang terjadi
·         Perencanaan perhitungan komponem-komponen yang akan dibutuhkan dalam pembuatan mesin yang akan dibuat.
3)         Bimbingan dan konsultasi
            Dalam penyusunan tugas akhir ini, bimbingan dari dosen pembimbing sangat membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, sehingga tugas akhir  ini dapat selesai dengan baik.
4).        Studi laboratorium
            Metode ini meliputi pengujian komponen, rancangan, sistem secara
keseluruhan sehingga diperoleh informasi tentang kualitas komponen, kinerja alat/mesin dan spesifikasi akhir dari perancangan yang telah dibuat termasuk melakukan perbaikan jika terjadi penyimpangan dari spesifikasi yang telah dibuat.

1.6 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan tugas akhir ini adalah bab dan sub bab sebagai berikut :

Bab I                Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Bab II              Landasan Teori
Pengertian hidrolik, perencanaan sistem pengungkit,  jenis-jenis sistem pengungkit, mekanisme sistem pengungkit
Bab III             Metodologi Penelitian
Berisi tentang diagram alir proses, tempat dan waktu penelitian
Gambar .2.1 Penampang dongkrak hidrolik
 
Bab IV             Berisi tentang perhitungan perencanaan sistem pengungkit pada dongkrak hidrolik otomatis dengan kapasitas 10 Ton
Bab V              Berisi tentang kesimpulan dan saran

LANDASAN TEORI

2.1       Dongkrak Hidrolik
            Adalah alat yang digunakan untuk mengangkat kendaraan dengan tingakat ketinggian tertentu. Pada dongkrak hidrolik terdapat tiga komponen utama yaitu : Pompa hidrolik, tangki ( reservoir ) fluida hidrolik dan silinder hidrolik serta kelengkapan lainnya.










            Dongkrak hidrolik bekerja bila plunger pompa ditekan, fluida yang berda didalam rumah pompa akan megelir kedalam silinder hidrolik. Bila plunger pompa ditekan secara berulang – ulang maka fluida yang berda didalam tangki akan dihisap dan ditekan oleh pompa plunger yang masuk kedalam silnder hidrolik yang akan mendorong piston sehingga benda atau kendaraan yang berada diatas piston tersebut akan terangkat. Untuk mengembalikan piston dalam keadaan semula dengan membuka katup pembalik, piston akan kembali pada tempatnya semula Karena adanya tekanan dari berat benda
            Dongkrak hidrolik beroda digunakan untuk memudahkan penggeseran dongkrak dibawah kendaraan
 






 
Gambar 2.3. Prinsip dasar sistem hidrolik
 
 



            Membebani piston dari pompa piston tunggal dengan gaya tertentu.  Makin kuat menekan piston,  makin kuat gaya pada piston maka tekanan akan meningkat. Tekanan memningkat berdasarkan luas dari silinder dan dapat megalahkan beban. Kecepatan gerak beban hanya tergantung dari volume fluida yang dimasukkan kedalam silinder. Hal inin bahwa makin cepat piston diturunkan keatas, makin banyak fluida persatuan waktu yang dialirkan kedalam silinder, sehingga beban akan terangkat semua.
Gambar 2.4. Bagan dari sistem hidrolik
 
 









Sumber energi  mekanik dapat berupa
a.             Gerakan tekan dari tangan
b.        Gerakan tekan dari kaki
c.             Gerakan putar engine
d.        Gerakan putar motor listrik
e.             Dan lainnya
Pengubah energi  mekanik menjadi energi hidrolik
a.          Pompa piston aksial
b.         Pompa piston radial
c.          Pompa piston roda gigi
d.         Pompa sudu
e.          Pompa sekrup
Fluida yang dapat digunakan digolongkan
a.         Fire resistance oil
b.         Hidrolik mineral oil
Pengubah energi  hidrolik menjadi energy mekanik
a.         Silinder kerja tunggal
b.        Silinder kerja ganda
         
2.2       Prinsip kerja Sistem Hidrolik pada dongkrak hidrolik
            Dongkrak adalah suatu alat untuk menaikkan sesuatu uyang berat. Dongkrak bermacam-macam bentuknya ada yang kecil dan ada juga yang besar. Cara penggunaan dongkrak itu sangat mudah yaitu dengan cara memutar atau menggerakkan ke atas atau ke bawah tuas yang menjadi pemicu dongkrak hidrolik itu bergerak.
            Prinsip kerja dongkrak hidrolik adalah dengan memanfaatkan hokum pascal " Tekanan yang diberikan pada suatu fluida dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah sama rata". Dongkrak hidrolik terdiri dari dua tabung yang berhubungan yang memiliki diameter yang berbeda ukurannya.masing-masing ditutup dan diisi aiar. Mobil diletakkan di atas tutup tabung yang berdiameter besar. Jika kita memberikan gaya yang lebih kecil pada tabung yang berdiameter kecil maka tekanan akan disebarkan secara merata ke segala arah termasuk ke tabung besar tempat diletakkan mobil.
            Prinsip pascal menyatakan bahwa tekanan yang diberikan  pada cairan dalam suatu tempat akan diteruskan sama besar ke setiap bagian fluida dan dinding wadah. Tekanan zat cair pada dasar wadah tentu saja lebih besar dari tekanan cat cair tersebut, sebaliknya semakin mendekati permukaan atas wadah, semakin kecil tekanan zat cair. Besarnya tekanan sebanding dengan pgh ( p = massa jenis, g = percepatan gravitasi, h = ketinggian/kedalaman). Pada setiap titik pada kedalaman yang sama, besarnya tekanan sama. Hal ini berlaku untuk semua zat cair dalam wadah apapun dan tidak bergantung pada bentuk wadah tersebut.  Jadi apabila diberikan tekanan luar, setiapm bagian zat cair mendapat jatah tekanan yang sama. Karenanya besar tekanan selalu sama di segala titik pada kedalaman yang sama.
            Prinsip pascal menyatakan bahwa tekanan yang diberikan pada cairan dalam suatu tempat tertututp akan diteruskan sama besar ke setiap bagian fluida dan dinding wadah

            Sistem hidrolik bekerja karena adanya daya dari mesin yang diteruskan secara mekanis, elektris atau hidrolis. Sistem hidrolik adalah sistem daya yang menggunakan fluida kerja cair. Besaran utama dalam sistem ini adalah tekanan dan aliran fluida. Tekanan menghasilkan daya dorong, sedangkan aliran menghasilkan gerakan atau kecepatan aliran. Rumus dasar dari sistem hidrolik adalah

P = F/A=Ï€/4 D2
 Dimana :
P = Tekanan (kgf.cm)
D = Diameter saluran ( mm )
F = Gaya (Nm)
A = Luas permukaan ( mm )

2.3     Komponen sistem hidrolik
          Komponen sistem hidrolik secara umum terdiri dari :
a.       Unit tenaga ( Power Pack ) yang meliputi penggerak mula, pompa hidrolik, tangki hidrolik dan katup pengaman
b.      Unit penggerak, yang banyak digunakan adalah silinder hidroli
c.       Unit pengatur
d.      Cairan Hidrolik
e.       Pipa saluran

a)      Penggerak mula
Yang dimaksud dengan penggerak mula pada sistem hidrolik yaitu jenis penggerak sebagai tenaga awal untuk menggerakkan pompa hidrolik. Jenis penggerak mula yang digunakan untuk menggerakkan pompa hidrolik dapat berupa pengungkit yang digerakkkan secara mekanik atau motor listrik.

b)      Pompa hidrolik
Fungsi pompa hidrolik yaitu untuk mengalirkan cairan hidrolik ke seluruh rangkaian hidrolik sehingga unit penggerak dapat bekerja. Tenaga cairan yang ditimbulkan oleh pompa dan peralatan lain yang mengaturnya sebanding dengan tenaga mekanik yang menggerakkan pompa. Dengan kata lain tenaga mekanik dari penggerak mula diubah menjadi tenaga fluida.
     fisiensi pompa merupakan salah satu factor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pompa. Dengan memperhatikan efisiensi pompa akan diketahui berapa volume dan tenaga yang dihasilkan oleh pompa. Angka efisiensi pompa ditentuka oleh dua factor yang meliputi dari efisiensi volumetrik dan efisiensi tenaga.
     Efisiensi volumetric yaitu perbandingan antara volume aliran yang dihasilkan ( perpindahahn sebenarnya ) dengan volume aliran teoritis.
                                                                
Efisiensi tenaga adalah perbandingan tenaga yang dihasilkan terhadap tenaga yang masuk.

c). Tangki hidrolik
Tangki hidrolik adalah bagian dari unit tenaga, ada yang berbentuk segi empat  dan ada pula yang berbentuk silinder. Fungsi tangki hidrolik diantaranya yaitu
a.       Penampung cairan hidrolik sebelum dan sesudah beredar
b.      Pendinginan cairan hidrolik. Didalam cairan hidrolik panas bercampur dengan cairan dingin sehingga mengalami pendinginan
c.       Menghilangkan gelembung udara. Gelembung yang masuk dalam rangkaian sangat tidak menguntungkan dan hanya dapat hilang setelah masuk tangki. Untuk itu maka maka ruang udara didalam tangki harus ada dan cukup untuk menghilangkan jika terjadi
d.      Mengendapkan kotoran/pencemaran. Agar kotoran yang dibawa dari rangkaian dan tidak masuk lagi maka pemasangan saluran isap dans saluran balik dipasang sejauh mungkin dan dipasang penyekat
e.       Tempat pemasangan motor, pompa dan peralatan lainnya.

d). Motor Hidrolik
            Motor hidrolik berfungsi untuk menimbulkan tenaga putar. Motor ini hampir mirip pompa hidrolik pada konstruksinya. Motor hidrolik dikalsifikasikan menurut displacement, kapasitas  gaya putar, dan pembatasan tekanan maksimum.
            Displacement dalah jumlah oli yang diperlukan motor untuk berputar satu putaran, atau dengan kata lain kapsitas satu ruangan oli dalam motor dikalikan dengan jumlah ruangan- ruangan yang ada didalamnya. Tekanan yang dibutuhkan dalam sebuah motor hidrolik adalah tergantung pada beban, gaya putar dari displacementnya.
            Disesuaikan menurut arah putaran, motor hidrolik dapat dibedakan:
1.                  Motor searah, motor hidrolik ini bekerja hanya pada satu putaran saja
2.                  Motor bolak-balik, motor ini dapat bergerak tidak satu putaran saja melainkan dua arah putaran

e).  Cairan hidrolik
            Cairan hidrolik berbentuk minyak atau pelumas atau oli dan digunakan sebagai media yang mempunyai tugas sebagai penerus daya, pelumasan, perapat dan pendingin.
Sifat-sifat cairan hidrolik:
1  Viscositas yang stabil ,ialah besarnya tekanan cairan un tuk mengalir. Apabila cairan mengalir dengan mudah berarti viscositasnya rendah dan biasanya cairan itu encer. Viscositas secarav garis besar terbagi dua yaitu viscositas unit dan viscositas indek. Yang termasuk kedalam viscositas unit atau satuan nilai yaitu :
a)      Viscositas mutlak
b)      Viscositas kinetic
c)      Saybolt universal second viscositas
d)      SAE
            Nilai kekentalan mutlak ialah besarnya gaya yang diperlukan untuk memindahkan 1 cm2, yang terletak diatas film oli setebal 1 cm, sejauh 1cm dalam 1 detik. Satuan viscositas ini adalah poise, esadngkan gaya untuk memindahkan dalam satuan dyne. Viscositas kinetik didapat dengan cara membagi viscositas absolute dengan density(berat jenis). Satuan viscositas ini adalah stoke, jadi
            1 Poise : 100 centipoise
            1 Stoke : 100 centistoke

2.4       Tuas atau pengungkit
            Tuas atau pengungkit bekerja berdasarkan perbandingan antara panjang lengan kuasa dengan lengan lengan beban
Beban berada pada posisi ujung tongkat again bawah, dan gaya kuasa yang diberikan berada pada bagian ujung lainnya. Titik tumpu T berada diantara gaya berat dengan gaya kuasa. Jarak antara gaya berat dengan titik tumpu dinamakan lengan beban (LB), sedangkan jarak antara gaya kuasa dengan titik tumpu dinamakan dengan lengan kuasa (LK). Momen gaya yang yang disebabkan oleh gaya kuasa FX besarnya adalah FX + LK, dan oleh gaya berat FB adalah FB x LB, dengan demikian
Untuk mendapatkan keutungan mekanis yang sebesar-besarnya adalh dengan memperbesar perbandingan antara panjang antara lengan kuasa dan panjang lengan beban.

2.5.            Mekanisme kinematika
            Suatu rantai kinematika adalah suatu sistem mata rantai, yaitu benda kaku yang dikaitkan atau bersinggungan satu terhadap yang lain. Bila salah satu mata rantai tidak bergerka dan gerkan salah satu mata rantai lain bergerak ke kedudukan tertentu yang dapat diramalkan, maka sistem itu disebut rantai kinemtaika tidak terbatas. Suatu mekanisme atau hubungan adalah rantai kinematika terbatas. Bila mata rantai dibuat tidak bergerak, torak adan batang penggerak masing-masing mempunyai kedudukan tertentu untuk tiap-tiap kedudukan engkol.
Gambar 2.11 . Rantai mekanisme
 
 



Mesin adalah mekanisme yang meneruskan gaya. Bila suatu gaya dikerjakan pada slah stu torak dan diteruskan melalui batang penggerak dan engkol untuk menghasilkan perputaran pada poros engkol.
Dinamika didasari hokum newton :
∑Fx = M.Ax∑Fy = M.Ay
∑T  = I. a

2.6       Inversi
            Dalam suatu batang yang terhubung berbeda dalam rantai kinematis sebagai bagian yang tidak bergerak, maka akan memperoleh mekanisme yang berbeda.
2.7       Translasi
            Sebuah benda mempunyai gerakan berupa translasi, jika ia bergerak sedemikian hingga semua garis-garis lurus dalam benda tersebut bergerak mengikuti posisi -posisi yang sejajar. Translasi garis lurus rectilinear translation) adalah suatu gerakan dimana semua titik dari suatu benda bergerak dalam jalur garis lurus.  Suatu translasi dimana titik- titik dalam suatu benda bergerak sepanjang jalur yang berupa kurva disebut translasi menurut kurva (curvilinear translation).

2.8       Gerak Melingkar
            Pengertian gerak melingkar adalah gerak yang dialami oleh partikel partikel yang berda di pinggir roda atau gerak dengan lintasan yang berbetuk lingkaran. Dalam gerak melingkar ada 3 besaran utaman yaitu :
  1. Perpindahan sudurt
  2. Kecepatan sudut
  3. Percepatan sudut
2.8.1    Perpindahan sudut
            Perpindahan sudut adalah sudut yang disapu oleh sebuah garis radial mulai dari posisi awal garis ke posisi akhir garis. Garis bergerak dari posisi awal pada sudut θo sampai ke posisi akhirnya pada sudut θ. sudut yang disapu oleh garis radial ini adalah θ-θo(∆θ ). Setiap titik dalam lingkaran  mengalami perpindahan sudut yang sama dalam selang waktu tertentu.
           



                 Gambar 2.13 Perpindahan sudut
 
 



            Nilai radian dalam sudut adalah perbandingan antara jarak linier (x) dengan jari – jari roda (r). Radian adalah panjang busur (x) sama dengan keliling lingkaran (r).
q (rad) = x/r ( Nilai radian dalam sudut )          ……………………      12
q (rad) = 2Ï€ rad ( Nilai radian dalam satu lingkran penuh )..    13

Keterangan
            q (rad) = Nilai radian ( derajat, o )
            x          = Jarak linier (mm)
            r           = Jari – jari lingkaran (mm)
2.8.2    Kecepatan sudut
            Kecepatan sudut merupakan perubahan lintasan sudut tiap satuan waktu. Dalam gerak lurus dikenal kelajuan dan kecepatan , dimana kecepatan menyatakan kelajuan berikut arahnya. Begitu juga dalam gerak melingkar juga terdapat menyatakan arah melingkar dalam dua arah.

 
Kecepatan sudut sendiri terbagi menjadi 2 yaitu, kecepatan sudut sesaat dan kecepatan sudut rata – rata. Kecepatan sudut rata-rata adalah hasil bagi perpindahan sudut dengan selang waktu.
 (w ) = Δq/Δt   
Keterangan
            (w ) = Kecepatan sudut rata – rata (rad/det)
            Δq   = Rata- rata perpindahan sudut (rad)
            Δt  = Rata – rata selang waktu ( detik)
Sedangkan kecepatan sudut sesaat adalah hasil bagi perpindahan sudut denga selang waktu yang sangan sedikit.
 (w ) = Δq/Δt(sangat kecil )
Jadi :    jika ω>0 untuk putaran berlawanan arah jarum jam
            Jika ω<0 untuk putaran searah jarum jam
2.8.3    Percepatan sudut
            Percepatan sudut adalah perubahan kecepatan linear tiap satuan waktu.karena dalam gerak melingkar kecepatan linear merupakan kecepatan tangensial, maka percepatan yang diperoleh dari penurunan kecepatan tersebut dinamakan percepatan tangensial (aT). Maka rumusnya,

 
 


Α = ∆ω/∆t= dω/dtKeterangan
a            = Percepatan sudut (rad/detik)
∆ω         = Kecepatan sudut rata (rad/det)
∆t           = Rata – rata selang waktu ( detik)    
            Satuan percepatan sudut diperoleh dari satuan kecepatan sudut dibagi satuan waktu. Menurut system SI, satuan percepatan sudut adalah rad /s2, hubungan antara besar percepatan tangensial dengan percepatan sudut adalah:
             aT= α.r
Keterangan
aT        = Percepatan tangensial (rad/detik)
a          = Perpindahan sudut (rad/detik)
r           = Jari – jari lingkaran (mm)

2.9       Gerak melingkar beraturan
            Beraturan (GMB) adalah gerak melingkar dengan besar kecepatan sudut tetap. Besar Kecepatan sudut diperolah dengan membagi kecepatan tangensial dengan jari-jari lintasan. Dalam satu putaran, benda menempuh lintasan linear sepanjang satu keliling lingkaran (2 phi r), di mana r merupakan jarak tepi lingkaran dengan pusat lingkaran. Kecepatan linear merupakan perbandingan antara panjang lintasan linear yang ditempuh benda dengan selang waktu tempuh.
.
           


Gambar 2.16 . Gerak melingkar beraturan

 
            Kecepatan Linear = panjang lintasan linear Selang Waktu Tempuh
            V = 2Ï€rf
Keterangan
V         = Kecepatan linier (mm/det)
Πr        = Panjang lintaasan linier yang ditempuh benda (mm)
r           = Selang waktu tempuh (detik)
2.10     Gerakan relatif
            Sebuah benda dikatakan mempunyai gerakan relatif terhadap benda lain hanya jika mempunyai perbedaan dalam gerakan-gerakan
2.11     Momen
            Momen adalah kecenderungan sebuah gaya untuk memutar sebuah benda di sekitar sumbu tertentu dari benda tersebut.
            Ï„ = F x  l keterangan
Ï„           = Momen gaya ( N.m )
F          = Gaya ( N )
I           = Lengan gaya (mm)
            Lengan gaya merupakan jarak antara titik tumpuan atau poros ke titik dimana gaya itu bekerja. Jika gaya dikenakan berada di ujung lengan maka bisa kita katakan lengan gaya ( l ) sama dengan jari-jari lingkaran (r).


METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Proses




3.2    Tempat dan waktu penelitian
1.      Tempat Penelitian
     Pada penelitian yang sifatnya perencanaan sistem pengungkit dilakukan tahapan – tahapan penelitian dengan  tujuan agar mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk mengetahui jenis bahan yang akan digunakan dilakukan di laboratorium di Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya dengan berkonsultasi pada dosen pembimbing dan rekan – rekan mahasiswa lainnya. Sedangkan pembuatan alat pengungkit dilakukan di sebuah bengkel di daerah Cakung, Jakarta Timur.
2.    Waktu Penelitian
Waktu penellitian dan proses pengerjaan alat dilakukan sejak tanggal 5 Januari 2012. Sampai dengan selesai.

3.3   Metode Peneliltian
            Metode yang akan dipakai untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi objek studi adalah sebagai berikut :
1.        Metode wawancara
            Yaitu metode yang digunakan oleh penulis dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing, rekan mahasiswa, pengguna dongkrak hidrolik manual dan karyawan bengkel dalam hal pembuatannya.
2.       Metode studi pustaka
            Yaitu metode yang digunakan oleh penulis dengan cara membaca literatur-literatur dari pustaka, jurnal ilmiah, makalah, dan artikel dari internet..

3.4 Pengolahan data
           Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a.       Pengolahan data dilakukan setelah ditentukannya jenis sistem pengungkit yang akan direncanakan
b.      Pengolahan data dilakukan setelah pembuatan alat pengungkit yang akan dipasang pada dongkrak hidrolik otomatis.

PERHITUNGAN PERENCANAAN LENGAN PENGUNGKIT






Gambar 4.1. Mekanisme Pengungkit
 
 



            Diketahui mekanisme kecepatan sudut antara titik A dan B adalah seperti diatas. Dengan bila kecepatan sudut pada titik (wn) adalah = 55 rpm ( kecepatan putaran rotor mesin 1/4 phasa )
Maka, 55 rpm = 55 x 2phi/60
                       = 5,75 rad/s
Diketahui Dimensi lengan pengungkit yang akan direncanakan :
A Panjang Lengan (AB) = 285 mm
b.Tinggi antara sumbu lengan dengan Diameter (AD) = 80 mm
c Tinggi antara sumbu poros dengan diameter (CD) = 50 mm
d Diameter Roda penggerak (D)          = 100 mm
e Diameter poros penggerak = 10 mm
f.                   Kapasitas beban yang akan direncanakan (W) = 1000 kg

4.1       Kecepatan absolut
VA3 = VA2 = wn. AD = Arah dari A ke D (┴AD)
 = 5,75 rad/s x 80 mm
 = 0,46 m/s
Jadi kecepatan absolut di titik A3 adalah 0,46 m/s
Mencari percepatan ditiap titik yang akan direncanakan :

4.2       Percepatan di tiap titik  :
1.      AD2           = wn2. CD ( Titik antara sumbu poros dengan Titik yang berada di bawah D1)
                  = 5,752 x  50 mm
                  = 1653.12mm/s2
                  = 1,60 m/s2
Jadi percepatan di titik AD2 adalah 1,60 m/s2

2.      AA3           = wn2. AD
                  = 5,752  x  80 mm
                  = 2645 mm/s2
                  = 2,64 m/s2
Jadi percepatan di titik AA3 adalah 2,64 m/s2

3.      AB4           = wn2. AB
                  = 5,752   x  285 mm
                  = 9422.81mm/s2
                        = 9,42 m/s2
Jadi percepatan di titik AB4 adalah  9,42 m/s2

4.3       Gaya yang bekerja
Dengan persamaan = ∑ Fy = 0 ( asumsi Rb or F ( force ) = 0.5 )
Ray + Rb – W - Berat Dongkrak hidrolik yang direncanakan = 0
Ray + Rb = W + Berat Dongkrak hidrolik yang direncanakan

Ray = 0.5 ( W + hidrolik yang direncanakan)
Ray = 0.5 ( 1000 + 8)
Ray = 0.5 (1008)
Ray = 504 kg
4.4       Momen yang terjadi pada tuas pengungkit
Dengan persamaan
            M = F.I
Dimana,           M = Momen yang terjadi (kg)
                        F  = gaya  (kg)
                        I   = lengan Gaya (kg)
Maka :
            M = F.I
                = 0.5 x 504
    = 252 kg
            Bahan tuas pengungkit terbuat dari pipa baja dengan kekuatan tarik 37 kg/mm2 dengan tegangan ijin bahan dan angka keamanan Sf1 = 6 dan Sf2 = 1,5

                     = 
                     =  4,11 kg/mm2

4.5       Tegangan yang terjadi pada tuas pengungu
                                                                   
Dalam hal ini
untitled




Gambar 4.2 Dimensi Roda Penggerak dan Tuas pengungkit
 
 



Maka,
            Y =
               =  100/2
               =  50 mm
             I =   
               =  3.14/64 (1004-104 )
              = 328050 mm4

Maka,
               =    252 kg x 50
                     328050 mm4      
              = 3,8 kg/mm2
Jadi tuas pengungkit aman digunakan <
4.6       Analisa perencanaan pengungkit
            Sistem pengungkit ini digunakan untuk mengungkit poros pada dongkrak hidrolik. Mekanisme perencanaan sistem pengungkit memperliharkan sistem mekanisme engkol peluncur yang diberikan ke arah poros pengungkit. Analisa dinamik didefinisikan sebagai studi mengenai gaya-gaya , gaya-gaya yang menyebabkan tegangan dalam suku cadang mesin, gaya-gaya sebagai akibat gaya-gaya luar yang dikenakan ke mesin, dan gaya-gaya inersia akibat gerak setiap suku cadang di dalam mesin. Gaya-gaya inersia dalam mesin-mesin berkecepatan tinggi dapat menjadi sangat besar, dan tidak dapat diabaikan seperti yang boleh dilakukan dalam mesin-mesin kecepatan rendah yang mempunyai suku cadang-suku cadang ringan. Untuk kebutuhan dalam memahami besarnya gaya-gaya inersia, kita harus mengerti bahwa gaya-gaya inersia mempengaruhi gaya-gaya yang diterima rangka mesin. KESIMPULAN DAN PENUTUP

5.1       Kesimpulan
            Dari hasil perencanaan sistem pengungkit pada dongkrak hidrolik otomatis , dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.        Dongkrak hidrolik otomatis  yang telah dibuat ini dapat dioperasikan oleh seorang oleh siapapun
2.                  Motor penggerak yang digunakan adalah motor listrik 1 HP  1 phase dengan putaran 1400 rpm dan putaran rotor penggilas 220 rpm.
3.        Kecepatan absolut adalah 1,.8m/s
4.        Dimensi lengan pengungkit yang direncanakan :
       a        Panjang Lengan (AB) = 285 mm
       b.       Tinggi antara sumbu lengan dengan Diameter (AD) = 80 mm
       c        Tinggi antara sumbu poros dengan diameter (CD) = 50 mm
       d        Diameter Roda penggerak (D) = 100 mm
       e        Diameter poros penggerak = 10 mm
f.       Kapasitas beban yang akan direncanakan (W) = 1000

DAFTAR PUSTAKA

G. Niemann,1994. Elemen mesin, jilid 1. Jakarta:Erlangga
                                                                                                        
Ir. H. ANWARI, 1992. Kinematika dan kumpulan soal - soal. Bandung: Ganesa
Pksm.mercubuana.ac.id/new/.../files.../13016-1-452079769893.doc. 25 desember  2011, jakarta
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/198105032008012- RAHMA_SUWARMA/4._kinematika_dan_dinamika_rotasi_%5BCompatibility_Mode%5D.Februari 2012,Jakarta